“ Pulang dari mana Kang Wir ?.. “ Tanya kakak iparku sama kakak kandungnya yang di Palembang.
“ Dari Pak De Bejo, katanya anaknya suruh dicarikan jodoh…” Jawab Pak De Nawir.
“ Daman Kang ?.. “ Tanya kakak iparku, Mas Dimas.
“ Iyo, katanya dia seneng sama anaknya Pak Wiro, Reni. Teman SMA-nya Daman, tapi kata Pak Wiro. Reni sudah mempunyai pacar dan sebentar lagi akan menikah..
***
Daman yang baru lulus Sarjana Pertanian di Universitas Satia Wacana di Salatiga, akan berencana pulang ke Palembang ke rumah orang tuanya selama 1tahun lebih tidak pulang ke kampong halamannya.
Daman Kecewa ketika mendengar teman yang disukainya, Reni sudah mempunyai pacar dan akan segera menikah. Rupanya dari dulu Daman menyukai Reni diam-diam, tanpa Reni tau.
Orang tua Daman, Pak Bejo dan Ibu Sulastri hanya mempunyai 2 anak, yaitu Mbak Sitoh yang sudah menikah dengan aparat kepolisian di Semarang dan menetap di Semarang dan anak terakhir Daman, anak laki-laki satu-satunya. Pak Bejo ingin putra bungsunya segera menikah dengan wanita yang dicintai Daman. Pak Bejo dan Ibu sulastri juga merasa kecewa ketika Reni wanita yang disukai oleh anakanya sudah mempunyai kekasih bahkan akan segera menikah.
“ Mohon maaf Pak Nawir, Reni sudah mempunyai calon jadi kami sebagai orang tuanya menolak pinangan Daman,… “ Pak Wiro.
“ Iya tidak apa-apa Pak Wiro, saya mengerti…” Pak Nawir.
***
“ Opo gini aja kang, gimana kalo Daman kita jodohkan Sama Liana…” Mas Dimas
“ Emang Daman mau opo ?.. Opo Liana juga mau ?.. “ Tanya Pak De Nawir
“ Ya namanya juga siapa tau.. ya syukur-syukur mereka jodoh…” Mas Dimas tersenyum
“ Iyoyo… coba aja, nanti saya akan bilang sama Pak Bejo.” Pak Nawir balas senyuman adeknya.
Pak Nawir dan Mas Dimas lanjut dengan obrolan lain ditemani kopi hangat dan pisang goreng, yang baru digoreng sama teh Rima.
***
Aku yang baru sampai di mess, sepulang dari kantor tempat kerja yang tidak jauh cukup dengan jalan kaki. Mendengar kabar dari kakak iparku Mas Dimas bahwa ada Pak De Nawir ke Jakarta.
“ besok mas aku pulang ke rumah, sekarang juga udah tanggung…” jawabku
“ iya besok aja, kamu pulang sama saya ke rumah.” Suara Mas Dimas di telpon
“ habis telpon liana pah ?..” Tanya teh Rima
“ iya, tapi katanya sore ini dia gak bisa pulang ke rumah, kemalaman. Besok saya jemput dia aja. Kan udah lama juga gak ketemu sama Kang Nawir “
“ Iya udah satu tahun lebih…. “ Teh Rima.
Keesokan harinya
Saya pulang bareng dengan Mas Dimas, satu sampai 2 jam diperjalanan. Macet dan semerawut. Kondisi jalanan di Ibu Kota setiap hari dan setiap saat seperti itu. Tidak aneh lagi dan sudah menjadi biasa dan kebiasaan.
“ Assalamu’alaikum “ salam aku ucapkan sesampainya dirumah
“ wa’alaikum salam “ Pak Nawir menjawab
“ apa kabar pak de ?... gimana keadaan keluarga di Palembang ?.. Sehat semua Pak De ?..” tanyaku
“ Alhamdulillah baik, semua pada sehat de…” Pak Nawir
Hubunganku dengan keluarga kakak iparku cukup dekat, bahkan jauh lebih dekat jika dibanding dengan keluargaku sendiri. Aku juga ingin menciptakan hubunganku dengan keluarga Mas Dimas dengan baik. Tidak ada masalah. Tidak banyak keluarga, sebagai saudara ipar bisa lebih dekat dengan keluarga kakak iparnya. Tapi aku bisa dekat dengan mereka. Pak Nawir adalah kakak kandung mas Dimas. Aku memanggil Pak Nawir dengan Pak de Nawir, nge pak de in anak2 teh rima, keponakanku.
