Oleh Sugern Bagaskoro
Baru saja derap kaki ini terasa menyentuh telinganya ia mengendap sirna,
merangkak pun sigap ia menyelinap,
sinar coba mulai terangkan ia panggil awan jadi naungan,
apa ia sibuk dg renungan?,
ketika ditengok ia menyusup di balik kokohnya tembok,
walau tangan berjuta melambai ah tetap saja ia menutup di sisi helai-helai,
senyum berkembang di barengi deret-deret gigi dengan lincah cadar menyelimuti,
dikala dibacakan sajak-puisi ia malah asyik teriak bernyanyi,
ia dihmpiri langsung unjuk pamit pergi,
jangankan tuk merayu menatap wajah sendunya pun ia tenggelamkan tanpa ragu,
mungkin aku dipaksa termangu bertopang dagu
merangkak pun sigap ia menyelinap,
sinar coba mulai terangkan ia panggil awan jadi naungan,
apa ia sibuk dg renungan?,
ketika ditengok ia menyusup di balik kokohnya tembok,
walau tangan berjuta melambai ah tetap saja ia menutup di sisi helai-helai,
senyum berkembang di barengi deret-deret gigi dengan lincah cadar menyelimuti,
dikala dibacakan sajak-puisi ia malah asyik teriak bernyanyi,
ia dihmpiri langsung unjuk pamit pergi,
jangankan tuk merayu menatap wajah sendunya pun ia tenggelamkan tanpa ragu,
mungkin aku dipaksa termangu bertopang dagu