Apalagi, sejarah Indonesia telah mencatat peran mahasiswa
dalam memperjuangkan terciptanya demokrasi. Karena itu, mahasiswa pun mendapat
label agen perubahan.
Terlepas soal agen perubahan, yang terbesit pertanyaan benarkan
sebuah akedemisi (Kampus), termasuk mahasiswanya benar-benar melakukan cara
dialog dalam sebuah permasalahannya? Jika benar demikian adanya, lalu bagaimana
dengan peristiwa pemungkulan terhadap salah satu reporter Didaktika.
Adapun kronologi kasus tersebut, Peristiwa itu tesebut
terjadia, pada Jumat (23/8) sekitar pukul 12.00 WIB, Lembaga Pers Mahasiswa
(LPM) Didaktika Universitas Negeri Jakarta (UNJ) didatangi lima orang lelaki
yang mengaku Mahasiswa Fakultas Ilmu Keolahragaan.
Mereka mendatangi guna menyampaikan keberatan atas
pemberitaan di buletin Warta MPA 2013 Edisi IV artikel MPA, Riwayatmu Kini yang
ditulis oleh reporter Didaktika Chairul Anwar. Keberatan yang diajukan adalah
seputar kasus perkelahian yang terjadi antara mahasiswa baru Fakultas Ilmu
Keolahragaan (FIK) dengan mahasiswa Fakultas Ekonomi (FE) yang dimuat
Didaktika.
Menurut lima mahasiswa FIK itu, artikel tersebut ditulis
dengan sangat subyektif. Mereka meragukan kebenaran prosedur kerja jurnalistik
yang dilakukan oleh LPM Didaktika. Penulis, artikel, bukti-bukti wawancara
hingga dokumentasi rapat proyeksi tema pun mereka minta untuk dihadirkan saat
itu juga. Padahal, menyoal dokumentasi rapat proyeksi merupakan domain pribadi
LPM Didaktika. Meski Kami pada akhirnya memberikan dokumentasi tersebut.
Dialog pun tetap berlanjut tanpa menemui titik temu karena
tawaran untuk membuat Hak Jawab dan pemberitaan ulang dari Didaktika tidak
diterima. Mereka pun menawarkan jalan penyelesaian sendiri, dengan mengajak
Pemimpin Umum Didaktika Satriono Priyo Utomo untuk berkelahi di depan Gedung G.
Hingga Chairul Anwar datang, tiba-tiba mahasiswa tersebut yang sudah menunggu
Chairul Anwar untuk dihadirkan, tiba-tiba begitu saja menyerang Chairul Anwar
dan memukulinya beramai-ramai. Pemukulan pun terus terjadi, hingga pada
akhirnya kawan-kawan Didaktika dibantu kawan-kawan unit lainnya berhasil
menenangkan mahasiswa FIK yang menyerang Chairul Anwar tersebut.
Setelah dipisahkan oleh beberapa pihak, lima mahasiswa FIK
itu pun meninggalkan Sekretariat Didaktika dengan meninggalkan ultimatum yang
disampaikan secara lisan, “kami menunggu permintaan maaf Didaktika dalam 24 jam. Bila tidak dilakukan, Sekretariat
Didaktika akan kami bakar!”
Kejadian seperti ini tentu kami sangat sesalkan dan tidak
dapat diterima. Di lingkungan Perguruan Tinggi yang seharusnya mengedepankan
cara-cara intelektual dalam menyelesaikan permasalahan, justru menjunjung
tinggi tindak kekerasan dalam menyelesaikan masalah.
Hal tersebut tentu saja mencoreng nama mahasiswa tersebut
dan lembaga yang menaunginya, yakni Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Terlebih
yang menjadi korban Chairul Anwar sendiri yang sampai hari ini mengeluhkan
sakit di bagian dada dan kepala akibat pemukulan tersebut.
Kejadian ini sekali lagi patut kita resahkan dan ke depannya
tentu jangan sampai terulang kembali tindak pemukulan ini. Atas kejadian ini
kami akhirnya datang ke ruangan Pembantu Rektorat bidang Kemahasiswaan. Namun
kami tidak dapat menemui Pembatu Rektor III, karena saat itu Jumat (23/8),
memang tidak sedang berada di tempat. Pertemuan kami dengan Pembatu Rektor III
bermaksud melaporkan bahwa ada tindakan pemukulan terhadap anggota Didaktika.
Di ruang sekretaris PR III, secara tidak sengaja kami
bertemu dengan mahasiswa FIK-yang sebelumnya sudah datang ke Didaktika dan
melakukan pemukulan-dengan Ketua Masa Pengenalan Akademik (MPA) UNJ. Mereka
mengajak kami untuk masuk dan berdialog dengan staf PR III dan Kepala Bagian
Kemahasiswaan. Awalnya kami menolak, dan hanya mau masuk bila PR III sudah
datang. Namun mereka tetap mengajak dan kami pun berdialog di ruangan PR III
bersama stafnya dan juga beberapa mahasiswa, sembari menunggu kedatangan
Pembantu Rektor III.
Dalam dialog tersebut staf PR III malah menyudutkan kami
menyoal pilihan untuk membuat Hak Jawab yang ditawarkan oleh LPM Didaktika
kepada pihak yang keberatan atas pemberitaan tersebut. Karena menurut staf PR III dan seisi ruangan tersebut,anggota
Didaktika bukan seorang jurnalis (meski Didaktika melakukan kerja-kerja
jurnalistik), melainkan mahasiswa UNJ. Dan seolah membenarkan cara-cara kekerasan
yang dilakukan beberapa oknum mahasiswa. Menurut salah satu staf tersebut,
“Didaktika bisa menyelesaikan lewat kata-kata, tapi bagi mahasiswa yang
sehari-hari dilatih fisik tentu tidak bisa. Jadi pakai jalan sendiri.”