Pak Nawir, 3 hari lagi akan balik ke Palembang karena tugas sebagai ketua Yayasan, sudah menantinya. Aku gunakan waktu tersebut dengan efektip, sepulang dari kantor aku sengajain pulang bareng dengan Mas Dimas ke rumah Mas Dimas di Tangerang. Malamnya ngumpul bareng-bareng, ngobrol, suasana kekeluargaan begitu dekat.
Tak kuduga, rupanya mereka merencanakan menjodohkan aku dengan seorang pria.
“ Yach, kalo sebatas kenal dan sebagai teman aku sich mau-mau aja, kalo untuk sebagai pacar ataupun suami itu urusan nanti selanjutnya…” jawabku
Teh Rima senang sekali mendengar, kalo aku mau kenalan dengan pria ini. Sudah lama Ibuku dan teteh menginginkan aku segera menikah. Padahal usia sudah 25tahun, belum menikah juga.
Ingin rasanya menikah dan punya anak, tapi memang jodoh, kita tidak bisa menentukan kapan dan dengan siapa, semua tidak bisa kita paksakan sesuai kehendak kita. Saya sering merasa iri sama teman-temanku yang sudah menikah dan mempunyai anak, rasanya bahagia sudah lengkap dech sebagai seorang perempuan. Tapi harus bagaimana kalo jodoh belum ketemu?...
Pemilih kah ?... pernah bertanyaan itu sering terdengar bahkan aku sendiri pernah bertanya pada diriku sendiri. Apakah aku seorang yang pemilih ?.. aku jawab, aku seorang perempuan yang memilih tapi bukan pemilih, walaupun perempuan kondratnya dipilih.
***
Selasa Pagi, Pak Nawir balik ke Palembang. Mas Dimas antar Pak Nawir ke Bandara.
Setelah sampai di Kota Palembang, Pak Nawir ngabarin bahwa sudah sampai di Palembang dengan selamat.
Aku berharap dan terus berharap, sebentar lagi aku akan menemukan jodoh dan segera menikah. Senang rasanya, walaupun sebenarnya aku belum melihat sosok pria yang akan dijodohkan denganku. Ada kebahagiaan tersendiri bagiku, dengan perjodohan ini. Ada rasa cemas, dan khawatir jika pria itu tidak mau denganku ataupun keluarganya tidak menerimaku. Tapi aku anggap enjoy aja, dan pasrah sama Allah jika memang dia jodohku ya akan terus berlanjut dan jika bukanpun hubunganku dengan hubungannya akan baik-baik saja. Ibuku juga sudah tau kabarnya, dan Ibu berharap juga secepatnya menikah.
Satu minggu kemudian…
Aku dapat telpon dari Pak Nawir, kalo Daman sudah sampai di Palembang dan akan ke Kalimantan untuk tugas dinas pertamanya sebagai ahli pertanian disana. Jadi kemungkinan tidak bisa ke Jakarta dan tidak bisa menemuiku di Jakarta. Lantas fotoku sudah dilihat Daman dan orang tuanya, tapi mereka tidak berkomentar apapun.
Ada sedikit kecewa, tapi aku berusaha tegar. Aku bertanya-tanya, apakah aku tidak sesuai dengan kriterianya ?... tapi semakin lama semakin pertanyaan itu menjadikan aku cemas, teteh, mas Dimas dan ibuku juga ikut kecewa. Kenapa urusan penting, seperti perjodohan ini malah pergi dinas ke luar kota ?.. sulit kumengerti.
