Berita Terbaru:
Home » » Perempuan kereta

Perempuan kereta

Written By angkringanwarta.com on Sunday, October 02, 2011 | 10:31

Oleh S Bachri Suma*

Suara has Ular besi merayap diatas rel begitu enak untuk di dengar, berbagai macam kalangan kelas ekonomi ada di setiap gerbong kereta ini bias terlihat, suara harapan orang-orang untuk mendapatkan rizki sangat memilukan untuk di dengar, keluar masuk gerbong mereka terus menawarkan dagangan yang dibawanya dari rumah dengan harapan pulang membawa uang dari dagangannya yang terjual habis.

Berbagi macam dagangan yang di tewarkan oleh para penumpang yang sudah gelisah karena sesaknya di setiap gerbong, keringat dan bau parfum rencekan pun bersatu padu dengan hawa yang begitu panas. Wajar saja kalau bau, karena kereta yang aku tumapangi ini adalah salah satu kereta tua yang masih tersisa di zaman yang modern ini.

“Nasinya Pak.” Terasa begitu lapar ketika penjual nasi menawarkan dagangannya kepadaku.sedikit basa-basi ku tawara Nasi yang aku beli dari penjual yang masih terlihat goresan kecantikannya, karena di poles tipis dengan bedak yang mungkin mahal menurutnya, tapi nasibmu sunggung malang, mendapatkan rizki yang mudah belum berpihak ke padamu, tapi aku yakin kau adalah perempuan yang tegar dan kuat. Kenyang terasa setelah menghabiskan nasi bungkus itu, namun mulut ini terasa hambar, pengen rasanya menghisap daun tembakau yang di bungkus rapih dengan gulungan kertas kecil yang ada di kantong celanaku, yang aku beli dari kios di Station. “Maaf boleh aku ngerokok.” sedikit aku ba-bi-bu, karena di sebelahku ada perempuan muda tak berkerudung yang mungkin kelihatannya masih sangat muda usianya. “ Itu hakmu sebagai penumpang yang sama denganku di kereta ini dan disini juga tidak ada tulisan di larang merokok yang ter tempel.” sambil menganggukan kepala tanda mempersilahkan. Kepulan asap rokok pun menari-nari dengan kepulan asap penumpang yang lain, sesak terasa napas ini namun cepat terasa lega karena setiap jendela terbuka lebar, entah itu rusak atau apa yang pasti jendela itu terbuka. Selain berfungsi untuk melihat pemandangan juga untuk mendapatkan angin karena begitu panasnya hawa di setiap gerbong kereta ini.

Jenuh terasa ketika melihat jam tangan yang masih menunjukan angka Dua belas malam karena masih lama kereta ini akan berhenti di setasiun yang aku tujuh, tapi beruntung sebelum aku membuka obrolan, perempuan di sebelahku lebih dulu menanyakan kebiasaanku merokokku, dan mungkin dia pun merasa junuh pula. “ Maaf mas,” tapi cepat-cepat aku memotong”Rido.” kataku, “Oh makasih.” dan diapun menyebutkan namanya yang tidak kalah cantik denagan mukanya “Kaila.”. “Oh ya, Do sejak kapan kamu merokok.” Pertanyaan yang sering dengar dan ku jawab kembali di kereta tua ini. “Mungkin sekitar Enam tahun yang lalu, ketika aku masih duduk di bangku SMP, tapi aku heran kenapa kamu menanyakan hal seperti ini.”aku juga balik nanya . “Aneh saja, sudah tau rokok itu kan penyakit dan di belakang bungkus rokok juga ada peringatan pemerintah tentang behaya bagi perokok dan rokok pun sudah di fatwakan haram oleh MUI”kata perempuan kereta itu. “Banyak alasan ketika aku mau menjawab pertanyaan yang sepertini, pertama aku meokok karena aku mempunyai silsilah yang kuat , dari orang tua, guru, dan kiyai aku pun merokok , jadi wajar dong kalo aku merokok, he…. Untuk masalah kesehatan tergantung bagai mana kita menjaganya, dan untuk masalah MUI aku belum yakin kalo MUI itu di ulamakan oleh masyarat bukan oleh pemerintah, jadi masih timbul pertanyaan di benakku apakah MUI itu ulama yang di ulamakan oleh masyarakat apa ulama yang di ulamakan oleh pemerintah.” jelasku panjang lebar. “ Wah… Kalo kayak gini itu kembali pada diri kita masing-masing, he…”senyum manis terlihat begitu indah di mata ku. “Ngomong-ngomong mau tujuan keman nih, dari tadi keasyikan, entar kebablasan lagi” aku mencoba mencari topik lain dari pada bingung lebih dulu menyelimuti, tapi ternyata asyik juga perempuan ini di ajak ngobrol. ‘Ke Senen, dan kamu sendiri kemana.”perempuan kereta itu balik nanya. “Setelah Senen. Oh ya ke jakarta punya kesibukan apa?, kuliyah?” tanyaku untuk meyakinkan dugaan.
“Kuliyah, dari pada nganggur di rumah dan kamu juga ngapainn, kuliyah apa kerja?”.
“Dua-duanya, aku kuliyah dan kerja pula, untuk menutupi biaya kuliahku, karena orang tua hanya bisa ngasih uang saku, maklum lah orang tuaku tidak punya duit, tapi aku maksa kuliyah dan begini jadinya” hehehe, kebiasaanku pun muncul kalo di tenga-tenga obrolan.

