Berita Terbaru:
Home » , » Fahri Hamzah: Jokowi Tak Paham Sistem Politik Indonesia

Fahri Hamzah: Jokowi Tak Paham Sistem Politik Indonesia

Written By angkringanwarta.com on Saturday, April 19, 2014 | 01:19

berita soal pencapresan Jokowi
Sambil sruput kopi hitam nan kental tak luput isap kuat-kuat rokok rasanya sungguh makyus, iseng-iseng berjelajah dunia maya dan tanpa sengaja membaca pernyataan Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Fahri Hamzah pada salah satu media online, kompas.com.

Memang pernyataan anggota Komisi III DPR bisa dikatakan selalu mengundang kontroferversi dari rencana pembubaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), silakan cari kata kunci tersebut di embah Google.

Untuk kali ini, entah apa penyebabnya, apakah perasaan kesal lantaran partainya tidak masuk dalam katagori Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dalam hal berkoalisi atau disebabkan hal-hal yang lainnya.

Karena itu, ia tanpa ragu-ragu mengkritik keras sikap PDI-P dalam hal berkoalisi yang ingin membentuk koalisi yang baik dan bersih. Salah satu penentunya adalah dengan tidak berkoalisi secara besar-besaran dan tak terjebak dalam praktik transaksional dan bagi-bagi jabatan.

Menurutnya,  sikap  Calon presiden dari PDI-P, Joko Widodo (Jokowi) yang enggan berkoalisi dengan banyak partai karena khawatir akan adanya ‘lobi-lobi’, hal itu menunjukkan dia tak mengerti sistem politik yang diterapkan di Indonesia dan sangat bersiko dalam menjalankan roda pemerintahan. " Jokowi enggak ngerti multipartai, enak saja enggak mau bagi-bagi kekuasaan. Bukan soal bagi-bagi kekuasaan, sekarang ini kekuatan partai merata, lebih dahsyat, mengelola DPR akan lebih sulit," kata Fahri saat, Kamis (17/4/2014) malam.

Lebih lanjut ia mengatakan, jika PDI-P ngotot dengan sikap demikian maka besar kemungkinan Jokowi akan gagal sebagai presiden RI. "PDI-P jangan sembarangan. Bagaimana kalau di detik-detik akhir Nasdem enggak mau? Bisa enggak jadi Jokowi capres," lanjutnya.

 Soalnya, kekuatan semua partai saat ini cukup merata. Setidaknya berdasarkan hasil hitung cepat (quick count) dalam pemilu legislatif, semua partai politik wajib berkoalisi menghadapi pilpres agar dapat mengajukan calon presiden dan wakil presiden. Hal itu karena tidak ada partai yang mendapatkan 20 persen kursi di parlemen atau 25 persen suara sah nasional.


Share this post :

Masukkan email untuk berlangganan:

Delivered by Angkringanwarta

 
Ayo kirim tulisanmu ke : angkringan123@gmail.com
Copyright © 2012. AngkringanWarta - All Rights Reserved
Powered by Angkringanwarta