Berita Terbaru:
Home » » # JAM TANGAN #

# JAM TANGAN #

Written By Anonymous on Saturday, March 23, 2013 | 18:30


Ujian sekolah sudah selesai diselenggarakan.

Sebentar lagi lulusan sekolah, tak ada niat untuk melanjutkan kuliah karena terbentur biaya yang mahal dan keluarga kami bukanlah keluarga yang mampu secara financial.

Kakakku yang tinggal di Jakarta mengajakku untuk kerja disana. Untuk sementara tinggal bareng aja di Jakarta dulu sambil ngelamar-ngelamar siapa tau nanti dapat kerjaan, kerja apa aja yang penting halal karena aku tak punya keahlian apapun.

Tapi aku merasa berat untuk meninggalkan kampung halamanku dan bukan hanya itu saja. Ini adalah yang pertama bagiku, aku mempunyai pacar. Aku dan Ervan belum lama pacaran, sekitar 2 minggu jadian kini aku harus pergi ke Jakarta. Rasanya berat untuk meninggalkannya.

Tapi keluargaku tak mengerti, mereka bilang aku harus pergi.

‘mendingan hidup di kerja di kota Rin, daripada dikampung mao ngapain ?..., siapa tau dapat jodoh orang sana…’ mamah

Terhentak mendengar apa yang mamah bilang, ‘mamah pernah pacaran gak sich ?..’ protes batinku.

***

“Ervan,.. aku mau pergi ke Jakarta “ aku tak berani menoleh Ervan yang duduk disebelah kananku.

Dari sudut kanan mataku, terlihat Ervan memandangiku lama. Aku tahu perasaan mungkin tak rela kepergianku.

Aku menoleh kearah pandangannya.” Aku harus pergi,.. “ aku memandangi matanya, dia terus memandangiku.

“kenapa secepat itu,.. kau tau kita baru pacaran… aku tak mau kehilangan kamu..” suaranya memelas, jemarinya memegang tangan kananku.

Ervan adalah cinta pertamaku, aku sudah lama berteman dengannya dari SMP. Aku dan Ervan selisih umur 3 tahun, lebih tua Ervan.

Aku ingat waktu pertama kali kenal dengannya.

Saat itu, telepon rumah berbunyi kencang diruang tamu. Tak ada yang mengangkat. Mamah pergi dan adekku juga lagi pergi.

Aku angkat, diseberang telpon terdengar suara laki-laki.

“halo, assalamu’alakum..”

“wa’alaikum salam “ jawabku

“ apakah benar ini rumah Pak Junaedy ?...” suara laki-laki

“bukan, bapak salah sambung ya..” jawabku jutek, dan ingin segera menutup telpon karena aku lagi sibuk didapur, memasak. Mamah pesen untuk sore ini aku yang masak, mamah malam datangnya.

“eit tunggu dulu, jangan langsung di tutup dong telponnya “ suara laki-laki itu bilang.

“ kan saya sudah bilang salah sambung… “

“ ehmmmm kalo salah yah gak papa dech… mbak boleh nggak kenalan nich..”

‘nich orang gak niat nyari orang, pengen cuman kenalan doing..’ batinku.

“ ehmmm boleh…” jawabku enteng

Aku dan Ervan kenalan, berlanjut sering telpon-telpon berjam-jam. Senang rasanya berbagi cerita walau aku tidak tau diseberang telpon sana seperti apa orangnya. Dari dia cerita sepertinya orangnya cukup menarik. Akhirnya kami memutuskan untuk janjian ketemuan disuatu tempat.

Aku terkejut, saat pertama kali melihat dia. Mungkin sebagian orang kalo ketemuan dengan cowok dikenalan ditelpon atau di facebook atau di twitter atau diapa aja dech… akan kecewa rupanya tidak seperti yang dibayangkan.

Tapi tidak untukku, tidak mengecewakan. Rupanya Ervan memang ganteng, apalagi kalo dia memakai topi, ganteng banget.

Tapi aku jadi minder, dari awal aku tak berharap lebih padanya, just friend. Tapi saat melihat orangnya ada keinginan untuk berharap lebih padanya. Hatiku berdebar-debar. Tapi aku takut malah dia yang kecewa ketika dia melihatku, tak seperti yang dia bayangkan.

“kamu kecewa ngeliat aku tak seperti yang kau bayangkan ?” kataku saat bertemu.

“ enggak kok, kamu manis, putih, lucu, dan menyenangkan. Dan juga selalu setia mendengarkan cerita-ceritaku yang konyol hehehehe…. “ tawanya yang dibarengi tawaku.

Dari pertemuan saat itu, aku dan Ervan tidak langsung pacaran. Kami masih berteman, sering telpon berjam-jam sampai kuping panas,sering ketemuan, sering makan bareng, sering nonton bareng, sering jalan bareng… just friend.

Tak ada kata cinta, tapi hatiku selalu berdebar-debar saat bersamanya. Entah dia memahami atau tidak. Yang jelas aku merasa bahagia berada disampingnya.

SMP berakhir, lanjut SMA. Ervan lulus SMA karna aku dan dia selisih 3 tahun. Dia tidak kuliah ataupun kerja. Padahal orang tuanya kaya. Ibunya sudah meninggal, tinggal bapaknya yang sudah tua tapi masih gagah. Ervan anak bungsu, kakak-kakaknya sudah menikah semua.

Pernah aku diajak maen kerumahnya, pertama dan terakhir bagiku.