Perempuan itu hanya menganggukan kepala, aku juga tidak tahu apa arti semua itu, karena setelah itu hanya senyum manis dan lesung pipitnya yang kudapat dari perempuan kereta itu. Tatapan kosong yang aku dapat ketika aku memandang keluar, hamparan padi yang tertutup oleh kabut tebal tak bisa aku lihat, hanya lampu petromak yang bisa kutangkap dari mataku, suara jangkrik dan katak malam yang saling manyahut membuatku tersenyum, sungguh menggelikan nyanyian alam ini dan tidak sedikit kunang-kunang juga membuat indah malam ini, beruntung aku melakukan perjalan malam kereta ini. Terbayang semua keletihan orang tua ketika pulang dari sawah, dalam hati aku menjerit karena belum bisa membantu pekerjaan di sawah “maafkan anakmu ayah”… Terbayang pula keletihan ibu ketika melayani pembelinya, walaupun tersenyum ramah tapi aku melihat dan merasakan keletihannya, aku pasti kembali untukmu ibu… “ Mizone Aqua dinginnya bang.” aku pun di kagetkan dengan segarnya minuman yang di tawarkan oleh pedagang asongan , lamunanku buyar, terbawa angin malam, di temukan oleh jangkrik dan katak malam yang lagi berpesta.

“Mizone satu bang, yang dingin.”. Ku teguk minuman penambah ion tubuh itu sampai setenga, tak kusangka aku kalah star untuk membeli minuman itu dari perempuan kereta. “Habis ngelamun?” tanya perempuan kereta di sampingku. “ Kok bisa tahu.” tanya ku dengan nada heran. “Habis bengong mulu, sampai aku ga bisa bedain kambing punya tetangga rumahku dengan mu, hahaha.” lepas sudah tawa perempuan itu. “ Brengsek masa aku, kamu samain dengan kambing tetangga rumah mu, tapi ga papa, dari pada dengan burung gereja yang ada di madrasahku dulu, hehehe.” balas candaan ku yang membuatnya hanya cengar-cengir kuda. “Nggak, bercanda kok. Mikirin cewek di rumah ya?” Sindir perempuan kereta itu. “Lagi mikirin kucingku, kenapa ya Kucing ko ga bertanduk.”, kelakarku. “ Ya iyalah, kalo bertanduk mah namnya Kebo, bukan Kucing. Dan juga kalo Kucing bertanduk mana ada anak-anak yang mau bermain dengan kucing, takut ketusuk kali.” hehehe. Bisa aja perempuan ini pikirku. “Boleh aku nanya, tapi jangan marah.” tanya ku hati-hati, karena aku tidak mau teman ngobrol kereta malam ku marah dan tidak mau ngobrol lagi. “Ngapain marah, kan Cuma pertanyaan bukan tuntutan.”katanya, tetap dengan senyum manisnya. “ Kenapa kok kamu nggak pake kerudung padahal dalam islam kerudung itu dianjurin, maaf kalo pertayaanku agak aneh.” “ Tapi menurutku memakai kerudung bukan suatu ukukaran bahwa dia muslimat yang taat, karena aku pikir, memakai dan tidak memakainya kerudung bukan satu alasan untuk menjas bahwa yang tidak memakai kerudung bukan lah muslimah yang taat, dan itu bisa saja sebaliknya.” “Tapi rambut kan aurot bagi perempuan.” “ Kalo masalah aurot, suarapun aurot karena akan menimbulkan sahwat bagi kaum laki-laki, tapi islam bukanlah agama yang mudah menenpatkan kesalahan kalo belum mengetahui sebab dari sebuah kesalahan.” katanya sambil memperlihatkan gigi putihnya. Aneh memang, tuhan memberikan persoaalan selalu saja ada jawabannya, entah itu benar atau tidak. Tapi yang pasti persoalan itu datang selalu dibarengi jawaban. “ Kamu tadi bilang kuliah, ngambil jurusan apaan.” Kataku mengalihkan pembicaraan untuk tidak mempermasalahkan persoalan kerudung, karena menurutku pasti ada alasan masing-masing untuk memakai atau tidak. “Jurusan Keguruan.” Katanya memberi tahukan.

