Memperingati hari Hak Asasi Manusia (HAM) sedunia yang jatuh
pada hari ini, Senin (9/12), Komisi untuk Orang Hilang dan Tindakan Kekerasan (KontraS)
menyampaikan pesan kepada pemerintah SBY-Boediono.
Pesan yang berjudul “Pemerintah Indonesia Harus
Mengedepankan Pendekatan Perdamaian dan Pelibatan Peran Masyarakat Sipil dalam
Penegakan HAM” ditulis Haris Azhar sebagai koordinator.
Dalam pesan tersebut, berisi empat catatan problem penegakan
HAM, mengingat kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia amat krusial dan
pemerintahan SBY-Boediono harus menyelesaikannya.
Menurut Kontras, pemerintah membutuhkan keberanian untuk
menghadirkan terobosan-terobosan penting khususnya pada isu penegakan HAM.
Dilansir KontraS, keempat surat tersebut berisi:
Pertama, dengan mengambil momentum hari HAM Internasional
ini, pemerintah perlu mengumandangkan rencana pembentukan cetak biru (Blue Print)
penegakan HAM yang menjelaskan visi-teknisnya.
Kedua, presiden SBY perlu mengumandangkan permohonan maaf
kepada masyarakat Indonesia atas kegagalan penegakan HAM selama ini, terutama
terhadap praktek buruk pemerintah dimasa lalu yang mengakibatkan banyak warga
sipil, diantaranya, dibunuh, dihilangkan dan ditahan secara sewenang-wenang.
Tindakan ini bisa diikuti dengan meminta Jaksa Agung memecah kebuntuan proses
hukum perkara pelanggaran HAM berat, dengan cara membangun kerja sama dengan
Komnas HAM dan memanggil ahli-ahli hukum HAM internasional untuk memberikan
saran penuntasan kasus jika terdapat kendala legal serta mencari mereka yang
masih hilang.
Ketiga, upaya dialog harus terus dilakukan di Papua. Negara
demokratis tidak boleh anti-dialog dengan warga negaranya. Pembacaan kondisi
sosial politik Papua tidak disempitkan sekedar dalam kerangka minimalis self
determination semata.
Keempat, Kapolri Timor Pradopo harus segera membuat
terobosan terkait dengan banyaknya praktek peyimpangan anggota Polri dalam
bentuk kekerasan dan pengabaian hukum. Penangan masalah ini tidak bisa sekedar
menunggu penuntasan program grand strategy Polri 2005-2025. Akan terlalu lama,
buat masyarakat kecil menanti jaminan keamana dan keadilan atas kasus-kasusnya
jika harus menunggu hingga 2025.
(Jong)