Berita Terbaru:
Home » » Alasan Ray Rangkuti Tolak Kerjasama KPU dengan Lembaga Asing

Alasan Ray Rangkuti Tolak Kerjasama KPU dengan Lembaga Asing

Written By angkringanwarta.com on Saturday, November 03, 2012 | 17:52


PERNYATAAN TUNTUTAN HENTIKAN KERJA SAMA KPU DENGAN LEMBAGA ASING  

Kita bukan generasi yang pendek ingatan. Pemilu 2009 lalu, ada kejadian heboh dalam pelaksanaan pemilu. Khususnya, berkaitan dengan penggunaan tekhnologi penghitungan suara. Gagal dalam pelaksanaan, begitu tepatnya.  Saat itu, IFES memfasilitasi penyelenggaraan tabulasi nasional berbasis SMS pada pemilihan presiden-wakil presiden. Sayang, program ini bukan saja gagal tapi sekaligus menimbulkan kontroversi yang menimbulkan kecurigaan bahwa keterlibatan lembaga asing itu sedikit banyak melakukan intervensi terhadap hasil pemilu nasional.

Ujung dari polemik itu berakhir di Mahkamah Konstitusi (MK). Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Putusannya No.108-109 PHPU.18/2009 tentang Pemilu Presiden (Pilpres) yang mengamanatkan Pemilu agar bisa terbebas dari keterlibatan pihak asing Seolah tak jera, pihak IFES kembali menuai kontroversi. Kali ini terkait dengan bantuan mereka terhadap pelaksanaan Sistem Informasi Politik (sipol) KPU Tahun 2012. Satu alat yang langsung dapat mendata dan memverfikasi secara on line data-data adminstrasi partai politik calon peserta pemilu. Ketentuan, yang awalnya seolah menjadi kewajiban bagi parpol, lalu berubah menjadi sukarela setelah banyak protes parpol calon peserta pemilu. Beberapa argumentasi disebutkan. Antara lain bahwa sipol ini tak memiliki dasar hukum, terlalu terburu-buru dan tanpa sosialisasi yang memadai, dan kenyataannya penggunaan sipol tak serapi yang dibayangkan.  Satu keputusan tepat, tetapi sekaligus menyisakan masalah. Yakni terkait dengan kerja sama KPU dengan IFES. Dalam rangak itulah, LIMA Indonesia meminta dan mendesak KPU agar :

1.      Menghentikan kerja sama apapun dengan pihak IFES. Keterlibatan mereka dalam pelaksanaan pemilu Indonesia seringkali melahirkan kontroversi ketimbang menuai hasil seperti yang diharapkan. Lebih dari itu, pihak IFES, tak terdengar pernah mempertangguungjawabkan kontroversi kinerja mereka pada pemilu 2009 yang lalu. Alih-alih berkenan meminta maaf pada rakyat Indonesia, kini malah mereka mulai menimbulkan kontroversi baru terkait dengan penggunaan Sipol KPU.

