Terkait dengan terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2
Tahun 2013, beberapa pihak menilai instruksi tersebut akan memicu terjadinya
pelanggaran HAM dan berpotensi tirani-tirani kekuasaan
"Tahun 2012 negara kita diwarnai aksi kekerasan dan
konflik komunal, termasuk terorisme. Artinya, keadaan keamanan ketertiban
masyarakat tidak terjaga dengan baik. Dari berbagai survei, banyak yang tidak
puas pada tindakan aparat. Oleh karena itu, pada 2013 dan 2014 tugas jalankan
keamanan ketertiban masyarakat saya jadikan sebagai prioritas. Sehingga, hari
ini saya keluarkan Instruksi Presiden Nomor II Tahun 2013 tentang Kamtibmas
setelah Inpres Nomor I tentang Korupsi dikeluarkan," kata Presiden SBY.
Menurut SBY, dengan Inpres ini diharapkan situasi keamanan
dapat dijaga. Dengan Inpres ini juga diharapkan tak boleh lagi ada kelambatan
dalam bertindak.
Menurut Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Natalis
Pigai, Impres tersebut telah mengabaikan surat Komnas HAM RI. “Kami telah
memberi masukan kepada Bapak Presiden sesuai dengan kewenangan yang dimiliki
berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 bahwa Instruksi Presiden tersebut
akan berpotensi terjadinya pelanggaran HAM dan akan mengekang kebebasan dan
demokratisasi yang dibangun bangsa kita,” kata, Selasa (29/1).
Lanjutnya, jika ini dibiarkan, para kepala daerah telah
membangun tirani kekuasaan dan bahkan menjadi raja-raja lokal dengan
kewenangannya menerbitkan berbagai peraturan daerah yang bertentangan dengan
HAM. Komnas HAM mengingatkan agar presiden melakukan evaluasi kembali Inpres
tersebut.
Kritikan pun tak hanya datang dari Komnas HAM, anggota
Komisi I DPR Bidang Pertahanan-Intelijen, Tjahjo Kumolo menyatakan tidak ada
alasan kuat yang membuat SBY harus mengeluarkan Inpres nomor 2/2013.
“Seharusnya negara wajib membentuk sistem pertahanan rakyat
semesta nasional yang mengintegrasikan TNI sebagai komponen utama pertahanan
dengan rakyat sebagai komponen cadangan,” lontarnya.
Dilain pihak, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan
Keamanan Djoko Suyanto, menegaskan Inpres No 2/2013 tentang Kamnas disusun
berdasarkan UU yang berlaku.
"Inpres ini tidak akan keluar dari UU, dan mengacu
banyak UU. Dua yang utama UU No 7/2012 tentang penanganan konflik sosial dan UU
32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. Jadi tidak akan keluar dari UU, jangan
diartikan macam-macam," katanya.
Ia menambahkan, Inpres tersebut diterbitkan guna
meningkatkan efektivitas penanganan konflik sosial secara terpadu. Karena sebelumnya
masih banyak konflik sosial yang terjadi belum tertangani secara tuntas.
Akibatnya, banyak pihak dan tokoh yang menuding pemerintah melakukan pembiaran.
Namun, beberapa aktivis tetap menganggap Inpres tersebut
akan memicu pelanggaran HAM. Seperti halnya Internal Security Act di Malaysia
dan Singapura yang kerap dikritik sebagai alat bagi aparat merepresi warga
negaranya sendiri.
(Ahmad/ Berbagai sumber)