Jika tak pedas, itu nama bukan sambal. Begitu juga
dengan kopi, jika teralalu manis itu namanya kolak.
Kisah tentang
pedas tentu tak luput dari namanya cabe. Cerita tentang cabe ternyata bukan
hanya ibu-ibu yang terpaksa berpikir ulang untuk menyambal, atau juga para
penjual makanan yang harus memikirkan berapa harga yang cocok untuk satu sendok
sambal.
Pedasnya cabe dikabarkan
membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengumpulkan para menteri hanya
untuk menyampaikan kemarahannya. Namun, hasil kemarahan SBY belum juga membawa kebahagian untuk ibu-ibu rumah tangga
Apa sebabnya, si
ibu akan lebih senang jika menyaksikan sang suami tercinta maupun anak makan
dengan lahap. Sayangnya, ini belum dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya
sebelum ada lembaga survei atau pun para pengamat.
Lembaga survei yang
disesaki para pengamat lebih tertarik jika menyuguhkan elektabilatas partai
politik, begitu juga para calon presiden (Capres). Padahal baik partai, atau
pun Prabowo, Aburijal Bakrie (Ical) bukan sesuatu yang lezat dihidangkan bahkan
cendurung dipaksakan.
Sungguh, benar, sudah
pasti itu jika cabe dan partai atau para politikusnya disandingkan, maka mana
yang akan dipilih ibu-ibu? Untuk partai atau politikus biarkan saja menjadi
santapan para lembaga survei yang terus menjamur dengan aneka rasa, yang jelas
bukan permen nano-nano yang menjual keramain rasa.
Ibu-ibu, Cabe, Polikus, Ekonom
Lalu apa
kaitannya antara ibu-ibu, cabe, politikus, dan bisa jadi ekonomi? Hubungan ini mungkin
ini terkesan terlalu dipaksakan, sebagaimana ibu-ibu yang dipaksa membeli cabe
dengan harga melambung.
Diawali dengan
ibu-ibu, seorang ibu tak perlu berdebat dengan suami bagaimana sistem ekonomi
yang diterapkan dalam menjalani bahtera rumah tangga, tak peduli apa itu
kapitalis atau pun ekonomi kerakyatan. Namun, adakah yang lebih baik
manajemennya selain seorang ibu?
Tapi agar dapat membeli
cabe, seorang ibu bakal berdebat panjang lebar dengan para penjual cabe. Bagaimana
cara mendapatkan harga cabe dan gaji sang suami dapat terselamatkan hingga satu
bulan kedapan atau minimal hingga esok hari.
Ini hal yang
nyata bahkan lebih nyata dari pada para ekonom yang mengatakan angka kemiskinan
di Indonesia menurun hingga sekian persen.
Menyaksikan perdebatan
ibu-ibu dengan penjual cabe, sikap para polikus yang duduk di kursi
pemerintahan bermacam-macam. Terutama tiga
menteri dengan latar pendidikan yang lebih tinggi (lihat latar belakang
pendidikan) daripada ibu-ibu, yakni Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan, dan
Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat.
Setidaknya, tiga menteri ini ikut bertanggungjawab dalam menjaga kestabilan
harga pangan termasuk cabe.
Menteri
perdagangan Gita Wirjawan secara mendadak rajin blusukan ke pasar-pasar untuk
meninjau harga kebutuhan pangan, termasuk cabe. Dia juga mengaku sempat
berdiskusi dengan Menkokesra.
Gita sendiri sempat
menyatakan siap bersaing dalam mengikuti konvensi capres Demokrat, untuk pemilu
2014. Lalu adakah hasil sidak ke pasar membuat ibu-ibu riang gembira mengulak
sambal yang begitu pedas?
Begitu pula
dengan Menkokesra, Hatta Rajasa yang mulai dihembuskan akan mengikuti pemilihan
presiden di 2014. Hatta tentu paham benar dengan survei menyebutkan
elektabilatas Hatta masih kalah jauh dari Gubernur DKI Joko Widodo.
Lalu bagaimana
dengan Menteri Pertanian, Suswono. Jika dilihat asal muasalnya, ia terdaftar
sebagai politikus PKS. Partai ini juga dirundung masalah akibat
persengkongkolan dengan mafia dalam kasus impor daging sapi.
Itu daging sapi,
beda dengan Cabe. Lalu kenapa para petani terkesan gagal dalam menjaga stok
cabe sehingga membuat harga cabe malambung tinggi?
Dari ketiga
menteri ini ternyata memberikan celah basah untuk mereka yang secara kebetulan
tidak mempunyai tempat di Kementerian, tapi berambisi untuk maju dalam pilpres
2014, yakni Prabowo atau Ical.
Sebagaimana
diberitakan Metrotvnews.Com, Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto ini, alokasi
anggaran saat ini tidak berpihak pada sektor pertanian dan perikanan. Padahal,
kedua sektor tersebut merupakan bagian yang sangat vital dan perlu diperkuat.
Prabowo sendiri
berjanji akan memperbesar anggaran sektor pertanian dan perikanan jika nanti
dirinya berkuasa. "Bayangkan, 60 persen rakyat indonesia hidup dari
pertanian dan nelayan. Tapi alokasi anggaran untuk sektor itu hanya 1 persen
dari APBN," katanya.
Anggaran di
Kementerian Pertanian dalam APBN-P 2013 sendiri hanya Rp 16,42 triliun. Ia
berjanji akan menaikan anggaran sektor tersebut sepuluh kali lipat dari saat
ini demi menciptakan ekonomi kerakyatan yang berdaulat. "Kalau kita
tingkatkan sampai 10 persen, saya yakin bisa menggerakkan perekonomian
nasional," katanya.
Prabowo mengaku
telah mengingatkan ke pemerintah soal pentingnya peningkatan produksi
pertanian. Apalagi, tantangan sektor pertanian saat ini berkutat pada
kelangkaan karena perubahan iklim, pertambahan penduduk dunia serta terkait
dengan kedaulatan pangan nasional.
Sedangkan Ical?
Untuk sementara waktu kasus lumpur Lapindo agak longgar dibahas. Maka biarkan
saja politik jadi pedas asalkan nasib korban lumpur tak sepedas cabe.
@AyodiaKelana