Berita Terbaru:
Home » » Apa Lagi Monsieur Wenger?

Apa Lagi Monsieur Wenger?

Written By angkringanwarta.com on Saturday, February 18, 2012 | 10:52

Oleh Ahmad Makki*

Saya bayangkan Arsène Wenger membetulkan letak kacamata. Entah apa yang baru saja dikatakan kepada para pemain. Sejenak ia berhenti. Menarik nafas panjang. Lalu melangkah ke ruang konferensi pers, tempat para wartawan bersiaga dengan catatan. Juga cahaya blitz kamera yang tak habis-habis menerkam.

Wenger tegar di depan kumpulan orang. Ia jelaskan laga melawan AC Milan tadi. Ia menyebut soal rumput yang tak rata, juga menyesalkan penalti yang tak semestinya diberikan. Tapi bukan itu persoalannya, Monsieur. Milan baru saja menunjukkan bahwa Arsenal tak lagi mampu bersaing di level tertinggi.

Orang akan mengingat Wenger bukan hanya sebagai pelatih hebat. Ia penanam filosofi dan rencana besar di Arsenal. Di bawah asuhannya, tim gudang peluru merasakan era terbaik mereka. Namun di tahun-tahun belakangan media tak henti-hentinya mengkritik Wenger yang tak lagi memberi gelar. Pelatih ini selalu menampik ketidakberesan kebijakannya. Tapi malam itu di San Siro, angka 0-4 membuat Wenger tak lagi punya persediaan apologi.


BILLY BEANE, General Manager klub baseball Amerika, Oakland Athletics, adalah pembaru dunia baseball. Dengan metode saintifik ia merevolusi metode pemantauan dan perekrutan pemain, membuat Beane sukses dengan budget minimum. Di Amerika namanya tentu kesohor. Tapi bule-bule di sana tentu mengernyitkan dahi manakala Beane menyebut nama Arsène Wenger sebagai inspirasi. Di Amerika -tempat orang tak kenal Maradona tanpa merasa berdosa- khazanah sepakbola Eropa memang belum terlalu dipahami.

Di Eropa sendiri, sebelum September 1996 orang akan bereaksi sama mendengar nama Arsène Wenger. Sehabis menendang pelatih Bruce Rioch, Arsenal menyeleksi kandidat pelatih. Nama Johan Cruyff jadi unggulan. Tapi satu bisikan dari direktur teknik sepakbola Perancis kala itu, Gérard Houllier, membuat petinggi Arsenal melirik pelatih klub Jepang, Nagoya Grampus Eight, Arsène Wenger.

"Arsène Who?" kata harian Evening Standard pasca diperkenalkannya Wenger, 30 September 1996. Keraguan serupa dirasakan pendukung klub. Tapi petinggi Arsenal percaya pada pria bertitel sarjana ekonomi ini. Mereka rela menunggu kontrak Wenger dengan Nagoya habis. Arsenal juga membeli Rémi Garde dan Patrick Vieira demi memenuhi permintaan Wenger sebelum ia datang.

Arsène Wenger membawa ahli kesehatan Philippe Boixel demi membenahi kebugaran pemain. Ini menjadi basis untuk mengenalkan strategi dinamis Eropa Daratan ke tanah Inggris yang stagnan dengan bola-bola panjang. Di musim kedua ia sukses dengan dua gelar, Liga Inggris dan Piala FA. Ini baru sekadar pembuka bagi belasan trofi lain.

Wenger punya mata yang sensitif dengan bakat-bakat muda. Saat melatih Monaco, ia kenalkan Lilian Thuram, Emmanuel Petit, Youri Djorkaeff, George Weah dan Victor Ikpeba kepada dunia. Di Arsenal, ia mereparasi karier Dennis Bergkamp, Patrick Vieira dan Thiery Henry yang jeblok di Italia. Jangan lupa, sebelum orang ribut memuji kesaktian akademi Barcelona, La Masia, ia telah “mencuri” bocah bernama Francesc Fabregas Soler dari sana.

“JIKA ANDA berumur di bawah 20 tahun dan merasa tak bisa jadi pemain utama Arsenal, anda punya masalah,” ucap Monsieur Wenger suatu kali. Ia buktikan ucapannya dengan mengorbitkan Kolo Toure, Fabregas, Jack Wilshere, Van Persie, Alex Song, dan banyak nama lain. Ini menunjukkan bahwa Wenger memang pendidik yang baik. Tapi mengapa belakangan gelar tak kunjung datang?

