Berita Terbaru:
Home » » Mengenang Dolanan Masa Kecil...

Mengenang Dolanan Masa Kecil...

Written By angkringanwarta.com on Sunday, November 06, 2011 | 20:30


Oleh Yusuf Azhari

Aku mendadak teringat permainan tradisonal tempo dulu, yang sekarang tidak dimainkan lagi oleh anak-anak seumuran Sekolah Dasar (SD). Jenis mainan itu, jika diingat sekarang kadang menggelikan, tetapi sebenarnya menyimpan nilai filosofisnya tersendiri. Setiap permainan yang mayoritas dilakukan secara kolosal itu, mengharuskan anak memainkannya dengan teamwork yang solid, berani, suportif, inovatif dan kreatif. Walau nampak sederhana, nyatanya semangat dari tiap permainan tradisional itu membekas pada para pemainnya atau paling tidak menjadi sebuah cerita kenangan yang ngangenin.

Nama-nama permainan pada masanya begitu familiar di daerahku, yang jika diamati seksama namanya sangat sederhana dan lucu-lucu. Misalnya Bom-boman, permainan yang terdiri dari dua kelompok yang menjaga posnya (biasanya dari tangkal pohon atau tiang listrik) masing-masing, targetnya yang bisa menembus pos lawan (nge-bom) itulah juara.

Ada juga Daluan, permainan yang juga dibagi dua kelompok, terdapat garis membentuk persegi panjang dengan garis tengah sebagai pusatnya harus dijaga, sementara kelompok lain harus menembus sampai batas akhir, jika lolos berarti juara. Lalu ada Glatikan, ketangkasan memainkan dua batang kayu dengan ukuran salah satunya lebih panjang.

Ada pula Bletokan, dari bambu kecil panjang yang diisi peluru dari kertas basah atau biji kangkung warak, cara main disodok dengan diarahkan ke lawan. Terus engklekan (bahasa Indonsesia-nya?), yang dengan garis simetris kecil-kecil di tanah, kaki dijinjit, dimainkan dengan alat bantu patah, yakni bisa dari pecahan genteng atau batu tipis. Selain itu ada cingumpet (petak umpet), cinggladag (kejar-kejaran) pincian (kelereng), cangkengan (bermain karet), gambaran (adu gambar), gangsingan (gangsing), layangan (layang-layang), dan congklakan (cublek cuing). Permainan tersebut sebenarnya bisa dimainkan kapan saja, tetapi seperti ada siklusnya tersendiri, tiap jenis permainan terdapat musimnya sendiri-sendiri.

Permainan-permainan ini berbeda lagi, jenis dan cara bermainannya disesuaikan dengan (kesediaan) alam. Seperti adu jangkrik, tepatnya adu suara jangkrik, dilakukan pada musim penghujan, karena mudah berburu jangkrik berkualitas di sawah-sawah itu, begitu halnya adu biji pohon kesambi. Jika kemarau, perburuan manuk peking dimulai, dengan membuat kandang jebakan dari bambu maka ditaruh di tengah hamparan sawah, dari kejahuan kita merindik menunggu kepuasan untuk mendapatkan lagi koleksi manuk peking. Menarik lagi jika musim tanam kangkung, dengan tembakan biji kangkung menyerupai senapan tentara, permainan ekstrim bertempur habis-habisan di kebun menjanjikan suguhan yang seru, jangan tanya suasananya, sedikit mencekam, saling incar, dan jika terkena tembakan biji kangkung, merahnya kulit tak cukup seminggu hilang dengan menyisakan nyeri tentunya. 

Atau ada lagi nikmatnya bermain ketepel, yang disesuiakan dengan musim buruan, bisa berburu buah-buahan bisa juga binatang, seperti nepel manuk blekok, eksentrik memang. Itu baru sebagian permainan saja, belum lagi anugrah kali Cikeruh yang memanjang mulai dari cadas sampai putaran Ligung, atau kali Cimanuk yang eksotik, ada juga kali Danaraja, kali Jeraka, DAM, serta hamparan sawah-sawah, kebon capu (singkong), kebon tebu, basuh cilik, basuh gede, kebarongan-kebarongan yang terdapat disetiap blok, bahkan pejaratan (kuburan) semuanya adalah tempat main yang tidak terkira enaknya.

