
Namun, semuanya tinggalah sebuah kenangan, hanya dalam sekejap istana
yang beralamatkan, Jalan Baru RT 9/19, Kel. Depok, Kec. Pancoran Mas Kota Depok,
dalam sekejab saja hancur dihantam pasukan Satpol PP Depok, Rabu (7/11)
Bambang Rizki putra tertua Tabroni,
merasa apa yang telah diperjuangan selama dua tahun lamanya tak lagi cukup
berarti, berbagai jalur ditempuh dari hukum, minta dukungan, dan lain-lain.
Tapi, apa yang dilakukakan Bambang tak sedikitpun membuat hati Wali Kota Depok,
Nur Mahmudi Ismail melunak.
Begitu juga saat, tubuh kurus Bambang bersama adik-adiknya berusaha
mempertahankan haknya dari serangan anak buah Nur Mahmudi. Ia sudah tak
peduli lagi dengan luka ditubuhnya, yang ada dalam benaknya hanya bagaimana
bangunan ini bisa bertahan.
Bambang hanya ingin tidur tenang, jika benar dipaksa digusur dengan
alasan untuk kepentingan umum, setidaknya cara-cara yang ditempuh haruslah
demokrasi, tidak asal main hantam saja. “Kalau kaya begini saya jadi curiga, apakah
ini namanya kepentingan umum, apakah harus mencaplok hak keluarga saya?. Umum untuk siapa?,”
lanjutnya, “Kami bukan keras kepala untuk mempertahankannya, tapi kami juga minta
hak kami jangan asal main dirampas secara paksa,” imbuhnya.
Bambang mengaku siap pindah asalkan disediakan tempat yang sesuai
sebagai penggantinya. “Rumah seluas 132 meter persegi ini dari pemerintah cuma dihargai Rp 650 ribu/meter sedangkan kami ingin Rp 3 juta/meter,” kata Bambang.
Menurut Bambang, rumah itu bukan sekadar hanya kenangan, di sana juga
tersimpan masa depan bagi ketiga adik-adiknya. Soalnya, rumah itu sebagai
sumber pencarian dengan mengandalkan delapan kos-kosan. "Mau makan apa
keluarga saya nanti, kami mencari nafkah dari rumah ini. Ini tidak manusiawi,
harusnya ada musyawarah dulu, jangan seenaknya seperti ini," katanya.
Lihat saja, kata Bambang, bagaimana petugas melakukan penggusuran? Para petugas menyeret mereka dengan paksa. Padahal,
Bambang yang saat ini tercatat sebagai mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, penggusuran ini belum usai proses mediasi. Yang dilakukan pemerintah
cacat hukum. Tanpa kekuatan hukum yang jelas karena tak diiringi proses
peradilan yang sah. “Pemerintah seenaknya saja memberi surat perintah
pengosongan kediaman saya,” tegas Bambang.
Penggusuran dilakukan atas surat Pemerintah Kota Depok melalui Satuan
Polisi Pamong Praja Nomor: 300/717/SatPolPP/X/12 Perihal Pemberitahuan
pelaksanaan pengosongan dan pembongkaran paksa.
Usai pengosongan ini, Bambang dan keluarganya mengaku masih bingung akan
berbuat apa lagi. Untuk saat ini, keluarga Bambang berencana membuat tenda
sementara di depan rumahnya. Itu dilakukan sebagai bentuk protes atas
pengosongan paksa yang dilakukan Pemkot Depok. “Saya akan tidur di sini saja.
Saya akan buat tenda biar pemerintah tahu,” ucap Bambang. (Dede)