Oleh Adey Sucuk Zakaria Bahar*
Jika menafsirkan secara bebas bunyi redaksi “Merokok Dapat Menyebabkan Kanker, Serangan Jantung, Impotensi dan Gangguan Kehamilan dan Janin” yang sebagian orang sudah hafal di luar kepala tersebut, bisa dibilang isinya ialah berupa imbauan agar kita menjauhi rokok atau (jangan-jangan) terselip sebuah ajakan secara diam-diam bagi orang yang curiga. Bagaimana tidak? Kata per kata terlihat sangat santun dan seakan merayu kita untuk mencobanya kemudian ingin membuktikannya, membuktikan kalau semua yang ditulis itu bohong, dan tidak akan terjadi apa-apa jika anda merokok.
Jika menafsirkan secara bebas bunyi redaksi “Merokok Dapat Menyebabkan Kanker, Serangan Jantung, Impotensi dan Gangguan Kehamilan dan Janin” yang sebagian orang sudah hafal di luar kepala tersebut, bisa dibilang isinya ialah berupa imbauan agar kita menjauhi rokok atau (jangan-jangan) terselip sebuah ajakan secara diam-diam bagi orang yang curiga. Bagaimana tidak? Kata per kata terlihat sangat santun dan seakan merayu kita untuk mencobanya kemudian ingin membuktikannya, membuktikan kalau semua yang ditulis itu bohong, dan tidak akan terjadi apa-apa jika anda merokok.
Kita
pun pelan tapi pasti mulai mencoba untuk merokok. Bagi saya penggunaan serta
penambahan kata “Jangan!” atau “Dilarang!” punya magnet serta
maksud tersendiri dalam konteks sebuah larangan atau imbauan bagi yang membaca
dan berakal sehat tentunya.
Hal itu
juga memberikan kesan, rokok itu memang benar-benar berbahaya. Tapi, sebenarnya
tidak berdampak banyak karena terlanjur akutnya sikap apatis masyarakat dan
kita pun akan terus merokok sampai mampus. Mungkin saja, tapi yang jelas isi
pesan yang ingin disampaikan dari kalimat tersebut sangat serius dan tidak ada
maksud lelucon sedikit pun.
Sebagai
seseorang yang mempunyai akal sehat (lagi-lagi) hal seperti itu (merokok) bisa
mereka tolak tapi bagi yang lain –di luar kategori ‘akal sehat’- secara pribadi
saya meragukannya.
Saat
ini saya akan bicara mengenai rokok, siapa yang tidak tahu dengan rokok? Dari
orang dewasa, remaja hingga anak-anak kini sudah paham betul bagaimana cara
menghisap rokok yang baik dan benar meski sebagian dari mereka bahkan tidak
tahu menahu unsur-unsur yang terkandung di dalamnya apalagi sejarahnya. Global
Youth Tobacco Survey (GYTS) WHO pada 2006 mengungkap 37,3% anak-anak usia 13-15
tahun di Indonesia sudah membakar (menghisap) rokok.
Dan
dalam GYTS 2007, jumlah perokok anak usia 13-18 tahun di Indonesia menduduki
peringkat pertama di Asia. Bahkan tiga dari supuluh pelajar SMP di Indonesia
(30,9%) mulai merokok sebelum umur 10 tahun. Jumlah ini diperkirakan
terus meningkat 4% tiap tahunnya.
Malah,
Komnas Perlindungan Anak (KNPA) mencatat, tren merokok kian bergeser ke usia
yang jauh lebih muda : lima tahun! Padahal dalam pasal 44-47 Undang-undang
Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menyatakan bahwa anak-anak harus
dibebaskan dari ancaman zat adiktif. Tapi apa boleh buat lingkungan -dalam hal
ini orang dewasa sampai media (komersial)- terus-menerus mempengaruhinya.
Maka jangan heran kelak atau mugkin sekarang sudah muncul generasi rokok.
Sejatinya
rokok merupakan produk dari hasil olahan tembakau dan bukanlah sesuatu yang
baru di dunia. Warga asli benua Amerika sejak 1000 tahun sebelum masehi yakni
Suku Maya, Aztec dan Indian telah lebih dulu menggunakan tembakau baik dikunyah
maupun dihisap menggunakan pipa.
Sebuah
tradisi membakar tembakau dilaksanakan mereka untuk menunjukkan persahabatan
dan persaudaraan saat beberapa suku yang berbeda berkumpul, serta sebagai
pengobatan. Ingat, pengobatan! Barulah kemudian Colombus cs membawa tradisi
membakar tembakau lewat pipa ini ke peradaban di Inggris dan pada akhirnya
menyebar ke seluruh penjuru eropa.
