Berita Terbaru:
Home » » Soal Pembantaian Komunis, SBY Bukan Gus Dur

Soal Pembantaian Komunis, SBY Bukan Gus Dur

Written By angkringanwarta.com on Wednesday, November 13, 2013 | 07:10

Oleh @AyodiaKelana 

Belum usai pengusutan siapa yang bertanggungjawab atas  pembantai massa yang dianggap sebagai komunis, cerita terkait pembantain telah banyak bermunculan. Belum lama ini, Joshua Oppenheimer membuat film 'The Act of Killing' yang mengisahkan tentang pembantaian terhadap komunis.

Dan memang belum lengkang permohonan maaf Abdurrahman Wahid (Gus Dur) atas keteribatan warga NUdalam pembunuhan massal. Sebagai bentuk permohonan maaf, Gus Dur mendapat kecaman atas niatnya mencabut Tap MPR TAP MPRS XXV Tahun 1966. 

Setidaknya keberanian Gus Dur perlu diacungi jempol

Akibat TAP itu pula, bertahun-tahun anak-cucu korban politik politik hidup dalam kegelapan tanpa nasib, terasing (aliens) di negeranya sendiri.

Apakah nasib sedih anak-anak ini mendapat perhatian presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) atau jangan-jangan malah menambah duka yang tak berkesudahan. (Ini tentunya bukan hanya soal maaf-memaafkan).

Sayang, SBY bukan seorang Gus Dur atas rasa bersalahnya memohon permohonan maaf. Jika ada yang lebih dari kata maaf, mungkin Gus Dur dengn suka rela melakukannya

Bagaimana mungkin saat guncang-guncing penelusuran PKI, tuntutan terhadap kejahatan HAM, rencana Gus Dur mencabut surat menguap atau sengaja dilupakan muncul pengakatan gelar pahlawan nasional pada Sarwo Edhie Wibowo oleh menantunya, yakni SBY.

Entah apa yang menjadi pertimbangan SBY? Namun, jelas-jelas keputusan SBY menyetujui usulan adik iparnya, Pramono Edhie untuk menjadikan sang ayah sebagai pahlawan membuat sejumlah publik panik picu tanya-tanya.

Adakah Sedikit rasa yang menjadi pertimbangan bagaimana mungkin seorang yang seharusnya memohon maaf ikut bertanggungjawab atas perbuatan  mertua yang telah melayangnya nyawa malah rakyat Indonesia malah dijadiakan sebagai pahalwan (tak perlu soal duka-dukaan).

Sangat jelas tertera dalam catatan Seorang Wartawan senior Sinar Harapan, Hendro Subroto yang dibukukan 'Perjalanan Seorang Wartawan Perang' dilukiskan sikap Sarwo Edhie dalam menindak mereka yang dianggap komunis.

Bukanya mendamaikan, ayah dari istri SBY ini malah memprovokasi agar rakyat berani melawan PKI. "Jika dibayar Rp 10 juta saja kalian tidak mau dipotong lehernya, jangan berikan leher kalian secara gratis pada PKI. Kalian lawan PKI. Jika kalian takut, ABRI berada di belakang kalian. Jika kalian merasa tidak mampu, ABRI bersedia melatih," kata Sarwo disambut sorak sorai massa.

Selai pembantaian tak ada kisah heroik dari Sorwo Edhie yang memang layak disematkan pahlawan. Jika keluarga Cikeas ngotot silakan saja Sarwo Edhie menjadi pahlawan versi SBY. Tapi, tidak bagi mereka yang menolak dan sangat mungkin bagi mereka yang terkurung dalam kegelapan.

Penolakan sangat jelas-jelas. Bahkan muncul sebuah petisi yang hingga kini telah mencapai 605 pendukung (silakan lihat https://www.change.org/petitions/the-president-of-indonesia-don-t-make-sarwo-edhie-a-hero)



Share this post :

Masukkan email untuk berlangganan:

Delivered by Angkringanwarta

 
Ayo kirim tulisanmu ke : angkringan123@gmail.com
Copyright © 2012. AngkringanWarta - All Rights Reserved
Powered by Angkringanwarta