Beberapa hari
ini, media massa baik cetak maupun elektronik tak henti-hentinya mengakat soal ditemukannya
penggunaan daging babi dalam pembuatan bakso, usai polisi berhasil menggerebek
sebuah kios penggilingan daging di area pasar Cipete.
Namun, isu bakso
babi sepertinya bukanlah kebetulan belaka, disinyalir ada campur tangan mafia
impor daging terasa kental di balik isu yang sudah meresahkan masyarakat itu. Dugaan adanya mafia tersebut, diramaikan jejaring
sosial, Twitter.
Mengingat, pedagang
bakso nekad mengoplos daging babi lantaran mahalnya daging sapi. Sementara
pemerintah tak berdaya mengatasi lonjakan harga daging yang terus meroket. Saat
ini, harga daging sapi di beberapa kota besar di Indonesia mencapai Rp
90.000/Kg. Kelangkaan daging sapi memang masuk akal mengingat semakin
diperketatnya keran impor daging sapi. Kondisinya semakin ruwet menyusul belum
ada kesepakatan antara Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan
terkait kuota impor.
Pada titik
inilah, mafia impor sedang beraksi. Lembaga Perekonomian Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama (PBNU) menduga, kelangkaan daging sapi dan bakso babi merupakan
bentuk permainan mafia. Tujuan akhirnya, pemerintah terpaksa membuka keran
impor.
“Pedagang daging
kecil mogok lantaran ada yang menggerakkan. Semua ada yang mengatur, karena ini
hanya permainan,’’ tegas Sekretaris Lembaga Perekonomian PBNU, Mustholihin
Madjid.
Dia juga menuding
adanya keterlibatan mafia dalam tata niaga sapi di Indonesia yang mengatur
daging langka di pasaran, hingga terjadi lonjakan harga dan membunuh para
pedagang daging lokal.
Hal senada juga
diungkapkan pengurus lain, H Bina Suhendra. Menurutnya, kelangkaan daging lebih
disebabkan karena pemerintah tidak serius mengelola tata niaga sapi. Pemerintah
hanya memperhatikan sektor hilir, yaitu mengatur kuota daging impor tanpa
mengetahui kebutuhan sebenarnya di pasaran.
Untuk itu, Ketua
Umum PBNU KH Said Aqil Siraj mendesak pemerintah segera membenahi kondisi buruk
di tata niaga sapi tersebut. Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan
sebagai pemilik kewenangan diminta serius dalam menjalankan tugasnya, sehingga
masyarakat tidak menjadi pihak yang dirugikan.
Menurutnya,
menutup kelangkaan daging sapi dengan cara impor daging sapi sebagaimana yang
diusulkan Kementerian Perdagangan agar kuota impor daging sapi tahun 2013 harus
ditambahkan dari kuota yang sebelumnya sebesar 80.000 ton, diusulkan naik
menjadi 100.000 ton bukanlah sebuah solusi yang tepat.
Namun,
Kementerian Perdagangan malah beralasan pasokan di dalam negeri belum
mencukupi. "Itu baru analisa dan kajian dari kami. Nantinya akan kami
konsolidasikan ke Kementerian Pertanian dan Kementerian Koordinator
Ekonomi," kata Menteri Perdagangan Gita Wirjawan.
Di sisi lain,
jika impor daging benar harus dilaksanakan, pada dasarnya menunjukkan sikap
lemah pemerintah mencanangkan swasembada pangan pada 2014. Dikatakan Guru Besar
Ilmu Ekonomi Pertanian Universitas Lampung (Unila) Bustanul Arifin, rencana
pemerintah mencanangkan swasembada pangan hanya bentuk kebohongan semata.
Pasalnya, hingga saat ini, untuk memenuhi kebutuhan pangan, seperti daging dan
kedelai, Indonesia masih harus mengimpor.
(Yatna)
(Yatna)