“Kenapa tidak ngambil yang lebih banyak di cari perusahaan sekarang, misalnya Ekonomi atau Teknik.” Balasku. “Kurang berminat saja. Memang sulit ya mencari pekerjaan kalo jurusannya Keguruan, padahal banyak masyarakat yang membutuhkan pendidikan tanpa mengeluarkan banyak biyaya kayak sekarang.” Katanya menjelaskan. “Tidak sih.” Kataku tidak bisa berbicara apa-apa lagi, karena semua itu tergantung minat dan bakatnya. Setelah di pikir-pikir kanapa biyaya untuk mendapatkan pendidikan yang layak sangat mahal. Kenapa tidak di geratiskan langsung sampai lulus kuliyah? Toh yang akan bangga juga Negara sendiri, karena melihat masyarakatnya mampu untuk berfikir kritis, tidak ada lagi saling tuduh-menuduh untuk menyalahkan, Aneh memang. “Oh iya, kamu sendiri ngambil jurusan apa?”katanya untuk memecah keheningan. “Ngambil Ekonomi, itu juga karena aku mendapat beasiswa dan memilih program apa yang di inginkan.” “Wah hebat, mau jadi pakar Ekonom nih ceritanya.” “ Terlalu jauh untuk memikirkan semua itu, dengan lulus kuliyah juga untung, hehehe.” Kataku bingung dengan cara apa lagi, aku bisa bertahan di perantauan. “ Kenapa jadi pasimis kayak gitu, bukannya tuhan memberikan cobaan bagi yang mampu, berarti kamu juga termasuk yang mampu mengatasi semua ini.” Katanya yang membuatku tambah bingung, apakah bener demikian? Terus bagaimana dengan nasib keluargaku yang tidak kunjung sembuh dari kemiskinan. “Kamu bisa saja bilang seperti itu karena kamu mampu.” Kataku membela diri. “Aku mencoba untuk tidak kalah saja dengan keadaan dan untuk tidak terhanyut dengan kekayaan, itu saja yang membuatku bisa berkata seperti tadi.” Katanya yang selalu bisa membalas omonganku. “Oh ya, boleh aku minta No Hpmu, kalu saja sewaktu-waktu aku lewat depan kampusmu, dan bisa mampir karena ada yang kenal.”

“0812800XXXX, miscol kesini biyar aku juga tahu No Hpmu.” Katanya setelah memberitahukan No ponselnya.
“Ok, tenkyou.” Setelah itu dia turun karena sampai pada station yang di tuju. Entah apa lagi yang aku lakukan setelah perempuan itu turun. Hening sesaat untuk menikmati pagi, walupun udaranya sudah tercampur dengan asap kendaraan bermotor, tapi aku beruntung bisa menginjakkan tanah jakarta yang ganas dengan persaingan kotor dengan tipu daya tangan-tangan Iblis yang haus kenikmatan dunia yang sesaat ini.