Sejak terakhir kali merengkuh piala di tahun 2005, Wenger telah membiarkan nama-nama hebat pergi dari Arsenal. Ashley Cole, Patrick Vieira, Thiery Henry, Kolo Toure, Gilberto Silva, Mathieu Flamini Cesc Fabregas, Samir Nasri, adalah nama-nama hebat yang pernah unjuk kebolehan di Arsenal. Kepergian mereka memang selalu diisi para pemian muda yang berbakat. Tapi satu fakta yang sulit dibantah Wenger, tapi tak kunjung diakuinya, tahun demi tahun kualitas The Gunners terus merosot.

Dari sudut bisnis transfer, kebijakan Wenger boleh jadi langkah yang pintar. Dalam usia senja, harga Vieira dan Henry terus terang sangat tinggi. Nasri, pemain yang akan habis kontrak dijual dengan harga selangit. Fabregas, bocah berharga murah yang pulang dengan biaya tranfer mahal. Sungguh, tak seorang pun meragukan Wenger soal bisnis ini.

Tapi dalam klub seperti Arsenal, mendapat untung saja belum cukup. Anda tak bisa menganggap Arsenal serupa gerai Indomaret atau Carrefour yang urusannya melulu untung rugi. Indomaret dan Carrefour tak punya museum berisi koleksi trofi dan bukti-bukti kejayaan. Di sepakbola, karena itulah orang mengagumi sebuah klub. Kejayaan yang membuat klub-klub lain memandang iri dengan lutut yang gemetar.

Pelatih hebat seperti Alex Ferguson pun berkali-kali mengalami masa-masa gelap di Manchester United. Yang membedakannya dengan Wenger adalah ambisi. Fergie tak pernah berlama-lama membiarkan MU tak kompetitif. Sementara Wenger, sejak 2005, ia malah membuat Arsenal sekadar pemasok pemain-pemain bagus buat klub besar. Tak ubahnya West Ham United.

“Bukan soal usia,” kata Wenger menanggapi kritik pers terhadap timnya yang diangap terlalu muda. Wenger tepat. Ia pernah menjuarai Liga Inggris dengan catatan tak terkalahkan melalui kaki-kaki muda. Lebih tepatnya, bukan di situ persoalannya.

Ketika para pemuda bernama Henry, Pires, Vieira dan Ljungberg mengangkat trofi, mereka pernah mencecap pengalaman di klub lain. Mengalami suka dan dukanya masing-masing. Kini, para pemain muda berbakat itu dididik bersama, belajar dari orang-orang yang terbiasa puasa gelar. Saat pemain seperti Fabregas dan Nasri pergi, serta Wilshere yang cedera panjang, Wenger menggantinya dengan Mikel Arteta, yang pengalaman di level Eropanya pun kalah dengan Aaron Ramsey.

Solusi satu-satunya bagi arsenal adalah kembalinya ambisi Wenger, seperti kali pertama ia jejakkan kaki di stadion lama Arsenal, Highbury. Membeli pemain-pemain bagus yang dibutuhkan tim tak akan dicatat sebagai pengkhianatan terhadap filosofi pro pemain binaan. Semua orang sudah lebih dari percaya soal itu. Yang Arsenal butuhkan kini adalah kejayaan.

Jika memang tak lagi punya cukup ambisi, apa lagi yang kau cari di Arsenal, Monsieur Wenger?

*Penulis adalah penulis kolom dan aktif di blogger (http://blogahmadmakki.blogspot.com/)

Share this post :

+ komentar + 1 komentar

Gooners..
February 21, 2012 at 3:27 PM

analisa yg matang, membandingkan Fergie & Wenger dlm sudut pandang gelar + kejayaan, tp sayang melewatkan porsi wilayah manajerial antara Fergie di Mu dan Arsene di Arsenal. Tentunya kebebasan seorang pelatih di masing2 klub berbeda..

Post a Comment

Masukkan email untuk berlangganan:

Delivered by Angkringanwarta

 
Ayo kirim tulisanmu ke : angkringan123@gmail.com
Copyright © 2012. AngkringanWarta - All Rights Reserved
Powered by Angkringanwarta