Hatiku merasa bahagia ketika aku mendapatkan kabar dari dokter bahwa aku hamil, dan kini kandunganku berusia 2 bulan.
Kabar bahagia ini, aku sampaikan pada suamiku tercinta, suamiku berharap aku bisa mengandung anaknya dan kini aku sedang mengadung.
Suamiku bahagia sekali ketika kusampaikan aku sedang hamil, dan kami sampaikan pada orang tuaku dan orang tuanya.
“Alhamdulillah… “ Ibu Retno ucapkan syukur ketika menerima telpon dari anaknya, Rendy suamiku.
“ kapan-kapan ajak Winda kerumah, nanti Ibu bikin ramuan jamu supaya kandungannya kuat ya… “ tambah ibu mertuaku.
“ iya bu, Insya Allah kalo libur ke rumah “ Rendy
Kami berdua bahagia sekali, dan tak ada hentinya kami ucapkan Syukur Alhamdulilah kepada Allah SWT.
Bahagia sekali ketika apa yang kita inginkan terkabul, aku merasa lengkap sudah sebagai istri akhirnya aku bisa menjadi seorang ibu.
Ketika memutuskan menikah dengan suamiku Rendy, cinta yang kami miliki diikat oleh ikatan suci pernikahan dan aku merasa bahagia ketika aku diakui dan direstui oleh kedua orang tua Rendy maupun kedua orang tuaku.
Menjalin hubungan dengan direstui oleh orang tua, jalannya begitu enak dan tanpa harus umpet-umpetan.
Dan kini lengkaplah sudah hidupku, terima kasih ya Allah.
***
Aku dan suamiku rajin mengunjungi ke dokter untuk periksa kandungan tanpa henti aku mengikuti saran dokter, minum vitamin, olah raga, dan istirahat yang cukup.
Kini kandunganku sudah menginjak 9 bulan dan tinggal tunggu beberapa hari lagi untuk melahirkan. Aku dan suami pasrah kepada Allah, jenis kelamin perempuan maupun laki-laki kami terima, anak adalah titipan, tugas kami sebagai orang tua adalah menjaga, mengurus, mendidik menjadi anak yang sholeh.
Hari yang dinanti-nantikan tiba, ketika perutku merasakan sakit yang luar biasa, hari dimana aku melahirkan.
Suamiku dengan gesit langsung membawaku ke rumah sakit dan membawa perlengkapan yang sudah kami sediakan sebelumnya.
Orangtua kami masing-masing sudah diberi kabar dan langsung ke rumah sakit didaerah Jakarta Selatan.
Anak yang aku lahirkan adalah cucu pertama bagi orang tuaku dan orang tua Rendy, suamiku tercinta.
***
Ketika aku membuka mataku dengan perlahan-lahan, terlihat samar- samar, aku terbaring di ranjang yang bukan diranjang kamarku, setelah kulihat ada infuse, dan lemari kecil yang diatasnya ada 1 botol aqua uk sedang dan 1 kotak tissue, disamping kiriku dan disebelah kananku ada satu pria yang sedang tidur menunduk yang tak lagi asing kukenal, suamiku. Setelah kuraba pelan perutku mengempes, kini aku menyadari bahwa aku berada di rumah sakit dan semalam aku sudah melahirkan, ada terbesit bahagia dibenakku, ingin rasanya aku melihat bayiku. Tapi badanku terasa lemas dan lemah.
Dan kulihat mamah & papahku sedang tertidur disofa didalam ruangan itu, meyakinkanku bahwa aku berada diruangan kelas 1 dirumah sakit. Aku tersenyum bahagia.
“Mas,…” panggilku tapi tak direspon
“Mas Rendy” panggilku sekali lagi, dan akhirnya ia terbangun dan mendapati aku sadar.
Dengan gesitnya “ sayang, kau sudah sadar ?... “
Aku mengangguk dan tersenyum
“ Alhamdulillah,… “ pandangnya penuh makna padaku, dan aku hanya tersenyum bahagia.
“Mas, aku sudah melahirkan… apakah anak kita sehat ?... perempuan atau laki-laki ?.... mas, aku ingin melihat bayiku…” rengekku pada suamiku tercinta.
Tapi ekspresinya tak seperti yang kubayangkan, dia merenung dan seolah ada yang disembunyikan dariku.
“sebaiknya kau istirahat, aku tak mau kamu jadi sakit ya… “
“ kenapa dengan bayi kita ?... kau pasti menyembunyikan sesuatu dariku ?... “ segumpal pertanyaan dibenakku yang membuatku semakin cemas.
Mamah dan papahku terbangun, dengan suaraku. Kulihat dari wajah mereka terbesit hal buruk terjadi. Mereka mendekat padaku.
Mamah mendekat lalu memelukku dengan erat kemudian ia menangis.