Namun
sejarah lain mengatakan tradisi -rokok dan merokok- ini juga berasal dari Turki
semenjak periode Dinasti Ottoman. Dinasti yang dulu sempat berjaya di muka bumi
ini atau biasa dikenal juga dengan Khilafah Utsmaniyah. Di Indonesia sendiri
rokok dimulai dari kretek yang telah melegenda.
Rokok
kretek ialah rokok yang menggunakan tembakau murni (bukan buatan) dan dipadukan
dengan cengkeh. Cerutu merupakan salah satu contoh dari produk rokok kretek
ini. Alkisah, kota Kudus adalah asal-muasal rokok kretek ini diciptakan,
bermula dari Haji Djamhari pada akhir abad ke-19 yang bereksperimen merajang
cengkeh dan mencampurnya dengan tembakau kemudian dilinting menjadi rokok untuk
mengobati sakit pada bagian dadanya.
Hasil
eksperimen Haji Djamhari inilah yang menjadi cikal-bakal terbentuknya
produsen-produsen (perusahaan) rokok dewasa ini seperti PT. HM Sampoerna, PT.
Djarum, PT. Gudang Garam dll, dst. Dan bisa dipastikan jumlah merek rokok kini
mencapai ratusan item.
Perbedaan
rokok-rokok yang beredar saat ini dengan rokok milik Pak Haji pun tentu saja
ada, meskipun itu tidak berdasarkan fakta-fakta ilmiah atau sejarah hanya
analisa seadanya tapi perlu juga untuk diketahui, misalnya ketika Haji Djamhari
membuat rokok untuk mengobati sakit di dadanya tembakau yang digunakan pastilah
tembakau yang segar yang berada di perkebunan karena realitanya ketika itu
memang belum ada (penjual) rokok apalagi pabrik rokok jadi tembakau pun belum
terlalu menjadi sebuah komoditi saat itu dan masih bisa dirasakan kualitasnya.
Jika
tembakau yang didapat Haji Djamhari tanpa melewati proses yang rumit untuk
kemudian menjadikannya sebatang rokok, tembakau yang berada di
produsen-produsen rokok kemungkinan mengalami beberapa proses yang secara tidak
langsung mereduksi kualitas tembakau tersebut dari segi higienis dan medis.
Belum lagi rokok-rokok dari produsen kapital tersebut sengaja diciptakan memang
bukan untuk kepentingan medis. Anda pasti tahu kepentingan yang dimaksud.
Melihat
dari benang merah penjelasan singkat mengenai rokok di atas, sesungguhnya rokok
diciptakan niscaya sebagai alat bantu pengobatan seperti yang dilakukan
suku-suku di benua Amerika dan awal mula di Indonesia.
Tapi
ironisnya hal yang demikian tentu tidak bisa kita temukan lagi di wujud
rokok-rokok saat ini. Karena perlu diketahui asap yang terkandung dalam rokok kini
terdiri dari unsur-unsur toksik berbagai logam-logam berat seperti arsenik,
kadium dan timbal. Arsenik (Arsen, Arsenikum) adalah unsur kimia dalam tabel
periodik yang memiliki simbol AS dan nomor atom 33.
Senyawa
ini biasa digunakan sebagai pestisida, herbisida, insektisida dalam berbagai
aloi. Pelaku pembunuh mendiang aktivis Munir tentu sangat paham akan benda
(unsur) yang satu ini. Lalu Kadium adalah senyawa logam beracun (karsinogen)
yang dapat mempengaruhi ginjal dan perkembangan otak, biasa ditemui dalam batu
baterai. Sedangkan Timbal adalah unsur kimia (Pb) yang biasa digunakan sebagai
bahan pembuatan pipa air yang tahan korosi, bahan pembuat cat, batu baterai dan
campuran bahan bakar bensin tetraetil.
Keracunan akibat kontaminasi timbal bisa menumbulkan
berbagai macam hal diantaranya ; menghambat aktivitas enzim dalam pembentukan
hemoglobin, memperpendek umur sel darah merah serta berbagai masalah lainnya.