Ada alas an kenapa aku masih sendiri padahal umurku sudah saatnya menikah, alas an pertama aku seorang yang memilih. Bukan berarti tidak ada pria yang tidak suka denganku, banyak. Alas an kedua aku punya harapan, aku ingin yang mempunyai seorang suamiku adalah orang yang bisa membimbingku di jalan Allah, sebagai imam dan kepala rumah tangga, dia harus bertanggung jawab, dan sebagai sandaran hidup dikala senang dan susah. Karena perempuan itu rapuh dan lemah, maka ia butuh orang yang kuat untuk melindunginya. Bagaimanapun perempuan itu butuh sosok laki-laki dan sekuat apapun itu perempuan tapi tetap laki-laki adalah seorang pemimpin.
Aku sering menolak pria karena mereka tidak sesuai dengan kemauanku, lagi pula wajarkah dengan kemauanku itu ?.. aku tau tidak ada didunia ini yang sempurna, tapi bagaimana kita mencintai seseorang dengan sempurna, betul tak ada yang sempurna tapi paling tidak beriman, bertanggung jawab, dan kasih sayang. Dan jika itu belum ada kenapa harus kita paksakan ?...
Saya selalu percaya, setiap orang itu ada jodohnya. Tunggu waktu dan saatnya karena Allah punya rencana lain untuk kita. Aku pasrah, urusan jodoh, maut dan rezeki Allah yang atur.
Satu minggu berikutnya.......
Ada kabar dari Pak Nawir bahwa Daman meminta no telpon, email, ym, fb, dan twitter aku.
Seneng rasanya, itu artinya aku direspon. Aku berikan semua yang dia minta, untuk kelancaran komunikasi dan supaya saling mengenal dulu.
Aku berharap, Daman meneleponku dan sharing masing-masing. Tapi setelah satu minggu, dua minggu, tiga minggu, satu bulan, dua bulan, dan tiga bulan tidak ada kabar.
Telpon tidak ada, email juga tidak ada masuk darinya, ym juga tidak ada muncul, fb juga tidak ada add, twitter juga enggak di follow. Menunggu dan terus menunggu. Menanti dan terus menanti. Tapi masih belum ada kabar lagi. Aku meberanikan diri telpon ke Pak de Nawir, malu rasanya seorang perempuan yang menanyakan pria, tapi gak apa-apalah daripada aku diliputi rasa cemas dan khawatir. Kalo suka ya lanjut kalo enggak ya udah, sampai disini jadi aku tak berharap-harap lagi.
Pak de Nawir juga tidak bisa menjawab, karena ini interen Daman.
“ Setau Pak de, orang tuanya setuju setuju saja. Mereka menyerahkan semua keputusan pada Daman. Karena Daman sendiri yang mau menjalaninya.. begitu de Liana. Maaf bila selama ini gak ada kabar, pak de juga gak bias berbuat apa-apa lagi.. “ Pak de Nawir.
“ iya ga apa-apa Pak de, aku hanya merasa cemas saja. Kemarin minta no telpon tapi tidak ada telpon..”
Aku Liana.
“ coba besok Pak de kerumah orang tuanya, untuk menanyakan kem…” Pak de Nawir.
Aku potong ucapan Pak de “ enggak usah pak de, biarin aja. Gak apa-apa kok,.. “
Akhirnya Pak de Nawir mengerti karena Pak de nawir juga dipihak aku sebagai perempuan. Tidak baik, walaupun sebenarnya tidak ada salahnya untuk menanyakan kembali. Dizaman sekarang hal seperti ini sudah lumrah, tidak aneh lagi. Tapi aku sebagai perempuan kehormatan dan harga diri seorang perempuan dipertaruhkan. Tidak.
Entah kenapa, dizaman sekarang perjodohan masih saja ada. Tapi bagiku dan bagi keluargaku itu lebih baik daripada pacaran atau mencintai seseorang yang latar belakangnya kurang jelas.
Perasaan menunggu dan menunggu, menanti dan terus mananti. Sampai kapan ?...