“ ada apa mah, dengan anakku ?... apa anakku cacat ?... atau anakku menginggal ?... katakan mah padaku, apa yang terjadi ?... “
Mamahku hanya terdiam lalu menangis, lalu papah berkata “ sebaiknya kamu istirahat ya nak, anak kamu baik-baik aja,… “
“ ayo mah,… “ ajak papah ke mamah untuk keluar ruangan.
“ mas, sebenarnya apa yang terjadi, kenapa mamah menangis ?.. apakah anakku ?... “ aku menangis, lalu Rendy memelukku erat
“ tidak apa-apa,.. anak kita perempuan dan dia baik-baik saja.. “ memelukku dengan erat sambil mengelus-elus tangannya dipunggungku, membuat aku untuk tenang. Namun aku merasa cemas, dan ada sesuatu yang terjadi dengan anakku.
Orang tua Rendy baru datang lagi setelah subuh tadi pulang, mereka mendekati orang tuaku yang sedang berada diluar ruangan.
Mereka saling menyapa dalam keadaan duka.
“ Bu Retno, tadi Winda sudah sadar dan menanyakan anaknya, aku tak kuasa mengatakannya… dan papahnya bilang bahwa anaknya baik-baik saja “ mamahku sambil menangis.
“ Iya, Bu Dian ini memang berat. Berat buat mereka berdua, berat bagi kita semua….” Ibu Retno juga sambil menangis, namun ia lebih kuat untuk menghadapi.
“ kita harus sabar dan ikhlas, menerima kenyataan ini…” jawab Pak Mulyadi, ayah Rendy.
Rendy keluar ruangan dan mendapati orang tua masing-masing ada didepannya.
“ winda barusan tidur, dokter sudah memberikan obat penenang…” Rendy dengan lebih tenang.
“ Sayang, yang sabar ya…. Kamu harus ikhlas..” Ibu Retno mendekat dan memeluk anaknya. Rendypun membalas pelukan ibunya, dan ia menangis pelan yang tak banyak mengeluarkan air mata.
***
Dokter datang ke ruangan,
Rendy yang masih setia duduk disebelah kanan Winda, sambil memandangi wajah manis Winda yang tertidur. Dan orang tua mereka sedang duduk disofa menanti keajaiban yang tak pasti dengan harap cemas dan sedih.
Dokter disambut baik, kemudian dokter memeriksa keadaan Winda. Kata dokter Winda akan baik-baik saja, kalau keaadannya semakin membaik, 2 / 3 hari boleh dibawa pulang. Kecuali anaknya masih harus dirawat di incubator.
Rendy diminta keruangan dokter, untuk membicarakan tentang anaknya.
“ Kami segenap rumah sakit ikut prihatin dengan kejadian, Semoga keluarga mas Rendy diberitakan ketabahan oleh Allah SWT “ Kata dokter yang juga teman saat kuliah dulu.
“ Amin, terima kasih Ridwan “ Ridwan
“ maaf mas, anak mas rendy sementara harus dirawat dulu disini mungkin beberapa hari ini supaya daya tubuhnya kuat dulu, untuk selanjutnya mas Rendy boleh dibawa pulang tapi harus dengan membawa peralatan yang instens..”
“ berapa biaya yang harus saya siapkan untuk peralatannya…
“ cukup mahal mas, saya sudah meminta bantuan pihak rumah sakit dan mereka menyetujuinya. Mas rendy tidak usah bayar peralatannya kami akan meminjamkannya, mas Rendy cukup bayar obatnya saja. Dan ini jauh lebih mahal,… “ dokter Ridwan
Dan Rendy hanya terdiam kosong mendengarkan dokter, dan dokter terdiam lalu melanjutkan bicara.
“ maaf mas, ini prediksi kami bahwa anak mas Rendy takkan lama bertahan hidup. Hanya dengan Muzijat Allah…. Kita berdoa saja “ dokter Ridwan
Rendy masih terdiam dengan apa yang baru ia dengar, hatinya tercabik-cabik tak kuasa menahan, ia berharap dan terus berharap kelahiran anaknya akan bahagia, namun kenapa setelah kelahiran tiba semua muram dan duka yang mendalam. Ini harus ia terima walaupun berat ia terima. Anak adalah titipan Allah, apapun yang Allah berikan harus diterima dengan ikhlas.
“ ini cobaan bagiku, untuk lebih ikhlas… “ Rendy dengan kesedihannya
“ kami ikut prihatin mas, dan sebaiknya mbak winda harus tau. Mugkin dengan pelan-pelan mbak winda akan terima… “
Rendy menarik nafasnya yang dalam, tak menyangka anaknya cacat dan takkan bertahan lama.
***
Winda sudah bangun dan sudah terlihat membaik, kedua orangtua mereka menghibur winda yang masih ingin bertemu dengan anaknya.
Rendy datang ke ruangan dimana winda dirawat, lalu mendekat ke winda dengan senyuman. Dan orang tua mereka keluar ruangan, ayah sempat menepuk-nepuk bahu Rendy supaya lebih sabar.
