Oleh Azami*
Peristiwa besar 10 November 1945 merupakan bukti otentik, bahwa
kesakralan sang saka merah putih akan terus diperjuangkan oleh bangsa Indonesia
hingga titik darah penghabisan. Kisah heroik arek-arek Suroboyo yang digerakkan
Bung Tomo saat menyobek warna biru pada bendera Belanda yang berada di atas
hotel Yamato, Tunjungan, Surabaya dengan taruhan nyawa.
Apa yang bisa diambil dari peristiwa tersebut, yakni sebuah
peninggalan pesan bahwa merah putih merupakan simbol kedaulatan Indonesia serta
bentuk sebenar-benarnya bagi kemerdekaan bangsa Indonesia atas kolonialisme.
Namun dewasa ini, kesakralan sang saka merah putih terkesan malah
mengarah kepada 'dikeramatkan' layaknya
barang-barang kuno dengan bumbu mistik yang hanya dikeluarkan saat waktu-waktu
tertentu. Semisal, pengibaran bendera
merah-putih saat upacara bendera atau peringatan hari besar Indonesia.
Maka tak mengherankan jika sang saka merah putih hanya tergeletak
dalam lemari-lemari berdebu saja. Padahal, melalui maklumat presiden pada
tanggal 30 Agustus 1945, mengenai mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Pada 1
September, seruan pengibaran bendera merah putih terus dikumandangkan dan sang
saka merah putih terus dikibarkan.
Seruan pun hanya sebatas seruan, nyata terlihat dari fenomena yang
sering kali dijumpai 'bendera' malah sebaliknya. Bendera partai politik, bendera ormas-ormas,
bahkan yang lebih ironis lagi yakni, bendera asing yang berkibar di bumi
pertiwi ini.
Seperti yang terlihat di pinggiran jalan Ciputat, dimulai dari
kampus UIN Jakarta sampai pasar Ciputat, disesaki bendera partai politik di
hari pahlawan kemarin. Sangat mungkin juga terjadi untuk daerah-daerah lainnya.
Entah apa sebabnya, mungkinkah dengan mengibarkan bendera partai
politik, ormas, dan lainnya lebih menunjukkan ke-Indonesia-an. Sehingga hanya
cukup diwakili keberadaannya.. Nampaknya penggalan lirik lagu Iwan Fals “lusuhnya kain bendera di halaman rumah
kita” merupakan realita yang terjadi pada sang saka merah putih.
Gambaran itu seolah menunjukkan kecintaan terhadap sang saka merah
putih makin lama semakin tenggelam. Nampaknya lagu kebyar-kebyar ciptaan alm.
Gombloh layak dijadikan renungan bagi kita untuk selalu menjaga nilai-nilai
sang saka merah putih.
Semangat Bung Tomo dan arek-arek Suroboyo dalam mempertahankan
warna merah dan putih janganlah hanya terdapat di dalam buku sejarah saja.
Namun, dipertahankan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dalam berbangsa
dan bernegara. Kibarkan sang saka merah putih di bumi pertiwi dan di dalam
sanubari bangsa Indonesia.
*Penulis adalah mahasiswa UIN Jakarta aktiv di komunitas kolekan
foto diambil dari http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Hote-orange.jpg