Aku terkadang tidak mengerti pada seorang pria. Aku terus bertanya-tanya tentang dia. Perasaan ketidaksukaan dia padaku semakin jelas. Aku tidak direspon. Aku dicuekin. Aku mulai menyadari. Dulu banyak pria yang mendekatiku tapi aku cuekin, aku tak merespon karena aku tidak suka. Kini perasaan itu berbalik arah padaku. Jadi begini rasanya, tak ada jawaban.
Aku teringat pada masa SMA, ini pertama kalinya aku pacaran. Cinta pertama dan ini takkan pernah aku lupakan sampai kapanpun. Mantan pacarku datang jauh dari Kota Ciamis ke Jakarta hanya untuk bertemu denganku. Dia mengatakan padaku, kalo dia sangat merindukanku. Karena dulu aku pacaran long distance, jadi jarang bertemu. Cinta yang menggebu-gebu begitu indah tapi jarak yang jauh memendam rasa rindu dan cinta itu. Yang pada akhirnya lama dan semakin lama, hilang dari hatiku.
Sekarang, akupun menyadari betapa besar cintanya padaku. Tapi aku sia-siakan dia. Penyesalan selalu datang terlambat. Kini dia sudah menikah dengan adek kelasku.
Aku pasrah, perasaan yang kutunggu tak kunjung datang pula. Waktu terus berjalan. Aku kecewa. Ingin rasanya hati ini menjerit. Melampiaskan semua kekecewaanku. Keluargaku mengerti dan memahami perasaanku, maka mereka juga tidak mau membahasnya kembali. Harapanku musnah sudah.
***
Dikamar sepi sendiri, kubuka notebook kecilku, aku connec-in ke internet. Saat kubuka Facebook aku terkejut ketika aku baca nama Daman Hermawan,
‘mungkinkah dia ?..’
Dia add, aku konfirmasi dan memang rupanya dia. Aku buka profile dan semua hal tentangnya. Baru aku tau, ternyata banyak perempuan cantik2 disana yang menjadi temannya, entah fansnya, entah gebetannya, entah apalah… dari statusnya juga dia bukan orang yang biasa, dia orang yang special dihati perempuan. Fotonya juga ada, secara fisik dia perfect, tinggi, atletis, tampan. Aku iri. Hatiku ciut. Minder.
Kata Pak de Nawir, garis keturunan Daman adalah darah biru, sedangkan aku dari keluarga yang pas-pasan. Aku meyakinkan diriku, Daman bukanlah orang yang tepat untukku.
Seluruh keluarga, baik keluargaku dan keluarga mas Dimas juga memahamiku. Kini mereka juga melarang aku untuk berharap lebih dan lebih legowo, dan seandainyapun aku berjodoh dengannya. Ada hal yang tidak baik, secara lahiriah jauh berbeda.
Dan akupun yakin, bahwa Daman tidak menyukaiku, cintaku hanya bertepuk sebelah tangan, cintaku hanya sekilat angin, lalu terbang entah kemana, lalu menghilang.
Kubuat puisi cinta untuknya, special. Ini pertama kalinya aku buat sebuah puisi cinta. Dan aku pasangkan di wall-nya Daman. Aku ungkapkan semua perasaanku padanya, ini pertama kalinya menembak seorang pria yang belum pernah bertemu. Lucu memang. Tapi itulah yang kurasakan. Aku tak berharap lebih padanya hanya ingin dia mengerti. Bahwa ketika cinta tak ada jawaban, kau seperti digantung, berharap yang tak pasti.
Aku menyadari semua kesalahan-kesalahanku, bahwa akupun harus lebih bersikap baik pada laki-laki apalagi yang senang dengan kita sendiri. Disenangi orang sudah sepantasnya kita senang, kenapa harus berbalik arah untuk membencinya ?... tak ada alas an kesana.
Ketimbang aku putus asa karena kesedihanku, lebih baik buka fikiran menjadi lebih positif, aura dan emosi yang positif justru akan membuat kita menjadi lebih menarik. Cinta sejati jika memang sudah saatnya, dia akan hadir tanpa kita duga. Dan kalo sudah jodoh tak akan lari kemana, dia akan datang sendiri padaku, dan meminangku.
*****
(Oleh: Dede Damayanti)