Berita Terbaru:
Home » » Pendidikan Kewirausahaan, Masalah atau Solusi?

Pendidikan Kewirausahaan, Masalah atau Solusi?

Written By angkringanwarta.com on Wednesday, November 14, 2012 | 01:44



Wacana pendidikan kewirausahaan (entrepreneurship) yang tengah digencarkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) masih menjadi kontroversi dalam dunia pendidikan nasional. Khususnya institusi Perguruan Tinggi. Pasalnya, pendidikan kewirausahaan yang dimasukkan dalam kurikulum pendidikan Perguruan Tinggi (PT) seakan dipaksakan kehadirannya.

Terbukti, beberapa PT telah membuat program kewirausahaan yang juga didukung oleh pemerintah. Salah satunya, Program Mahasiswa Wirausaha (Student Entrepreneur Program) yang mendapatkan dana kewirausahaan puluhan juta rupiah. Sehingga peserta didik bisa membuka peluang usaha dari modal yang diberikan tersebut.

Meski demikian, Ratna Megawangi, Pendiri dan Direktur Eksekutif Indonesia Heritage Foundation (IHF) menjelaskan, jika pendidikan kewirausahaan memang perlu diberikan kepada peserta didik sejak di Sekolah Dasar. Pasalnya, ini merupakan tuntutan globalisasi atau pasar bebas yang akan dihadapi bangsa Indonesia kedepan. Sehingga peserta didik harus diarahkan untuk menjadi pengusaha seperti Ciputra.

“Makanya, pola pikir capitalism creative harus segera ada di peserta didik, sehingga kemandirian dalam berusaha bisa tercipta,” ujarnya ketika menjadi pembicara dalam acara bedah buku “Pengembangan kreatifitas dan entrepreneur” karya HAR Tilaar di perpustakaan UNJ, selasa (13/11/2012).

Jelas, apa yang diungkapkan istri Sofyan A. Djalil (Menteri Negara Komunikasi dan Informasi dalam kabinet Indonesia bersatu jilid pertama) bertentangan dengan konsep entrepreneur yang telah ditulis HAR Tilaar dalam bukunya. Menurut HAR Tilaar, entrepreneur tak hanya dilihat dari sisi nilai ekonomi yang terus berkembang atau “menjadi pengusaha”. Sebab, entrepreneur hakikatnya adalah jiwa manusia yang memiliki daya pikir kritis, kreatif, dan inovatif. Artinya, manusia yang dituntut memiliki intuisi untuk menyelesaikan masalah kehidupan pribadi dan orang lain.

Masalahnya, kata Tilaar, kurikulum Kemendikbud hari ini belum berhasil menyelesaikan masalah untuk mengasah intuisi terhadap peserta didik. Sehingga pendidikan entrepreneur yang digaungkan dalam dunia pendidikan justru akan melahirkan masalah baru dalam dunia pendidikan. Yaitu melahirkan pola pikir peserta didik yang terhegemoni kekuatan industri kapitalisme.

“Ya, akhirnya, pola pikir peserta didik hari ini yang terbentuk kalau entrepreneur adalah seorang pengusaha layaknya Ciputra, Abu Rizal Bakrie (Ical),” ungkap HAR Tilaar, suami dari Martha Tilaar.

Tak hanya Tilaar, praktisi pendidikan seperti Winarno Surachmad juga menjelaskan, bahwa pendidikan kewirausahaan yang didorong pemerintah hanya sebatas retorika ekonomi politik penguasa untuk mempersiapkan peserta didik untuk lebih menjadi “robot industri” di masa yang akan datang. Hal ini bisa dilihat, ketika Kemendikbud malah banyak membangun Sekolah menengah Kejuruan (SMK).

“Saya nggak melihat jika pendidikan kewirausahaan yang diusung pemerintah berupaya untuk menciptakan masyarakat yang berkeadilan dan membuat sejahtera masyarakat Indonesia pada masa yang akan datang,” tegas Winarno Surachmad yang hadir pula dalam bedah buku karya HAR Tilaar.

 (Hendro)


Share this post :

Masukkan email untuk berlangganan:

Delivered by Angkringanwarta

 
Ayo kirim tulisanmu ke : angkringan123@gmail.com
Copyright © 2012. AngkringanWarta - All Rights Reserved
Powered by Angkringanwarta