Oleh Dede Supriyatna*
bukan untuk sekadar mengaduh
atau berharap berbagi rasa
sebab tiap-tiap punya rasanya
di sana rintik masih membasahi
angin menghembus menebus celah-celah jendela
kopi tak ada lagi
begitupula rokok tak punya celah diisap
Selain sisa-sisa yang berserak
ampas kian menyelip antara gigi-gigi yang menguning
mengumpat pada waktu untuk hadirkan
segelas terisi kopi
dengan sebatang rokok
tetap saja waktu terus menangguhkan kuasanya
menyisakan ampas-ampas
pada lantai-lantai
pada tembok
dan aku menatapnya begitup pekat sehitam kopi
begitu lebur pada tumpukan abu
masihkah tersisa walau sekadar tanya
*penulis tinggal di kampung utan, tengah malam.
Tinggal Ampas dan Abu
Written By angkringanwarta.com on Saturday, February 04, 2012 | 00:17
Label:
Puisi