Dari raut wajah Rendy, seolah ada sejuta perasaan disana yang sulit aku jabarkan. Ada duka yang mendalam dan aku tau bahwa aku harus terima…
Dia duduk disampingku, dan memeluk tanganku dengan kedua tangannya dengan hangat, lalu mencium keningku.
Aku merasa ada sesuatu yang ingin ia sampaikan padaku, dan aku tau itu adalah sesuatu yang tidak baik. Aku tau itu.
“ mas Rendy, apapun yang terjadi… aku terima mas… “ winda
Sebenarnya apa yang terjadi dengan Anisa, anak kita mas…”
Rendy menarik nafasnya lalu mencium tanganku tak lama ada air yang menetes ditanganku, ia menangis.
“ sayang…” kini suaranya terdengar berat
“ anak kita cacat, dan ia ada kanker diotaknya sehingga kepalanya besar dan tak jelas bentuknya… “ kini ia benar-benar menangis
“ sudah kuduga, anakku cacat… “ winda menangis
Lalu keduanya menangis,….
***
3hari kemudian
Winda sudah membaik, dan anaknya juga boleh dibawa pulang.
Dirumahnya sudah disediakan satu ruangan khusus untuk Anisa, anaknya. Dengan peralatan seperti dirumah sakit. Setiap hati Anisa hanya dengan infuse dan suntikan yang setiap 2jam sekali harus disuntik.
Setiap saat dan setiap hari, winda hanya mengurus Anisa dengan protective. Bahkan setiap saat, kucurahkan segalanya hanya untuk Anisa dengan kasih dan sayang. Anisa adalah cerminan aku. Ia seperti diriku, dijiwaku, takkan pernah hilang. Bentuknya yang tak jelas, aku makin sayang padanya. Ia seperti memberikan matahari, yang menyinari dikala pagi hari. Ia tidak bicara dan tanpa suara, tapi aku aku bisa mendengar hatinya. Ia sedang kesakitan. Seolah ia berkata padaku.
“ mamah, aku sakit, tolong jangan pergi dariku…”
Matanya memberikan arti yang mendalam bagiku, pandangannya yang lemah memberikan aku kekuatan, badannya yang kecil memberikan aku sesuatu akan kuasa Allah, kepalanya yang besar dan lonjong membuat aku semakin sayang padanya. Hari demi hari, kulihat ia memberikan sesuatu yang bermakna bagiku dan bagi suamiku. Ini adalah cobaan yang paling berat buat kami. Anisa memberikan kekuatan dan kelemahan bagi kami. Anisa juga memberikan duka yang mendalam bagi kami dan ia juga memberikan kebahgiaan. Ia seperti cambukkan buat kami, tapi ia seperti perhiasan buat kami, ia seperti peringatan akan kuasa Allah, ia seperti anugerah,… kehadirannya begitu berarti.
Hari demi hari, kondisi tubuhnya semakin membaik. Ketika ia tersenyum tak jelas, adalah kebahagiaan tersendiri buatku dan buat suamiku.
Kami berdua tak menyangka, akan melahirkan seorang anak yang cacat. Ya Allah entah dosa apa kami, dosakah aku atau suamiku hingga mempunyai anak yang tidak kami harapkan.
Anisaku, bukan anak yang kami harapkan, tetapi anisaku memberikan harapan yang besar. Anisaku memberikan kasih dan sayang yang begitu berarti bagiku dan suamiku.
Ketika orang-orang disekitarku, memandang Anisaku selalu air mata untuknya. Ada doa yang mengiringi, ada cinta yang selalu hadir, ada kasih sayang yang tak pernah benhenti untuknya.
Hari demi hari, aku dan suamiku merayakan kebagiaan untuknya, bahwa ia masih hidup, masih bernafas untuk kami.
Hari demi hari, Anisaku memberikan kenangan yang mendalam yang takkan pernah kami lupakan.
Hari demi hari, anisaku tak bersuara dan tak bicara namun hatinya berbicara
‘ mamah… papah… anisa sayang kalian ‘…
Hari demi hari, selalu ada air mata untuknya yang tak berhenti mengalir.
Hari demi hari, selalu ada doa untuknya karena ia menghadirkan doa yang begitu berarti bagiku dan suamiku.
Hingga pada akhirnya perjuangan hidup sudah berakhir, tak ada yang bisa menolak kehendakNya.
99 hari nafasnya memberikan arti bagiku dan suamiku. 99 hari ia bertahan hidup dan kini meninggal diatas pangkuanku, hatiku sedih kehilangannya,
Hanya dengan 99 hari, kehadirannya didunia berjuta-juta arti bagiku, bagi suamiku, bagi orang tuaku, orang tua suamiku,bagi keluarga dan saudaraku, bagi teman-teman terdekat, dan mudah2an bagi kita semua.
***
(Oleh: Dede Damayanti)