OlehEster Pandiangan
Sonya benci Ramadhan! Buat Sonya Ramadhan bukan
bulan penuh berkah seperti yang dikata-katakan orang. Bulan hidayah, bulan
penuh rahmat dan segala tetek-bengek berbau religius lainnya. Sonya tidak
seperti orang kebanyakan yang menanti-nantikan Ramadhan dengan sukacita yang
melimpah. Mungkin karena Sonya bukan orang kebanyakan. Sonya tidak seperti anak
kecil yang senang Ramadhan karena tawaran menu buka puasa yang bikin air liur menetes.
Mungkin karena Sonya bukan anak kecil.
Sonya tidak seperti karyawan atau katakanlah PNS
yang tergirang-girang menyambut Ramadhan karena akan dapat gaji ke 13. Yah,
mungkin karena Sonya bukan PNS yang kerjanya duduk-duduk, walau hampir separuh
waktu kerja Sonya dihabiskan dengan duduk. Tapi setidaknya Sonya benar-benar
mengeluarkan keringat untuk mendapatkan gajinya. Soal halal dan haram toh hanya
beda dua huruf saja.
Sonya benci Ramadhan karena pada masa itu dia
tidak bisa bekerja seperti hari-hari biasa. Seperti bulan Januari, Februari,
Maret, April, Mei, Juni, September, Oktober, Nopember. Kebanyakan Juli
seringnya Agustus dan kadang-kadang September, ketika bulan Ramadhan, bulan
yang katanya suci tapi kutukan buat Sonya.
Apa pasal? Sonya miskin penghasilan di situ.
Yah, buat pekerja yang modalnya ngangkang, pekerjaan Sonya menjadi haram pada
bulan Ramadhan. Padahal entah apa bedanya. Pada bulan yang kata orang Ramadhan
itu, tempat-tempat dimana Sonya mendapat penghasilan ditutup. Tidak boleh
dibuka. Yah, katanya karena bisnis remang-remang, gelap-gelapan jadi haram.
Tapi, ketika bulan Ramadhan selesai, Sonya bisa
bekerja seperti biasa lagi. Bisa ngangkang seperti biasa lagi. Bisa dapat uang
seperti biasa lagi. Pokoknya Sonya bisa bekerja seperti biasa lagi. Titik.
Sonya sebal, penghasilannya selama satu bulan
itu turun. Memang dia tetap menerima setoran bulanan dari laki-laki separuh
baya yang biasa dia panggil Si Papi. Laki-laki dengan bulu memenuhi tubuhnya.
Laki-laki berhidung mancung dengan aroma sabun di lehernya. Laki-laki yang
menjadi pelanggan tetapnya.
Bukan hanya soal uang saja yang membuat Sonya
kesal tetapi kehadiran Si Papi yang akan semakin jarang ketika bulan Ramadhan
tiba. Si Papi bakal lebih banyak menghabiskan waktu bersama keluarganya di
Menteng. Menghadiri buka puasa di sana-sini bersama anak yatim. Memperbanyak
amal ibadah katanya.
Sahur, buka puasa bersama, tarawih dan hal-hal
dengan bau religius lain adalah hal-hal yang tidak mau Sonya pahami. Mungkin
bukan tidak mau tapi Sonya memang tidak memahami. Mungkin bukan tidak memahami
tapi Sonyanya memang tidak bisa memahami.
Sejak kecil Sonya bermusuhan dengan agama. Agama
membuatnya menderita. Ketika dia lahir sebagai nasrani dia disebut aneh karena
punya Tuhan tiga. Bahkan teman-teman menakuti dia dengan mengatakan nantinya
dia akan jadi kayu api di neraka.
Lagi-lagi agama membuatnya menderita kala dia
memutuskan untuk ikut dengan laki-laki yang katanya mencintai dia setengah
mampus. Ternyata Sonya dibohongi! Laki-laki itu sudah beristri dan dia
dipoligami. Sonya benci agama dan agama membenci Sonya. Buktinya ketika dia
jadi lontepun, agama tetap mencecarnya, agama tetap mengejarnya. Menelanjangi
dia sampai ke urat tulang, seakan semua yang dia lakukan adalah tercela.
Sonya benci Ramadhan. Membuat dia jauh dari
hal-hal yang dia sukai. Uang, seks, bisingnya kelab malam, lampu diskotek yang
kerlap-kerlip, aroma minuman keras dan kehadiran Si Papi. Yang keluar cepat
tapi Sonya suka.