Suara nyanyian sang Maestro Iwan Fals, dari pengamen mengingatkanku tentang sulitnya mencari pekerjaan walau dengan ijazah kuliah. Kalau tidak ada koneksi atau relasi dalam pekerjaan rasanya sedikit mustahil untuk mendapatkan pekerjaan yang mudah. Kalaupun punya kepribadian baik kalau tidak ada koneksi ya sama saja bohong. Dijaman sekarang yang penting ada uang dan uang lah yang akan menyelesaikan permasalahan, beres. Begitu kumelnya pengamen itu, tapi suaranya enak untuk di dengar. Kurogoh kantong celanaku untuk mengambil ribuan untuk pengamen. Memang tidak sering aku mengasih uang untuk pengamen. Yang paling aku tidak suka kalau ada pengamen hanya bermusikan tepuk tangan ditambah lagi kalau meminta uangnya dengan memaksa, dan aku hanya bisa geleng kepala, aneh saja melihat semua itu, kayak tidak ada niat untuk ngamen. Kalu saja aku bisa bermain gitar mungkin untuk ngisih kekosongan dan uang saku aku juga akan ngamen seperti mereka, toh suaraku juga tidak jelek-jelek amat. Membayangkan semua kebingungan yang aku hadapi, membuatku tertidur berselimut gelisah yang tidak kunjung padam. Kereta terasa berangkat kembali setelah setenga jam untuk menurunkan penumpang. Setiap gerbong terasa kosong karena kebanyakan penumpang turun, mataku jadi sanggup untuk menatap sampai ke gerbong paling belakang, karena kebanyakan penumpang bisa menunduduki kursi yang telah di tinggalkan para penumpang yang turun.

Sudah kurasakan sedikit gerah ketika jam menunjukkan angka tujuh pagi. Ketika kubuka Hp tenyata ada SMS masuk yang ternya dari Kaila si perempuan kereta.

Asslm…pagi Rido, dah smpai mna nih? Ku hrp bs ktm lg wat brbncang2. By kaila.

Setelah ku baca SMSnya aku masukkan kembali Hpku dalam kantong celana, Hp secend yang aku beli dari conter dekat rumahku sudah menemaniku tiga tehun sejak aku masih duduk di bangku SMA. aku sudah ada niat untuk membalas SMS Kaila ketika aku sudah sampai di kontrakanku, karena kepalaku masih sedikit penat ketika bengun tidur tadi dan kantuk masih terasa di kelopak mata, namun karena sebentar lagi sampai, aku urungkan untuk tidur kembali dan mengambil tas yang ada di tempat barang tepat di atas kepala. Pas jam delapan aku sampai di kontrakan, setelah membereskan baju yang tadi kubawa dari rumah dan memberitahukan orang tua, aku sudah sampai lewat telepon. Setelah itu mebalas SMS Kaila.
Sory ru bls, td ngntuk bnget dan ru smpai kontrkan. Ok lah, mdh2n msh da wkt wat brtmu dan brbncang2. see u next time. By Rido.

Karena tidak ada balasan, aku mencoba untuk tidur untuk meneruskan mimpi yang terpotong di atas kereta tadi. Mimpi yang membuatku bahagia ketika bermimpi bertemu dengan Kaila, si perempuan kereta untuk berbincang-bincang lebih lama lagi Tentang kegelisahan yang dirasakan masyarakat, tentang mahalnya pendidikan, mahalnya sembako, mahalnya ketika harus menyembuhkan rasa sakit, rasa lapar dan semua kegelisahan yang membuat susahnya untuk tertidur nyenyak dan di selimuti mimpi indah seorang pemimpi.
*Penulis adalah ketua komunitas kolekan




















S Bachri Suma.
Sinopsis
Perjungan untuk menghadapi kerasnya hidup memang terasa pahit, namun Rido tidak mau diam untuk meratapi semua itu. Merantau ke kota jakarta adalah pilihan yang terbaik menurutnya untuk merubah hidup. Dalam benaknya selalu terlintas, perjuangan memang harus seperti ini, karena surga itu manis. Manis dan indah ketika dalam perjalanannya bersama perempuan kereta yang menjadi teman berbincang. Perempuan tegar yang selalu tersenyum. Bagi manakah perjalanan kereta Rido dengan perempuan itu.




Share this post :

Masukkan email untuk berlangganan:

Delivered by Angkringanwarta

 
Ayo kirim tulisanmu ke : angkringan123@gmail.com
Copyright © 2012. AngkringanWarta - All Rights Reserved
Powered by Angkringanwarta