Berita Terbaru:
Home » » Populeran Mana: Apakah FPI atau BBM?

Populeran Mana: Apakah FPI atau BBM?

Written By angkringanwarta.com on Tuesday, February 28, 2012 | 15:56

Oleh Dede Supriyatna*

Entah secara kebetulan saja, hadirnya secara tiba-tiba atau memang ada yang menciptakannya? Sebab, apabila menyakini hukum kausalitas (sebab akibat). Sebuah hukum yang menyebutkan, bahwa adanya segala sesuatu tak mungkin begitu saja nongol, melainkan ada sesuatu yang menjadi penyebabnya.

Jika mencari apa penyebabnya, nanti disebut berburuk sangka. Lebih buruk lagi dikata pencemaran nama baik. Lagian betul juga, bahwa berburuk sangka merupakan hal yang tak baik. Perihal penyebabnya sudah ada petugas sendiri yang bertugas untuk urusan tersebut.

Maka untuk itu, pada catatan ini, hanya duplikat dari sebuah obrolan kala nongkrong bertemankan kopi hitam. Dan memang secara kebetulan juga, dalam obrolan tersebut tak tersaji siapa yang menjadi kambing hitam dari pembubaran Front Pembela Islam (FPI)?

Berbicara tentang pembubaran FPI sekarang-sekarang ini, sebenarnya sudah ada sejak 1 Juni 2008. Mungkin kenangan selama kurang lebih 4 tahun silam belum benar-benar lepas dari ingatan, terutama bagi mereka yang memiliki daya ingat yang tajam bagaimana peristiwa itu terjadi.

Dikisahkan pada tahun itu, terjadi sebuah tragedi di Monumen Nasional (Monas) yang berdampak pada Pembubaran FPI. Pembubaran terhadap FPI akhirnya begitu ramai, terutama kala beberapa media ikut mendukung keramaian FPI dengan cara menjadikannya sebagai berita diangkat secara khusus dan ditempatkan secara spesial, yakni di halaman terdepan.

Dengan masuknya di halaman depan tentunya akan menyingkirkan berita lainya untuk beralih posisi. Dan tentunya para media telah mempunyai pertimbangan-pertimbangan menjadikan berita tersebut diletakan di halaman khusus.

Dan media cukup berhasil melakukan tugas dengan baik dari mewartakan sebuah peristiwa yang terjadi di Monas hingga masyarakatpun menyambut dengan asumsi-asumsi terkait kasus di Monas. Pada hari tanggal itu juga, selain terjadi tragedi bertepatan dengan hari Pancasila, terdapat sebuah catatan juga, yakni terdapat perihal kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).

Setelah BBM berhasil naik dan tak lama kemudian diikuti FPI redup dan kian lama menghilang. FPI telah kehilangan daya tarik untuk menjadi pembahasan. Pokoknya FPI sudah tak menarik untuk dibahas, apakah FPI bubar atau tidak, tak lagi menjadi berita yang menghiasi media-media cetak, begitupula obrolan di masyarakat.

Dan kini FPI sepertinya ingin kembali disapa? FPI begitu ramai dibahas hingga kembali menyimpulkan apakah FPI harus bubar atau tidak? Beberapa kalangan masyarakat mulai terpecah-pecah menjadi dua kubu, kehadiran masyarakat kian menjadikan FPI begitu populer atau masyarakat ingin seperti FPI yang populer.

Kehadiran FPI yang menjadi teramat-amat populer hingga mengalahkan kepopuleran SBY yang menaikkan harga BBM. Berita SBY yang menaikkan BBM tak lagi disambut, minimal dengan aksi pro atau kontral layaknya pembubaran FPI. Sepertinya BBM tak menjadi menarik untuk disikapi masyarakat.

Masyarakat lebih tertarik pada ormas yang bernama FPI dengan cara membentuk tim dan melakukan aksi untuk mendukung atau menolak FPI (lihat Pro dan Kontra Pembubaran FPI). Apa yang menjadi penyebabnya, mungkin untuk dua isu sekaligus masyarakat belum begitu sanggup untuk menakap dua isu yang serentak antara BBM dan pembubaran FPI, atau mungkin saja benar adanya, bahwa SBY kalah populer dibandingakan dengan ketua FPI. Makanya SBY kurang menarik.

Lantas kenapa SBY kurang menarik? Sedangkan FPI begitu menarik. Dengan kejadian yang demikian, apakah SBY sebagai orang nomor satu di Indonesia tak malu dengan keberadaannya yang masih kalah jauh populernya dengan Ketua FPI? Atau mungkin perihal kenaikan BBM, SBY sengaja mengalah terhadap FPI?

Jika saja, pembubaran FPI yang sudah lama dicanangkan telah terjadi. Tentunya SBY tak ada pesaing lagi dalam perihal kepupulerannya, mengenainya bisa dijamin. Tapi, selaku Presiden, SBY harus bersikap adil dalam pembagian kepupulerannya atau membagi-bagi perihal populer. Seandainya hanya dia yang populer, bisa gawat. Maka untuk itu, perlu adanya sesuatu agar bisa adil.

Tapi, terlepas dari adil atau tidak adilnya. Sudah dikatakan sebelumnya, untuk selalu berbaik sangka. Maka mungkin benar adanya, yakni semuanya serba kebetulan. Sebuah kebetulan, bahwa sudah dua kali kenaikan BBM berdampingan dengan kasus pembubaran FPI.

*Catatan ini hanya sebagai pengulang dari catatan yang terjadi di warung kopi.


Share this post :

Masukkan email untuk berlangganan:

Delivered by Angkringanwarta

 
Ayo kirim tulisanmu ke : angkringan123@gmail.com
Copyright © 2012. AngkringanWarta - All Rights Reserved
Powered by Angkringanwarta