Saat dirumahnya, Ervan mengenalkan bapaknya dan kakak-kakaknya. Tidak semua kakaknya tinggal dirumah itu. Cuman kebetulan mereka sedang kumpul maka akupun dikenalkan pada mereka.

Saat itu aku baru tau sebenarnya Ervan menyimpan perasaan padaku, tak kusangka-sangka. Kakaknya iparnya bilang, bahwa Ervan sering membicarakanku padanya. Terharu, jantungku terus berdebar-debar. Senang rasanya. Bahagia terasa.

“ Rina, sudah lama aku ingin mengatakan ini tapi aku tak punya keberanian untuk mengatakkannya. Aku berharap dari sikap-sikapku terhadap kamu, kamu mau mengerti tapi rasanya kurang puas kalo aku tak mengatakannya. Aku senang sama kamu. Maukah kamu menjadi pacarku ?...” Ervan.

Jantungku terus berdebar-debar, 6 tahun kurang aku selalu bersama dia, kemana-mana selalu bareng.

“ Ervan, bagiku kau bukan hanya teman saja, kau sudah kuanggap seperti kakakku sendiri,…  dan aku juga suka sama kamu”

Ervan tak mengatakan apa-apa, dia hanya tersenyum bahagia. Senyuman penuh cinta, akupun begitu.

***

Dering telpon diruang tengah rumah berbunyi. Mamah yang angkat telpon.

Tak lama dia mendekati yang sedang duduk di meja makan.

“ Rin, kakak kamu tadi bilang. Ada lowongan dikantor mas sebagai adm. Mamah sudah setuju. Supaya kamu maju dan tau dunia luar. Sebaiknya kamu pergi kesana jangan cuman dikampung saja. Biar tau pengalaman ...” kini suara mamah lembut. Tidak seperti kemarin-kemarin yang selalu nada-nada tinggi.

“ nanti Rina fikir-fikir lagi dech..” jawabku dengan agak kesal sambil pergi meninggalkan mamah di meja makan lanjut ke kamar.

Perasaanku campur aduk, dari dulu memang punya cita-cita setelah lulus sekolah aku mau kerja. Pengen tau rasanya mencari uang sendiri. Tapi bukan saat ini, saat perasaan bahagia dengan Ervan. Aku tak tahan, aku menangis di telpon saat menelepon Ervan.

“ Rina… lakukan yang terbaik ini ada kesempatan, jangan sia-siakan kesempatan ini. Aku rela kok kamu pergi, nanti aku akan nengok kamu kan kakakku juga di Jakarta. Kita masih bisa ketemuan kok…” Ervan di telpon.

Tangisku mereda, hubunganku jadi long distance. Rasanya berat menjalani hubungan jarak jauh. Tapi Ervan terus membujukku untuk lebih dewasa menyikapi setiap masalah. Itu yang membuat aku jadi semangat. Tapi gak apa-apa yang penting Ervan sering ke Jakarta atau nanti aku yang pulang.

***

Hari Jum’at yang cerah, mamah mau mengantarku ke terminal. Tak lama mobil Ervan datang ke rumah dan akhirnya kita bareng-bareng ke terminal.

Saat di didalam Bis dan mobil belum jalan, mamah terus nyerotos. ‘kamu ntar kalo kamu udah sampe disana, telpon mamah trus kalo ada apa-apa kamu telpon mamah, ntar kalo ada yang nawarin minum dari orang yang tak dikenal jangan mau ya… and bla bla… ‘

“ iya mamah, Rina ngerti..” jawabku

Mamah dan aku saling tatap-tatapan, mamah menoleh kearah Ervan dan mamah ngerti.

“ Mamah turun dulu ya, inget pesen mamah ya…” mamah

“ iya iya mamah… “ jawabku sambil senyum dan dapat balasan senyuman sayang dari mamah.

“Van, tante turun duluan yach… “

“ iya tante..” jawab Ervan

Aku dan Ervan saling pandang dan senyum, kini perasaanku lebih enteng setelah mendapatkan support dari Ervan.

“ Rina..” panggil Ervan dengan mesra

“ iya.. “ jawabku

“ Aku punya hadiah untukmu”

“apatuh?..”

Sebuah kotak kecil berwarna hijau, warna kesukaanku. “bukalah…” Ervan

Aku langsung membuka kotak kecil berwarna hijau muda itu. Isinya sebuah jam tangan stainlis.

“ wah… bagus banget aku suka, makasih ya… “ aku tersenyum padanya

“ kau tau, kenapa jam tangan… “

Aku menggelengkan kepalaku, tanda aku tak tahu.

“ Supaya di jam tangan itu selalu ada bayanganku,…. disetiap detik, setiap saat kau ingat aku….” Pandang Ervan kepadaku, dan aku hanya tersenyum padanya lalu diapun tersenyum padaku.

Mobil bis lekas mau jalan. Ervan dan mamah yang berada dibawah melambaikan tangan mereka ke arahku… aku pun membalasnya.

Disepanjang jalan, aku terus dan terus mamandangi jam yang melilit ditangan kiriku. Ada bayangan Ervan disana, penuh cinta dan penuh kerinduan. Aku berjanji aku takkan pernah lupa akan cinta pertamaku.

***

(Oleh: Dede Damayanti)


Share this post :

Masukkan email untuk berlangganan:

Delivered by Angkringanwarta

 
Ayo kirim tulisanmu ke : angkringan123@gmail.com
Copyright © 2012. AngkringanWarta - All Rights Reserved
Powered by Angkringanwarta