Koordinator Program Transparency International Indonesia
(TII), Ibrahim Fahmi Badoh, mengatakan, tidak pantas anggota DPR berharap mendapatkan
dana pensiun. “Anggota DPR seharusnya tidak berharap mendapatkan gaji, tapi
memfokuskan diri untuk melayani masyarakat,” tegasnya.
Ibrahim menambahkan, di beberapa negara anggota dewan tidak
digaji, tapi hanya diberi fasilitas. Itu pun hanya semasa tugas, setelah
selesai fasilitas tersebut dikembalikan.“Mereka direkrut untuk melayani
masyarakat. Memang mereka dilayani dengan fasilitas yang memadai tapi tidak
digaji,” katanya.
Senada dengan Ibrahim, Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW)
Abdullah Dahlan, menilai, mantan anggota DPR tidak harus mendapat tunjangan,
selain membebani anggaran negara, kedudukan anggota DPR merupakan jabatan
politik. “Jika habis masa jabatannya, maka negara tidak lagi mempunyai
kewajiban terhadap matan anggota dewan,” jelasnya.
Dana pensiun bagi anggota Dewan diatur dalam Undang- Undang
Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/ Administratif Pimpinan dan Anggota
Lembaga Tertinggi/ Tinggi Negara serta Bekas Pimpinan Lembaga Tertinggi/ Tinggi
Negara dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara.
Selain itu, uang pensiun juga diberikan kepada anggota Dewan
yang diganti atau mundur sebelum masa jabatannya habis. Hal tersebut diatur
dalam UU MPR DPR, DPD, dan DPRD (MD3). Uang pensiun bagi anggota DPR berjumlah
6-75 persen dari gaji pokok yang diterimanya selama aktif menjadi anggota DPR.
Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi
Anggaran (FITRA) Yuna Farhan, angkat bicara menanggapi UU tersebut. Menurutnya,
UU tersebut sudah cukup lama dan harus diganti karena sudah tidak relevan
dengan kondisi saat ini.
“Ganti saja dengan istilah uang penghormatan, kan jadi lebih
bagus. Dikasih setelah masa tugasnya habis, dibayarkan sekian kali gaji. Uang
penghormatan itu misalnya diberikan karena merasa mereka memberikan sesuatu
kepada rakyat. Untuk apa memberikan gaji kepada orang yang sudah tidak
produktif lagi, mereka kan cuma menjabat lima tahun,” jelasnya.
Dana Pensiun bagi mantan anggota dewan berpotensi menjadi
daya tarik sendiri bagi para calon anggota legislatif, selain faktor kekuasaan
dan finansial ketika sedang menjabat. Jika dibandingkan dengan dana pensiun
yang diperoleh PNS, dana pensiun yang diperoleh mantan anggota dewan adalah
bentuk pemborosan uang Negara.
Selain gaji pokok itu, anggota dewan selama ini juga
mendapat sejumlah tunjangan yang nilainya melebihi gaji pokok tersebut. Berikut
Rinciannya, tunjangan istri Rp 420.000 (10 persen dari gaji pokok), tunjangan
anak (2 anak dan tiap anak dapat 2 persen dari gaji pokok) Rp 168.000, uang
sidang/paket Rp 2 juta, tunjangan jabatan Rp 9,7 juta, tunjangan beras (untuk 4
orang, masing-masing dapat 10 kilogram) Rp 198.000, dan tunjangan PPH Pasal 21
Rp 1,729 juta.