Berita Terbaru:
Home » » Taufik Adam Minstrel

Taufik Adam Minstrel

Written By angkringanwarta.com on Saturday, December 07, 2013 | 03:58

present "BEYOND THE SACRED"

BEYOND THE SACRED adalah sebuah ikhtiar untuk merefleksikan pengalaman “tunawisma identitas” (homeless of identitiy) masyarakat posmodern melalui tenunan komposisi musik berbusana hibrid.

Era posmodern yang ditandai oleh meluapnya pasar bebas identitas telah mengakibatkan “ketidakamanan ontologis” (ontological insecurity) dan “ketidakpastian eksistensial” (existential uncertainty) dalam diri manusia kontemporer baik secara individu maupun kolektif.

Dalam situasi ini, individu atau komunitas cenderung membentuk suatu ruang politik (political space) untuk mengatasi “kegelisahan eksistensial” (existential anxiety) yang diakibatkan oleh perasaan “ketidakberumahan” (homelessnes)―sebuah pengalaman yang ditandai oleh ketidakpastian dan diskontinuitas.

Pengalaman ini seringkali memotivasi orang untuk mencari penegasan kembali (reaffirmation) dan menemukan ceruk lokal demi meraih keselamatan, keamanan dan kepastian. Kebutuhan menyusun ulang identitas yang tergoncang arus perubahan sosial-kultural ini mendorong masyarakat posmodern untuk kembali pada identitas utama dengan cara merestorasi materi-materi tradisional sebagai suatu upaya membangun makna alternatif dan dunia kamunal baru yang berada di luar batas-batas tatanan dunia global.

Dalam konteks ini, tradisi acap kali diposisikan sebagai penanda identitas utama yang dijadikan sebagai “rumah” (home) tempat bernaung dalam masa perubahan yang cepat dan masa depan yang serba tidak menentu. Kategori “rumah” sebagai benteng kepastian dan keamanan dapat ditemukan dalam kemampuannya untuk menghubungkan lingkungan material secara bersamaan dengan seperangkat makna emosional yang berkaitan dengan kepermanenan dan kesinambungan.

Kesejahteraan psikologis (psychological well-being) dapat dipertahankan ketika rumah mampu menyediakan sebuah situs kepermanenan dalam lingkungan sosial dan material. Metafora rumah ini merujuk pada domain di mana orang merasa benar-benar memegang kendali atas kehidupannya karena merasa bebas dari tekanan sosial yang merupakan bagian dari dunia kontemporer.

Rumah, dengan kata lain, adalah basis keamanan di mana identitas dibangun. Alhasil, tradisi kerap dibayangkan sebagai ‘situs keramat’ yang menyediakan obat mujarab untuk memulihkan identitas imajiner yang telah retak berkeping-keping akibat epidemi budaya posmodern. Tradisi pun disakralisasi sedemikian rupa sehingga setiap upaya untuk melekatkannya dengan elemen-elemen kebaruan dianggap sebagai bid’ah dan pelanggaran adat yang memerkosa identitas primordial dan kemurnian masa silam.

Meskipun demikian, ketidakpastian yang dihasilkan oleh jagat posmodern tidak melulu menjadi pengalaman negatif. Bagi sebagian orang, pengalaman ketidakpastian dapat membuka ruang baru untuk melakukan tindakan, petualangan, dan eksplorasi atas hal-hal yang tidak diketahui sebelumnya.

Ketidakpastian juga kerap menciptakan momen perceraian definitif dari dogma-dogma tradisional dan ideologi-ideologi institusional yang memasung dan membatasi identitas diri (self-identity) pada masa lalu. Salah satu jalan yang ditempuh individu atau komunitas dalam menyusuri petualangan baru itu adalah dengan cara mengembangkan “identitas hibrid” (hybrid identity)―separuh identitas mereka berakar pada budaya lokal dan separuh lainnya mengacu pada budaya global.