Selain
itu rokok yang sedang terbakar menghasilkan lebih dari 4000 zat kimia dan
sekitar 40 zat kimia yang ada di dalamnya menyebabkan kanker. Seperti
formaldehida, karbon moniksida, ammonia, asitelena, metanol, sianida dan tentu
nikotin. Lalu kemudian ada fakta menarik lainnya, kalau ternyata telah
ditemukan dalam sebuah filter rokok senyawa hemoglobin (darah) babi.
Hal
demikian telah diungkapkan Profesor Simon Chapman yang berasal dari Universitas
Sydney, Australia. Mungkin saja ini yang membuat MUI merumuskan fatwa mengenai
rokok, tapi itu pun jika MUI tahu tentang masalah ini jika tidak entah atas
dasar apa. Tapi kita berdoa saja semoga rokok-rokok yang dimaksud tidak
terdapat di Indonesia.
Masih
berdasarkan WHO (World Health Organization), tapi kali ini hasil penelitian
dari Tobacco-Free Initiative dalam laporan yang dikeluarkan (26/11/10) menyatakan,
lebih dari 600.000 orang perokok pasif di seluruh dunia setiap tahunnya
meninggal dunia. Sedangkan jumlah korban kematian dari perokok aktif adalah 5,1
juta orang per tahun.
Hasil
penelitian yang dilakukan di 192 negara tak jauh berbeda dengan data penelitian
tahun 2004. Menurut hasil penelitian pada tahun 2004 untuk tingkat dunia,
korban yang menimpa para perokok atas yang tidak merokok 40% anak-anak, 33%
laki-laki dewasa dan 35% wanita yang tidak merokok.
Yang
mengejutkan dari hasil data penelitian pertama ini kemudian ialah dampak asap
rokok tersebut banyak yang menimpa anak-anak. Sebanyak 165.000 atau sekitar 40%
anak-anak meninggal dunia karena infeksi pernapasan. Sedangkan 30% lainnya
menimpa pria yang tidak merokok. Korban anak-anak yang meninggal paling banyak
berada di kawasan Asia Tenggara dan Afrika. Umumnya para korban adalah rakyat
kecil dengan penghasilan pas-pasan.
Beragam
penyakit yang diderita perokok pasif ini, yakni sebanyak 379.000 orang
meninggal karena sakit jantung, 165.000 orang meninggal karena penyakit
pernapasan, 36.900 orang meninggal karena asma dan 21.400 jiwa meninggal karena
penyakit kanker paru.
Setelah
tahu apa bahaya rokok bagi kita, pemerintah dalam hal ini akan lebih bijak jika
sedikit membatasi ruang gerak produk ini dalam ranah publik. Contohnya di luar
negeri olahraga (sepakbola khususnya) sama sekali tidak boleh disentuh oleh
berbagai jenis produk rokok entah itu menjadi sponsor utama maupun hanya
bersifat kerjasama. Alasannya jelas karena memang bertolak belakang sekali
substasi olahraga dengan ensensi rokok, yakni masalah kesehatan.
Tapi
kemudian lucunya di negeri ini malah produsen rokoklah yang menjadi sponsor
utama dari berbagai kegiatan (kompetisi) olahraga yang berskala nasional
maupaun internasional. Analogi idiotnya begini, kita diajak menonton acara
olahraga sambil menikmati setiap hisapan rokok yang tersulut. Luar biasa dungu
bukan?
Itupun
dengan berbagai iklan komersial lain tentang rokok dibuat semenarik mungkin,
dan pangsa pasarnya juga sangat jelas: anak muda serta orang dewasa (mayoritas
lelaki). Jika ditanya kenapa mereka merokok bisa dipastikan tak ada alasan yang
memadai dan diam-diam tanpa sadar mereka pun terkena sindrom adiktif akut.
Lalu
entah atas dasar apa sebagian dari mereka secara paksa mengkorelasikan sebatang
rokok dengan kehidupan kesenian seperti musik, sastra dan hal-hal yang tak ada
hubungannya sama sekali. Juga tak ada hubungannya dengan kegiatan-kegiatan yang
didanai dengan jenis merk rokok tertentu, sungguh.
Mungkin
inilah tendensi baru bahwa rokok menjadi lifestyle, menjadi budaya baru
dalam gaya hidup dan sungguh tidak ada kaitannya sama sekali dengan
Jimi Hendrix, Kurt Cobain, Chairil Anwar atau W.S Rendra yang kali ini saya
sama sekali tidak setuju dengan kesaksiannya mengenai rokok kretek.