“Kamu tahu nggak, tempat kita biasa nge-wine
bareng Si Papi udah tutup lho, padahal ini baru hari apa???”
Suara keras Peggy memecah lamunan Sonya. Nama
sebenarnya Azizah tapi semenjak jadi lonte dia menggantinya menjadi Peggy.
“Mana ada pekcun namanya Azizah?” demikian
komentarnya soal pergantian namanya.
“Hei, kamu dengar nggak?” lengan Peggy yang
basah oleh keringat menyenggol lengan Sonya. Maklum mereka lagi fitness. Untuk
orang-orang dengan profesi tak bermoral seperti mereka wajib memerhatikan
badan.
Fisik itu yang utama. Semua harus tampil
kinclong. Bentuk badan yang aduhai, bohai atau apapun istilahnya yang
menggambarkan lekuk tubuh seksi seorang perempuan. Tidak hanya luluran,
fitness, aeorobik, kegel bahkan sebagian mereka tak segan melakukan
labioplasty, vaginoplasty, piercing—supaya memikat klien, pun mentato organ
intimnya. Seperti Peggy yang mentato kupu-kupu tepat di atas anunya. “Kan cantik…hihihi…”
Peggy tertawa genit.
“Memang puasa kapan sih”
Lagi-lagi Peggy mengusik Sonya.
“Aku nggak tahu, ada yang bilang Kamis, ada yang
bilang Jumat, ada juga yang bilang Sabtu….” jawab Sonya sekenanya.
Dia benar-benar tak mau berdiskusi hari ini. Di
kalangan teman-teman, Peggy memang terkenal suka mengajukan banyak pertanyaan.
Sampai-sampai lawan bicaranya jengah. Karena dia selalu bertanya ini itu ini
itu.
“Walah, kok repot gitu ya? Kok bisa beda-beda
ya? Jadi bener yang mana?” Peggy merepet
seperti knalpot motor tua.
“Yah, kan
beda-beda, Islam itu ada banyak aliran, jadinya menentukan hari pertama puasa
pun berbeda…” kata Sonya lagi.
“Lha, kok bisa gitu ya? Bukannya Islam, ya
Islam?”
“Yah, sama seperti Kristen, ada HKBP,
kharismatik..”
“Kamu kok tahu? Memangnya agamamu apa?”
“Aku nggak beragama. Kamu sendiri?” Sonya balik
bertanya pada Peggy.
“Hihihi…agamaku ini,” Peggy menunjuk alat
kelaminnya, “ini yang bisa ngasih aku makan..” katanya cekakak-cekikik. Mau tak
mau Sonya tersenyum.
“Kamu ini dari tadi ngeliatin tivi, melototin
apa sih? Nggak treadmill-an kamu?”
“Nggak, nanti aja..”
“Nontonin apa?” Peggy penasaran dan ikut
nongkrong di muka tivi.
“Ini sidang isbat…penentuan kapan hari pertama
puasa dimulai..”
“Oh…”
Sonya dan Peggy tidak begitu memahami apa yang
diperdebatkan pria-pria berpeci hitam dan berjas hitam yang tampak di televisi.
Muhammadiyah menolak ikut sidang isbat. Mereka sudah menentukan waktunya
sendiri. Bahkan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsudin sudah
mengeluarkan pernyataan kalau puasa akan dilaksanan 20 Juli 2012. Sedang
kementerian agama, ormas islam masih menunggu penampakan bulan untuk tahu kapan
1 Ramadhan.
“Ribet ya orang-orang yang beragama ini…”
komentar Peggy saat tayangan selesai.
Sonya hanya mendehem. Menyadari gelagat Sonya
yang dari tadi kelihatan tidak bersemangat rasa penasaran Peggy terusik.
“Kamu kenapa sih? Yuk, nge-wine, aku dapat kabar
dari Rosa , ada pub di Kemang yang masih buka,
Nek…”
“Hmm…” jawab Sonya pendek.
“Ih, nggak asyik banget siiiiiiih…” Peggy
manyun, kemudian matanya berbinar, “ajak Si Papi gih…” kata Peggy semangat.
Sonya semakin merengut dan berkata dengan
setengah membentak, “Kamu nggak lihat tadi? Papi sibuk sidang isbat!”
Mendengar jawaban Sonya, Peggy tertawa
cekakak-cekikik seperti kuntilanak di televisi, “Rempong ya bok punya agama…”
Kopaja, Juli 2012
17.07 WIB