Lebih dari itu, pengembangan budaya hibrid itu kerap memicu kemunculan pola-pola budaya yang tidak sekedar merepresentasikan kehadiran dua praktik kultural yang otentik dan orisinal untuk membentuk variasi bikulturalisme. Sebaliknya, proses hibridisasi ini cenderung merambah praktik kultural “ruang ketiga” (third space) yang kompleks dan ambivalen, di mana struktur otoritas baru menarik manusia posmodern kepada narasi-narasi identitas yang berbeda. Dengan kata lain, perasaan “ketidakberumahan” yang dialami telah mendorong mereka untuk membangun sebuah “rumah” yang berbeda dengan rumah semula. Rumah itu bukan lagi rumah primordial, melainkan rumah baru yang disusun dari bongkahan-bongkahan identitas yang berbeda.

BEYOND THE SACRED adalah suatu upaya untuk menerjemahkan sikap manusia posmodern yang kedua melalui tenunan komposisi musik berbusana hibrid. Komposisi ini hendak menegaskan bahwa apa yang disebut tradisi pada dasarnya merupakan “struktur-struktur perasaan” (structures of feeling) yang dikonstruksi dalam kondisi-kondisi material-historis yang spesifik dan partikular sehingga tidak mungkin dibayangkan sebagai sebuah entitas yang sakral, homogen dan permanen. Tradisi bukanlah korpus tertutup yang steril dari elemen-elemen di luar dirinya, ia senantiasa diselinapi oleh “jejak yang lain” (the trace of the other), sebuah jejak yang seringkali ditampik oleh suatu tradisi atas nama “otentisitas”―suatu istilah yang begitu sulit didefinisikan lantaran berasal dari seperangkat nilai dan selera kultural tertentu yang kemudian digunakan sebagai idiom untuk melegitimasi imajinasi romantik tentang kejayaan masa lalu dan dekadensi masa kini.

Tradisi sebagai penanda identitas yang dikonstruksi dalam momen historis tertentu sesungguhnya tidak bersifat stabil, melainkan senantiasa bergerak secara berkesinambungan dalam “proses menjadi” (process of being). Alhasil, identitas tradisi tidak pernah dapat kembali sepenuhnya kepada sejarah asali dan imaji kesuciannya, karena “It is not a fixed origin to which we can make some final an absolute Return… It is always constructed through memory, fantasy, narrative and myth.” Tradisi, dengan demikian, selalu terbuka pada artikulasi dan re-artikulasi, karena penutupan rumah identitas tradisi hanyalah bersifat arbitrer dan kontingen, tidak natural dan permanen.

Kendati demikian, BEYOND THE SACRED bukanlah moratorium atas tradisi, melainkan suatu ikhtiar untuk menyapa tradisi dalam cahaya kekinian dan kedisinian. Tradisi, bagaimanapun, merupakan modal kultural-simbolik yang berasal dari masa silam dan senantiasa hadir dalam memori kolektif kita, ia adalah prasyarat ontologis kekinian kita yang tidak mungkin dinafikan. Tradisi adalah jejek-jejak Realitas yang mewahyukan diri kepada kita untuk dibaca, ditafsir, dan dimaknai secara terus-menerus sesuai dengan orbit ruang dan waktu yang mengelilingi galaksi kehidupan kita. BEYOND THE SACRED adalah sebuah ikhtiar untuk mengingatkan kembali nomad-nomad pengidola kebaruan yang eksentrik dan enklaf-enklaf pemuja kemurnian yang asketik tentang “syarat-syarat kemungkinan” (the condition of possibility) tradisi, yakni daya cipta dan kreativitas, sambil menyadari bahwa setiap karya artistik-intelektual kemanusiaan tidak pernah menyembul secara creatio ex nihilio.

BEYOND THE SACRED adalah sebuah dialog―bukan monolog―kultural-artistik yang dipentaskan untuk merefleksikan pengalaman “tunawisma identitas” masyarakat posmodern melalui tenunan komposisi musik berbusana hibrid



Share this post :

Masukkan email untuk berlangganan:

Delivered by Angkringanwarta

 
Ayo kirim tulisanmu ke : angkringan123@gmail.com
Copyright © 2012. AngkringanWarta - All Rights Reserved
Powered by Angkringanwarta