Forum pun berjalan lebih dari satu jam, menghasilkan
keputusan bahwa LPM Didaktika bersedia untuk memberikan klarifikasi atau Hak
Jawab terhadap pemberitaan yang dikeluhkan pihak FIK tersebut. Juga menawarkan
pemberitaan ulang. Karena Didaktika mengakui ada kesalahan prosedur jurnalistik
di dalamnya. Namun, kejadian pemukulan yang menimpa anggota Didaktika malah
menguap begitu saja.
Akhirnya, forum berakhir dengan beberapa konklusi yaitu:
Mahasiswa FIK
meminta Didaktika meminta maaf secara
lisan saat itu kepada mereka.
Mahasiswa FIK
meminta Didaktika meminta maaf kepada Dekanat FIK dan seluruh mahasiswa FIK.
Sabtu (24/8)
Didaktika diminta menghadap PD III FIK untuk meminta maaf didampingi oleh Kabag
Kemahasiswaan Uded Darussalam.
Didaktika memuat
permintaan maaf yang tertuju pada Mahasiswa FIK dan Panitia MPA di bulletin
Warta MPA.
Panitia MPA
meminta kami mengubah judul bulletin Warta MPA. Agar tidak menggunakan nama itu
sebab memberi kesan bahwa kami adalah bagian Humas dari panitia.
Untuk itu, Didaktika besok (24/8) akan kembali mengadakan
pertemuan dengan Pembantu Dekan III FIK, Kabag Kemahasiswaan dan sejumlah
mahasiswa yang tadi terlibat dalam pemukulan dan yang mengajukan keberatan
terhadap isi pemberitaan Didaktika. Kami bertujuan untuk kembali mengungkapkan
masalah pemukulan yang terjadi namun tidak sempat terbahas di forum yang
digelar di rektorat.
Kembali kepada Keberatan yang mereka ajukan atas pemberitaan
Didaktika tentu kami menerimanya. Sebab, dalam prosedur jurnalistik, cara
menyampaikan keberatan diatur dalam Peraturan Dewan Pers Nomor
9/Peraturan-DP/X/2008 tentang Pedoman Hak Jawab. Hak jawab mesti diajukan dalam
bentuk tertulis.
Dalam lampiran Peraturan Dewan Pers Nomor
9/Peraturan-DP/X/2008 tertulis bahwa Hak
Jawab berfungsi untuk:
Memenuhi hak
masyarakat atas pemberitaan yang akurat
Menghargai
martabat dan kehormatan orang yang merasa dirugikan akibat pemberitaan pers
Mencegah atau
mengrangi munculnya kerugian yang lebih besar bagi masyarakat dan pers
Bentuk pengawasan
masyarakat terhadap pers
Setelah pertemuan di Rektrorat selesai, kami menghubungi
dosen pembimbing Jimmy Ph. Paat kemudian berencana akan menemui PR III saat
penutupan MPA (24/8) sebelum menemui PD III FIK. Sambil terus mengerjakan Warta
MPA 2013, Chairul Anwar melapor ke polisi kemudian melakukan visum ke RS
Persahabatan ditemani Yogo Harsaid dan Indra Gunawan.
Saat pagi tiba, kami kedatangan mantan dosen pembimbing
Didaktika Lodewyk F. Paat. Kemudian atas hasil pembicaraan dengan beliau, kami
memutuskan untuk tidak menemui Pembantu Dekan III FIK di Kampus B, dengan
pertimbangan tidak ada jaminan keamanan bagi kami.
Kami melanggar perjanjian tersebut atas asumsi dasar pihak
yang akan ditemui disana bukan orang baik-baik, selalu menanggapi masalah
dengan kekerasan. Sebab, saat pertemuan di Rektorat berlangsung, satu oknum
mahasiswa FIK senantiasa melempari PU Didaktika Satriono Priyo Utomo dengan
makanan yang disediakan disana, apabila mengeluarkan pendapat yang tidak mereka
sukai.
Sementara kami bercengkrama dengan Lodewyk F. Paat, Kabag
Kemahasiswaan Uded Darussalam beberapa kali menghubungi Satrio via telepon. Ia
mengingatkan Didaktika untuk segera datang ke Kampus B karena ada agenda yang
sudah disepakati. Namun, sekali lagi keamanan kami tidak terjamin.
Uded Darussalam mengatakan bisa menjamin keselamatan kami,
tetapi ia tidak mau permasalahan ini tidak ingin diselesaikan secara
struktural. Dalihnya, PR III sudah
memberikan mandat kepadanya untuk menyelesaikan permasalahan ini. Ia juga
memberitahukan kepada kami bahwa di depan Gedung Serba Guna (GSG) Kampus B,
sudah dipasang sebuah spanduk oleh mahasiswa FIK bertuliskan: DIDAKTIKA UNJ,
BUBARKAN! HANYA MENIMBULKAN PERPECAHAN. #MAHASISWA GARIS KERAS FIK
Maka, kami memutuskan diri untuk segera mengungsi dengan
membawa beberapa barang-barang serta arsip Didaktika ke tempat yang dianggap
aman, hingga keadaan kembali kondusif. Rencana pertemuan dengan PR III dan
Rektor Senin (26/7) sedang diusahakan.
Melalui release ini kami hanya menyampaikan info penyesalan
mengapa kekerasan diambil sebagai sebuah jalan penyelesaian. Dan pemberitahuan
ini tidak bermaksud merugikan pihak mana pun. Karena pemberitahuan ini dibuat
sebagaimana mestinya, sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Serta bermaksud
sebagai informasi.