Berita Terbaru:
Home » » Nonton "Jagal" di HMB Jakarta

Nonton "Jagal" di HMB Jakarta

Written By angkringanwarta.com on Sunday, January 06, 2013 | 20:09

Akhirnya impian nonton film “Jagal” atau ”The Act of Killing” terwujud juga kemarin (5/1/12) malam, di Aula Himpunan Mahasiswa Banten (HMB) Jakarta, karena kita tahu hampir semua bertanya-tanya, bagaimana bisa menonton film ini? kapan dan diputar di mana? Sementara pihak pembuatnya belum bisa memastikan.

Mungkin sebelum nonton film ini, kita bisa mebayangkan bahwa apa yg di tonton nanti merupakan tandingan dari film G30S/PKI 1965 versi pemerintah. Ternyata tidak, film tersebut menampilkan kesadaran seorang Algojo atau lebih tepatnya preman bioskop bernama Anwar Congo yang menceritakan dan mereka ulang bagaimana menghabisi nyawa orang-orang PKI tanpa merasa bersalah.

Film berdurasi 158 menit itu menceritakan tentang bagaimana para pembunuh massal, bukan hanya bisa berbangga mengenai bagaimana mereka membunuh orang-orang PKI dengan rincian secara mengerikan, tetapi juga bagaimana perbuatan yang digolongkan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan itu justru oleh publik, dianggap sebagai sebuah perbuatan heroik.

“Saya menghabisi orang-orang PKI dengan gembira,” kata Anwar dalam sebuah adegan. Dalam adegannya, ia terlihat naik mobil terbuka menyusuri jalan-jalan di Medan bersama rekan sesama algojo ’65. Ia bernostalgia ke tempat-tempat di mana ia pernah menyembelih banyak warga keturunan Tionghoa. “Setiap ketemu orang keturunan China, langsung saya tikam,” katanya.

Film ini bisa membuat siapa saja terperangah. Ada heroisme di situ. Anwar menegaskan bahwa dengan melakukan tindakan tersebut dirinya dianggap penyelamat bangsa. Anwar yang dalam film terlihat brutal, secara diam-diam terlihat mengalami pergolakan batin tentang apa yang diperbuatnya.

Mungkin sebagian dari kita bertanya-tanya mengapa orang-orang ini mau terbuka dan terus terang tentang kejahatan yang mereka lakukan?

Dalam cerita sang Algojo, ia tak melihat pembunuhan yang dilakukan dulu sebagai kejahatan. Sama halnya dengan adegan seorang anggota Pemuda Pancasila yang dulu memperkosa anggota Gerwani yang muda-muda sama sekali tidak merasa bersalah. Bahkan dianggap sebagai “surga dunia” rasanya bila bisa mendapat wanita yang berumur 14 tahun.

Disepanjang film tersebut, Anwar ada kalanya seperti menyesali perbuatannya. Rasa heroik dan bersalah bersitegang di dalam diri mantan algojo tersebut.

Pada awalnya pembuatan film ini untuk kepentingan studi sang sutradara, Joshua Oppenheim dalam menyelesaikan program doctor di bidang seni, University of Art London, Inggris. Karena merasa ada orang yang memberikan perhatian mempelajari sejarah bangsa Indonesia, dan mendokumentasikan perjalanan hidupnya, Anwar Congo tertarik untuk membantu Joshua terlebih Anwar dijadikan pemeran utama dalam film ini.

Saat menonton film ini sangat terasa apa yang ingin disampaikan. Konon katanya saat The Act of Killing diputar di Festival Film Toronto. Pers Barat menyebut film itu mengerikan dan mengguncang batin. Itu karena Anwar tampak bangga dengan tindakannya.

Terakhir, film ini memberikan kita masukan mendalam untuk melihat sejarah 1965 secara garis besar dan bukan dilihat secara hitam-putih saja, namun film ini membawa kita ke tataran paling personal tentang dampak panjang yang dihasilkan oleh kekerasan massal terhadap hidup dan kejiwaan masing-masing orang dalam masyarakat Indonesia, sampai sekarang. Rasanya film ini wajib untuk di tonton masyarakat Indonesia.


(Jong)



Share this post :

Masukkan email untuk berlangganan:

Delivered by Angkringanwarta

 
Ayo kirim tulisanmu ke : angkringan123@gmail.com
Copyright © 2012. AngkringanWarta - All Rights Reserved
Powered by Angkringanwarta