Berita Terbaru:
Home » » Perjuangan Bambang Mencari Keadilan di Hati Penguasa

Perjuangan Bambang Mencari Keadilan di Hati Penguasa

Written By angkringanwarta.com on Saturday, November 10, 2012 | 11:04

Sorot mata lelaki kurus itu begitu tajam menatap puing-puing sebuah bangunan yang menjadi istana keluarga Tabroni (57). 35 tahun lamanya keluarga itu menetap dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) sebagai jaminan bahwa bangunan itu memang resmi.


Namun, semuanya tinggalah sebuah kenangan, hanya dalam sekejap istana yang beralamatkan, Jalan Baru RT 9/19, Kel. Depok, Kec. Pancoran Mas Kota Depok, dalam sekejab saja hancur dihantam pasukan Satpol PP Depok, Rabu (7/11)

Bambang  Rizki putra tertua Tabroni, merasa apa yang telah diperjuangan selama dua tahun lamanya tak lagi cukup berarti, berbagai jalur ditempuh dari hukum, minta dukungan, dan lain-lain. Tapi, apa yang dilakukakan Bambang tak sedikitpun membuat hati Wali Kota Depok, Nur  Mahmudi Ismail melunak.

Begitu juga saat, tubuh kurus Bambang bersama adik-adiknya berusaha mempertahankan haknya dari serangan anak buah Nur Mahmudi. Ia sudah tak peduli lagi dengan luka ditubuhnya, yang ada dalam benaknya hanya bagaimana bangunan ini bisa bertahan. 

Bambang hanya ingin tidur tenang, jika benar dipaksa digusur dengan alasan untuk kepentingan umum, setidaknya cara-cara yang ditempuh haruslah demokrasi, tidak asal main hantam saja. “Kalau kaya begini saya jadi curiga, apakah ini namanya kepentingan umum, apakah harus mencaplok hak keluarga saya?. Umum untuk siapa?,” lanjutnya, “Kami bukan keras kepala untuk mempertahankannya, tapi kami juga minta hak kami jangan asal main dirampas secara paksa,” imbuhnya.

Bambang mengaku siap pindah asalkan disediakan tempat yang sesuai sebagai penggantinya. “Rumah seluas 132 meter persegi ini dari pemerintah cuma dihargai Rp 650 ribu/meter sedangkan kami ingin Rp 3 juta/meter,” kata Bambang.

Menurut Bambang, rumah itu bukan sekadar hanya kenangan, di sana juga tersimpan masa depan bagi ketiga adik-adiknya. Soalnya, rumah itu sebagai sumber pencarian dengan mengandalkan delapan kos-kosan. "Mau makan apa keluarga saya nanti, kami mencari nafkah dari rumah ini. Ini tidak manusiawi, harusnya ada musyawarah dulu, jangan seenaknya seperti ini," katanya.

Lihat saja, kata Bambang, bagaimana petugas melakukan penggusuran? Para  petugas menyeret mereka dengan paksa. Padahal, Bambang yang saat ini tercatat sebagai mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, penggusuran ini belum usai proses mediasi. Yang dilakukan pemerintah cacat hukum. Tanpa kekuatan hukum yang jelas karena tak diiringi proses peradilan yang sah. “Pemerintah seenaknya saja memberi surat perintah pengosongan kediaman saya,” tegas Bambang.

Penggusuran dilakukan atas surat Pemerintah Kota Depok melalui Satuan Polisi Pamong Praja Nomor: 300/717/SatPolPP/X/12 Perihal Pemberitahuan pelaksanaan pengosongan dan pembongkaran paksa.
 
Usai pengosongan ini, Bambang dan keluarganya mengaku masih bingung akan berbuat apa lagi. Untuk saat ini, keluarga Bambang berencana membuat tenda sementara di depan rumahnya. Itu dilakukan sebagai bentuk protes atas pengosongan paksa yang dilakukan Pemkot Depok. “Saya akan tidur di sini saja. Saya akan buat tenda biar pemerintah tahu,” ucap Bambang. (Dede)




Share this post :

Masukkan email untuk berlangganan:

Delivered by Angkringanwarta

 
Ayo kirim tulisanmu ke : angkringan123@gmail.com
Copyright © 2012. AngkringanWarta - All Rights Reserved
Powered by Angkringanwarta