2.      Penghentian kerja sama ini didasarkan atas:
1.      Putusan MK No.108-109 PHPU.18/2009 tentang Pemilu Presiden (Pilpres) yang mengamanatkan Pemilu agar bisa terbebas dari keterlibatan pihak asing. Perlu diingatkan bahwa putusan MK ini lahir terkait dengan keterlibatan IFES dalam tabulasi suara nasional pada pemilu 2009. Sangat disayangkan KPU masih bekerja sama dengan sebuah lembaga asing yang karena kinerja mereka yang sangat buruk, MK telah membuat putusan untuk menghindarkan KPU dari pengaruh lembaga asing. Baik KPU maupun IFES seolah tidak menghormati putusan MK tersebut dengan tetap saja melanjutkan kerja sama yang kini juga mulai mengundang kontroversi. KPU dan IFES mestinya memperlihatkan kepatuhan dan penghormatan atas putusan itu.
2.       Kerja sama ini dilakukan oleh KPU dengan lembaga asing yang sudah memperlihatkan kinerja buruknya pada pemilu 2009. Sangat tidak masuk akal sebuah lembaga yang menimbulkan kontroversi pelaksanaan pemilu, masih diajak kerja sama.
3.      Asas kemandirian dalam pelaksanaan pemilu. KPU mestinya tidak hanya memaknai kemandirian sekedar hubungannya dengan netralitas terhadap peserta pemilu. Kemandirian juga harus dilihat sebagai upaya sengaja untuk mengoptimalkan seluruh kemampuan dalam negeri untuk bersama-sama membangun pemilu yang demokratis. Kemandirian, seperti ditegaskan dalam putusan MK, berarti juga sebisa mungkin tidak perlu melibatkan pihak asing dalam pengelolaan pelaksanaan pemilu. Pihak asing cukup jadi pemantau atau bekerja sama dengan elemen masyarakat.
4.      Lagi pula kerja sama yang dilakukan KPU dengan IFES berkesan diam-diam, dan jauh dari prinsip transparansi. Kalau  bukan karena kontroversi sipol, masyarakat banyak yang kurang mendapat informasi bahwa hingga sampai sekarang KPU dan IFES tetap melanjutkan kerja sama. Tertutupnya kerja sama tersebut masih terasa hingga sampai sekarang. KPU seperti hanya mencicil informasi tentang kerja sama tersebut sebatas yang ditanyakan masyarakat. Tak ada upaya keterusterangan tentang misalnya kapan kerja sama itu dilakukan, pada program apa saja, dalam bentuk apa, sampai kapan, apa yang boleh dan tidak boleh, dan sebagainya. Tentu menjadi pertanyaan mengapa KPU seolah pelit untuk memberi penjelasan detil tentang kerja sama ini.


3.      Sekalipun dalam beberapa hal, KPU telah memberi info tentang kerja sama ini, tetapi info tersebut , sebenarnya, melahirkan pertanyaan lanjutan. Sebut saja jaminan KPU bahwa data sipol tak akan dapat dipakai IFES. Pertanyaannya sehebat apa pertahanan KPU menjaga data tersebut mengingat bahwa operator ahli sipol ini adalah orang–orang  IFES. KPU juga menyebut bahwa ini adalah program mandiri. Kalau mandiri mengapa KPU tak berusahan melakukan rekrutmen terbuka agar sipol ditangani secara baik oleh tenaga-tenaga yang langsung dikontrol oleh KPU. KPU juga tak langsung menyebut sumber dana operasional sipol. Jika misalnya dana operasionalnya dari APBN maka sudah semestinya program ini harus dijauhkan dari pihak asing. Menggunakan tenaga dan jasa ahli dalam negeri adalah keniscayaan. Tapi jika dananya merupakan dana IFES jelas hal ini akan dapat menciderai netralitas KPU.

4.      Menjadi pertanyaan mengapa seolah KPU dengan ngototnya mempertahankan kerja sama KPU dengan IFES ini. Apa yang tengah dipertaruhkan KPU, dan apa pula keuntungan besarnya bagi pelaksanaan pemilu yang lebih mandiri. KPU bisa berkilah menyebut bahwa kerja sama ini menguntungkan Indonesia. Tapi bila kerja sama itu justru menimbulkan rasa tak nyaman, rasa terganggu dan was-was dari banyak pihak, khususnya dari calon peserta pemilu sendiri, maka sudah sepatutnya KPU mencermati hubungan kerja sama tersebut. Perasaan tersebut tak dapat dipersalahkan. Sebab ia memiliki basis faktual dan pengalaman tak menyenangkan. Juga menjadi pertanyaan apa yang membuat IFES seolah begitu ngotot dan doyan ikut berpartispasi dalam pemilu Indonesia. Apakah mereka tidak pernah mendengar gelisah masyarakat atas wara wiri mereka dalam pemilu Indonesia. Lebih-lebih keterlibatan mereka telah menimbulkan kontroversi nasional pada pemilu 2009. Tak ada permintaan maaf, tak ada penjelasan memadai, tak ada sopan santun, IFES seolah tak jera untuk wara wiri dalam pemilu Indonesia.

