Tawuran antar pelajar, plagiarisme, dan kenakalan remaja masih menyelimuti negeri ini. Nilai-nilai mulia yang terkait pembentukan budi pekerti yang berakar dari kebudayaan dan jati diri bangsa belum terwujud. Tawaran pendidikan berkarakter pun dinilai menjadi solusi dalam membangun moral peserta didik yang lebih baik.
Hal tersebut diungkapkan Mustofa Kamil, Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang (UNIS). Menurutnya, pembangunan karakter harus manjadi dasar dalam proses pendidikan di Indonesia. Sesuai dengan pemikiran Ki Hadjar dewantara, pendidikan budi pekerti tidak boleh dipisahkan dari pendidikan pikiran.
“Penanaman nilai moral menjadi hal penting dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sehingga mampu menghasilkan peserta didik yang bertanggungjawab, kreatif, dan mandiri,” jelasnya dalam acara seminar pendidikan, di kampus UNIS Tangerang (16/5).
Menurutnya, ada enam pilar utama dalam pendidikan berkarakter, yakni kepercayaan, saling menghargai, tanggung jawab, keadilan, kepedulian, dan kewarganegaraan. “peserta didik harus diajarkan nilai-nilai keadilan untuk kemudian memiliki rasa peduli kepada orang lain hingga mampu menjadi warga negara yang turut aktif dalam kehidupan bernegara,” ungkapnya.
Hal tersebut diungkapkan Mustofa Kamil, Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang (UNIS). Menurutnya, pembangunan karakter harus manjadi dasar dalam proses pendidikan di Indonesia. Sesuai dengan pemikiran Ki Hadjar dewantara, pendidikan budi pekerti tidak boleh dipisahkan dari pendidikan pikiran.
“Penanaman nilai moral menjadi hal penting dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sehingga mampu menghasilkan peserta didik yang bertanggungjawab, kreatif, dan mandiri,” jelasnya dalam acara seminar pendidikan, di kampus UNIS Tangerang (16/5).
Menurutnya, ada enam pilar utama dalam pendidikan berkarakter, yakni kepercayaan, saling menghargai, tanggung jawab, keadilan, kepedulian, dan kewarganegaraan. “peserta didik harus diajarkan nilai-nilai keadilan untuk kemudian memiliki rasa peduli kepada orang lain hingga mampu menjadi warga negara yang turut aktif dalam kehidupan bernegara,” ungkapnya.
Senada dengan Kamil, Prima Aditya Jatmika, Wakil Ketua BEM Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan mengatakan, pentingnya pendidikan berkarakter
harus dipahami oleh para praktisi pendidikan. Baginya, pembangunan karakter
yang sesuai dengan pemikiran Ki Hadjar harusnya dijadikan landasan pendidikan
nasional. “Tujuan pendidikan dari Ki Hadjar adalah menciptaan manusia merdeka,
dan penanaman nilai-nilai moral yang nasionalistik menjadi caranya,” imbuhnya.
Menurutnya, pendidikan hari ini justru telah melenceng jauh dari cita-cita pendidikan nasional. Peserta didik dikurung dalam kelas, hingga mereka tidak mendapat waktu yang cukup untuk mengembangkan kreatifitas diluar kelas. “Mereka (peserta didik) selalu dituntut untuk belajar dengan beban, bukan dengan kegembiraan,” tegasnya.
Karena itu ia berharap, dengan penguatan pendidikan berkarakter, peserta didik mampu memenuhi tanggung jawabnya sebagai seorang pelajar. “Seperti kata Soe Hok Gie, pendidikan harus membuat manusia menjadi manusia. Serius belajar dikelas, mendapat waktu untuk bersenang-senang, tapi tidak lupa untuk menjadi warga negara yang aktif dengan mengkritik pemerintah jika berbuat salah,” tutupnya.
(Adit)