Memang
benar adanya ketika kita menghisap asap rokok satu shoot atau beberapa shoot
kita akan merasakan sensasi yang luar biasa belum lagi relaksasi yang
kemudian timbul secara perlahan-lahan. Tapi perlu diingat itu hanya masalah
sugesti yang telah melekat dalam kepala kita, karena sesungguhnya yang membuat
demikian adalah tarikan napas kita (dalam-dalam).
Menarik
napas panjang dan dalam memang merupakan aksi yang bisa merelaksasi momentum
tubuh kita. Tapi jika disertai dengan merokok akan lain ceritanya. Agaknya kita
harus merubah pola pikir kita mengenai rokok, dan yakinlah ketika dalam sejenak
saja atau seharian anda tidak bisa lepas dari rokok maka anda telah positif
adiktif.
Kemudian
contoh lain lagi datang dari tetangga kita Thailand, Malaysia dan Singapura, di
sana iklan rokok sama sekali tidak diperbolehkan muncul ke hadapan publik
alasannya sama, rokok tidak ada manfaatnya sama sekali dan memang destruktif.
Indonesia sendiri kini sedang menuju ke arah demikian, tapi kembali lagi akan
terbentur dengan masalah ekonomi, masalah lapangan kerja serta masalah tai
kucing lainnya.
Lalu
dilema tersendiri hadir dikala pemerintah dihadapkan dengan realita bahwa
pendapatan negara melalui cukai rokok tahun 2010 mencapai Rp. 60 triliun. Siapa
pula yang tidak mau mendapat duit sebayak itu?
Lagi-lagi
sebagai acuan ada baiknya jika kita menoleh ke negeri orang sejenak, Tiongkok.
Negeri Tirai Bambu ini menerima pajak mencapai US$ 77,3 miliar pada tahun 2009.
Ini berarti industri rokok menyumbang 7,5% dari seluruh pendapatan negara.
Namun, menurut sebuah laporan yang diterbitkan pada 2011 ini, kontribusi
negatif dari industri rokok mencapai 20%. Artinya, meski industri rokok menjadi
sumber pendapatan negara, dana yang dikeluarkan untuk membiayai kesehatan
akibat rokok justru jauh lebih besar dibandingkan jumlah dana yang diterima
7,5% itu.
Fakta-fakta
itulah yang kemudian mendorong Tiongkok menjadi Negara yang akhir-akhir ini
begitu getol mengkampanyekan bahaya rokok. Negeri itu kini terus berupaya
menyelamatkan rakyatnya dari bahaya rokok. Bagaimana dengan Indonesia?
Ada
sebuah satir menarik tentang rokok bahwasanya seorang pengusaha rokok malah
tidak menghisap rokok sama sekali. Ketika ditanya mengenai itu dengan entengnya
sang pengusaha rokok menjawab “Lho? Untuk apa saya meracuni diri saya
sendiri?”.
Demikian,
seperti dua sisi mata uang rokok terus menggerus keluguan kita sampai secara
perlahan membunuh kita diam-diam bahkan memusnahkan secara masal
generasi-generasi yang akan datang tapi secara bersamaan memperpanjang napas
kita untuk hidup dari setiap keping keuntungan serta pajak yang kita dapatkan,
seakan-akan tidak ada yang salah dengan itu, tidak ada cara lain dan suka tidak
suka kita harus merelakan hidup berdampingan dengan rokok.
Rokok
telah menjadi penghuni baru kehidupan di muka bumi ini, populasinya diduga akan
terus meningkat dan berkembang biak sedangkan kita semakin berkurang dan punah
kemudian. Umat manusia kini telah diinvasi oleh ciptaan-ciptaan tangan mereka
sendiri. Terima saja! Ini kenyataaan.
Satu
hal lagi! Sebenarnya ini tidak ada kaitannya dengan kapitalisme, saya berani
bersumpah. Walaupun dengan gelagatnya saja secara terang-terangan kita sudah
mengetahui apa dan bagimana. Tapi ini diantara kita saja, karena ternyata orang
yang sangat antikapitalis pun justru merupakan bagian yang tak bisa dipisahkan
dari opini ini (rokok) maka dari itu saya menghindari istilah kapitalisme atau
untuk sesaat kita kubur istilah tabu ini dalam-dalam agar mereka-mereka tidak
tersinggung kemudian mencak-mencak tak karuan. Yang saya tahu pasti ini hanya
masalah sederhana yakni sebuah identitas.
Catatan
: Mudah-mudahan saya bisa berhenti merokok secara permanen.
*Penulis adalah aktivis blogger
*Penulis adalah aktivis blogger