5.      Dengan semua pertimbangan ini, dan sedikit lampiran tentang riwayat keterlibatan IFES dalam pemilu di Indonesia, LIMA Indonesi meminta KPU agar segera memutuskan kontrak kerja sama apapun dengan pihak IFES. KPU harus menjadi salah satu motor lahirnya pemilu Indonesia yang lebih mandiri. KPU hendaknya tidak berlindung di belakang tidak adanya aturan yang melarang, pengalaman panjang kerja sama, dan sebagainya. Alasan-alasan itu tak elok. KPU baiknya perlu perlu melihat dan malu tentang banyaknya elemen masyarakt sipil yang mulai menyatakan tidak lagi menerima dana asing dalam kepemiluan untuk mengurangi ketergantungan dan untuk terus menerus belajar teguh pada prinsip kemandirian. KPU baiknya mendengarkan bahwa kerja sama dengan pihak asing itu seperti membuka luka lama dalam pemilu 2009 bahkan pada pemilu 2004. Demikian pernyataan ini kami buat. Atas perhatiannya, kami ucapkan terima kasih.  


Jakarta, 18 Oktober 2012   Ray Rangkuti Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA)               

Riwayat keterlibatan IFES dalam pemilu Indonesia’ 2004 :  

1.      Terlibat aktif melakukan jajak pendapat. Antara lain persepsi pemilih terhadap pemilu 2004 (dirilis 25 Pebruari 2005), tentang Golput dan partisipasi pemilih (dirilis September 2003) dan elektabilitas pasangan capres (dirilis Agustus 2004). Survey mereka yang dirilis pada 4 Agustus 2004 mendapat reaksi keras dari PDI P. PDI P menganggap bahwa hasil jajak pendapat tersebut tidak netral dan cenderung berpihak.
2.      Bekerja sama dengan KPU dalam acara peluncuran Pusdok Pemilu 2004 KPU
3.      Bekerjasama dengan KPU dalam penentuan logo Pemilu 2004. Programnya antara lain melakukan Focus Group Discussion (FGD)  
4.      Kerjasama dengan KPU untuk program Pelatihan Manajemen Pemilu untuk KPU Daerah (Juni-Juli 2003)  
5.      Membantu KPU mendirikan Joint Operations and Media Center (JOMC) yang salah satu programnya adalah pengembangan  IT KPU Pemilu 2004.   2009 :
1.      Pengadaan Tabulasi Elektronik berbasis SMS secara nasional. Program ini bekerjasama dengan KPU. Umumnya ditangani secara langsung oleh IFES. Hasilnya sangat mengecewakan. Dari 450 ribu TPS di seluruh Indonesia, cuma sekitar 107 ribu TPS yang mendaftarkan nomornya di jaringan SMS pemilu. Dan dari jumlah itu, sampai Rabu 8 Juli 2009 pukul 24.00, cuma sekitar 60 ribu TPS yang mengirimkan perolehan suara di TPS-nya, melalui SMS. Alhasil, total suara yang terkumpul adalah 18.908.132 suara, atau sekitar 10,72 persen dari 176.367.056 pemilih yang terdaftar di Daftar Pemilih Tetap pemilu pilpres. Hasil tabulasi ini sempat menjadi bahan pertimbangan gugatan ke MK. Akhirnya MK memberi catatan agar pada pemilu-pemilu berikutnya, KPU menghindari keterlibatan pihak asing dalam pemilu Indonesia.     2012.

2.      Mengadakan pelatihan kepada KPUD-KPUD tentang sistem pendataan dan pandaftaran pemilih.

3.      Penggunaan Sistem Informasi Politik (sipol) dalam verifikasi administrasi partai politik calon peserta pemilu. Sistem ini banyak digugat parpol. Terbukti, dari 33 parpol yang mendaftar hanya 9 parpol yang mampu secara tepat memenuhi tekhnis penggunaan sipol ini.



Share this post :

Masukkan email untuk berlangganan:

Delivered by Angkringanwarta

 
Ayo kirim tulisanmu ke : angkringan123@gmail.com
Copyright © 2012. AngkringanWarta - All Rights Reserved
Powered by Angkringanwarta