Banjir yang
melanda kawasan Ciujung di Serang Banten tidak saja mengakibatkan ratusan warga
mengungsi, tapi juga menyebabkan Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah
menghilang. Setidaknya itulah yang terjadi dalam 24 jam setelah banjir tiba.
Peristiwa yang telah
menarik perhatian masyarakat luas lewat pemberitaan media itu seperi belum
membuat Gubernur menoleh kepada warga korban banjir. Hal ini terlihat dari
banyaknya bantuan dari masyarakat, aktivis, dan lembaga kemanusiaan yang
berdatangan sedangkan belum terlihat bantuan dari gubernur.
Sebenarnya bukan
kali ini saja gubernur “menghilang” disaat masyarakat membutuhkan. Beberapa
waktu lalu masyarakat sempat dihebohkan oleh keadaan jembatan “indiana jones”
yang membuat pelajar setempat harus bertaruh nyawa untuk mendapat pendidikan.
Saat itu Atut Chosiyah (mungkin) tidak mengetahui kondisi jembatan tersebut.
Baru setelah pemberitaan yang membuat(nya) malu tersebut pemeritah
memperbaikinya.
Jargon yang dipropagandakannya
saat terpilih kebali sebagai Gubernur, “Lanjutkan Pembangunan” terdengan
seperti omong kosong jika melihat kondisi Banten. Jika gubernur cukup ngotot
untuk membangun jembatan selat sunda, namun hal tersebut tidak berlaku dalam
pembangunan fasilitas yang dibutuhkan warga daerah yang tertinggal.
Melihat
prioritas pembangunan yang diinginkan gubernur, muncul pertanyaan, siapakah
yang diuntungkan dari pembangunan ala Atut Chosiyah?
Jika melihat
realisasi pembangunan Banten, tentu tak dapat dipersalahkan apabila kita
berpandangan gubernur lebih memihak para pengusaha dan para cukongnya. Mengacu
pada keadaan lapangan di Banten, tentu lebih dibutuhkan solusi agar banjir
besar tak lagi terjadi dan mengorbankan warga ketimbang mempermudah akses perdagangan
Jakarta-Sumatra.
Tapi sekali
lagi, jika gubernurnya seperti Atut Chosiyah yang berlatar belakang anak
seorang pengusaha (mungkin lebih tepat disebut cukong), maka jangan terlalu
berharap sarana yang layak bagi kehidupan masyarakat dapat terpenuhi.
(Adit)
(Adit)