Mari memulai kenangan dengan permainan air paling mashur, yakni ngebak, biasanya dibarengi dengan ambrem (terjun bebas). Sensasi cipratan airnya ditentukan oleh ketinggian lompatan, mulai dari dua meter sampai duapuluh meter, yang pasti adrenalin kekanakan itu akan terpacu habis, hingga penasaran, terus dan mencoba lagi sesuatu dengan sensasi baru. Tempat ambrem paling disukai diantaranya tetebing cadas, jembatan Cikeruh, dan puteran arah kali Cimanuk, serta pohon-pohon landai disepanjang kali.

Ada lagi permainan ngentir semacam rafting menyelusuri panjangnya kali Cikeruh dengan getek, terbuat dari gedebog pisang yang disusun rapih, serasa jadi penguasa kali. Seluruh bantaran kali dengan keruwetannya, termasuk glagah juga asyik menjadi tempat bermain, melakukan srodotan tanah liat, yang ekspresinya tak kalah dengan permainan-permainan di waterboom itu. Hampir lupa, sepulang sekolah itu sering mancing cipat dan mancing jeger untuk mendapatkan ikan lele jumbo, boncel dan keting, atau pasang anco dipinggir kali, hasil udang itu dibakar dengan sungkrah sumpring, sumpah rasanya tidak ada lawan, sedap. Tentang kebarongan, itu adalah stadion yang penuh kejutan, karena sepakbola-nya selain rebutan bola dengan musuh, juga melawan bogel (akar bambu) dan banyaknya beling-beling pecahan botol ataupun gelas, fantastis!!!

Aktivitas bermain waktu kecil itu, kurasakan seperti menjadi tokoh dalam game yang dimainkan anak-anak jaman sekarang. Kita benar-benar secara real melakukan misi tertentu, seperti berburu buah mangga jatuh, buah salam, buah duet, singkong, jagung, tebu, jambu bol, kersem, buah kesambi, dan atau ciplukan. Lengkap dengan ancaman bayang-bayang mandor atau pemilik kebun, pastinya yang dirasa adalah enaknya bermain, bukan ketakutan, malah kegembiraan berpetualang, kacau memang. Ternyata, masih banyak permainan tradisional lainnya didaerahku itu, yaitu prov. Jawa Barat, Kab. Majalengka, Kec. Ligung, Desa Bantarwaru, yang nama dan jenis permainannya aku masih lupa. Terakhir yang aku ingat, misalnya main bledogan (petasan), jenisnya beragam, ada bledogan pring dan bledogan pendem yang memakai karbit, atau yang pakai bekas busi motor yang dilempar ke langit, dengan beramunisi pentol korek api, pokoknya semua permainan itu nyenengin habis.

Tentu dari setiap permainan itu beresiko, dan justru itulah yang menjadi keunikan cerita tersendiri, sekarang ini. Tertawa, pasti jika mengingat pola tingkah dulu itu. Misalnya srodotan, (maaf) pantatnya terkena beling, masyaalah, ngeri tapi lucu. Makan duet yang penuh gudal, ciplukan yang ketukar dengan kecubung, jadilah mabok, dan banyak lagi. Ada juga lempar bledogan busi motor, mengenai kepala sampai bocor, terus biar agak dewasa tetap saja korbannya nangis. Atau belum lagi cerita kelelep, salah ambrem, dikejar mandor, dan pastinya diumbangi orangtua jika pulang tak kenal waktu. 

Hahaha.., penuh kecerian dunia bermain waktu dulu itu, lucu, gembira. Sekarang, anak-anak priode sekarang ini rasanya beda. Jangankan bermain-main dengan luasnya alam, sepulang sekolah saja jarang (untuk mengatakan tidak pernah) melakukan berayan (makan siang bareng). Padahal, berawal dari sanalah, diantaranya ide-ide apa, permainan apa yang akan dilakukan. Hemmm...,




Share this post :

Masukkan email untuk berlangganan:

Delivered by Angkringanwarta

 
Ayo kirim tulisanmu ke : angkringan123@gmail.com
Copyright © 2012. AngkringanWarta - All Rights Reserved
Powered by Angkringanwarta