Pemerintah selalu berdalih mengenai bahaya tembakau bagi
kesehatan, hingga kemudian dikeluarkannya sebuah Peraturan Pemerintah Nomor 109
Tahun 2012 mengatur soal tembakau. Kebijakan tersebut langsung disambut kecaman
berbagai pihak. Konon menurut beberapa pihak, ada kepentingan asing dibalik
semua ini.
Salah satu kecaman datang dari Saut Situmorang lewat akun twiternya @AngrySipelebegu, “Pretensi pembuatan PP Tembakau adalah masalah
"kesehatan" tapi isinya mengatur bisnis rokok & tembakau daripada
mengatur kesehatan,” kicaunya.
Kecaman tak kalah
pedas juga dilontarkan Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia, Salamuddin Daeng.
Dia menilai, pengesahan itu hanya akan menghancurkan industri kretek nasional
dan menguntungkan rokok putih produksi perusahaan rokok asing.
Menurunya, pada dasarnya PP No 109/2012, merupakan sebuah
upaya monopoli perusahaan rokok asing skala global. Langkah monopolistik itu,
lanjutnya, terjadi antara lain lewat pembatasan dan pengurangan penanaman
tembakau melalui diversifikasi paksa untuk mempermudah impor.
"Kemudian mendorong standardisasi dan uji laboratorium,
tembakau, produk rokok untuk penyeragaman produk secara global yang notabene
didominasi perusahaan multinasional dari Amerika Serikat dan Inggris,"
ujarnya.
Maka tak heran jika PP No 109/2012 ini, sempat didukung
perusahaan rokok nasional yang sahamnya telah dimiliki perusahaan rokok global.
"Pembuatan PP ini anti-pertanian dan industri tembakau semakin menunjukkan
keberpihakan pemerintah terhadap modal asing," ujar Salamuddin.
Hal serupa juga diamini pemerhati sejarah, Aditia Purnomo.
Menurutnya, sudah sejak dulu Pemerintah selalu berpihak terhadap asing.
Dimulai, imbuh dia, dari peristiwa Malari merupakan sebuh manifesto perlawanan
rakyat terhadap kepentingan asing yang terjadi pada tahun 1974.
Kasus tersebut, menampar muka presiden karena dilakukan
dihadapan Perdana Menteri Jepang saat itu, Kakuei Tanaka yang dianggap sebagai
simbol kepentingan asing.
Peristiwa yang memakan 11 korban jiwa, 75 luka berat,
ratusan luka ringan, 775 orang ditahan (diantaranya Hariman Siregar dan
Syahrir), 807 mobil dan 187 motor dibakar ini tentu memberikan pelajaran pada
kita bahwa segala bentuk keberpihakan pemerintah kepada kepentingan asing harus
dilawan.
Keberpihakan pemerintah terhadap kepentingan asing dapat
kita lihat dalam berbagai kebijakan seperti merampok Indonesia, lewat Newmont,
Freeport, Chevron, Exon, dll.
“Dan saat ini, kita kembali melihat pemerintah mengeluarkan
kebijakan uang mendukung kepentingan asing di Indonesia. Hal itu tercermin dengan
dikeluarkannyan Peraturan Pemerintah soal tembakau,” ujarnya.
Kendati demikian, Kementerian Kesehatan membantah keras jika
Peraturan Pemerintah tentang dampak pengendalian tembakau hanya menguntungkan
rokok impor dan mematikan rokok lokal.
"Peraturan ini akan diterapkan sama baik untuk rokok
impor maupun rokok lokal, bahkan lebih berpihak pada rokok lokal dengan
beberapa kemudahan yang diberikan," kata Wakil Menteri Kesehatan, Ali
Ghufron Mukti, Senin (14/01).
Ghufron malah meminta agar ditunjukkan bagian mana dari PP
No.109/2012 yang dianggap akan mematikan industri rokok lokal dan membuka jalan
bagi masuknya rokok putih import.
"Coba tunjukkan bagian mana dari PP yang membela rokok impor? Silahkan
jelaskan," tegasnya.
Menurutnya, beberapa poin seperti kewajiban rokok putih
mesin untuk mengisi kemasan dengan minimal 20 batang rokok tidak berlaku bagi
rokok kretek. Hal ini menunjukkan rokok kretek justru mendapat kemudahan.
Selain itu kewajiban mencantumkan kadar tar dan nikotin
setelah terlebih dahulu melewati pengujian, kecuali untuk rokok tradisional
industri kecil seperti klobot dan rokok menyan.
Yatna