Berita Terbaru:
Home » » Jokowi dan Pasar Tradisional

Jokowi dan Pasar Tradisional

Written By angkringanwarta.com on Tuesday, February 07, 2012 | 18:59

Oleh Dede Supriyatna

Tengah-tengah krisis kepercayaan rakyat terhadap para pemimpin, muncul sosok Joko Widodo, atau lebih dikenal dengan Jokowi. Pamor kian melesat setelah muncul pemberitaan mengenai pertikaianya dengan Bibit Waluyo, seorang Gebernur Jawa Tengah.

Pemicu tak lain persoalan pasar, Bibit yang berniat melakukan perobohan bekas pabrik es Saripetojo untuk dijadikan pusat belanja. Atas niatan tersebut, tak mendapatkan dukungan bahkan mendapat pertentangan dari walikota Solo yang biasa disapa Jokowi.

Jokowi yang belatar belakang merupakan seorang perkerja pedagang mebel rumah dan taman ini, tiba-tiba pada akhirnya dirinya berubah menjadi seorang pemimpin kota Solo, dalam kepemimpinannya mempunyai prinsip, yakni para investor untuk mau memikirkan kepentingan publik, jika hal demikian tak terajadi?

Maka akan ditampikan para investor yang tidak setuju dengan prinsip kepemimpinannya, ia lebih mengutamakan membangun pasar tradisional yang sudah ada, dan dalam membangun dengan semangat sesuai motto "Solo: The Spirit of Java."

Apa yang dilakukan Jokowi dalam menentang pembuatan pusat belanja, membuat Bibit Waluyo naik pitam, merasa dirinya sebagai pemimpin yang memiliki kedudukan lebih tinggi ditentang. Dan pada akhirnya pertikaian keduanya dimulai.

Cerita-cerita mengenai Jokowi kian ramai, bahkan Jokowi layaknya seorang bintang artis yang diidolakan begitu banyak orang. Hal yang demikian terlihat dari komentar-komentar terhadapnya, sambil berandai-andai dengan penuh harap agar para pemimpin bangsa bisa mencontoh Jokowi. Untuk saat ini, Jokowi mulia dikait-kaitkan dengan mobil, sebuah mobil hasil karya siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Solo, yang diberi nama Kiat Esemka.

Kehadiran Jokowi seperti membawa angin segar dan harapan agar para pejabat dapat meniru sosok Jokowi. Apa yang dikerjakannya membawa namanya melambung pesat, hingga dalam obrolan tongkrongan dua hari yang lalu. Kurang lebih begitu gambaran mengenai Jokowi. Memang secara pribadi saya tak mengenalnya lebih jauh, saya hanya mengenal melalui komentar-komentar orang.

Apa yang dilakukanya dari penolakan pembangunan mall hingga mengganti kendaraanya dengan Kiat Esemka dan terus mempromosikan produk anak bangsa, membuat sekilas teringat pada sosok Venezuela yang serakang sedang dipimpin Hugo Chavez, Hugo Chavez yang melakukan sebuah nasionalis dengan cara melepaskan dari perusahan asing. Mungkin terlalu jauh, tapi ini bukan perbandingan.

Penolakan Jokowi terhadap pembangunan mall, dan lebih mengutamakan pasar tradisional. Hal ini yang perlu mendapatkan perhatian dari para Pemimpin Daerah, benarkah para Pemimpin Daerah tersebut mempedulikan warganya? Lalu apa yang dilakukanya, apakah ia pergi ke pasar bergerumbul dengan para pedagan yang tak mengenal waktu, coba saja tengok ke pasar, adakah mereaka?

Beranikah mereka menolak pendirian supermaket? Jika iya, coba kembali tengok pasar Ciptut dan coba mempertanyaakan, adakah Supermaket yang berada di sekitarnya? Tinggal melangkah menelusuri jalan, maka akan didapati tepat di depan pasar Ciputat yang hanya dibatasi ruas jalan sebuah bangunan yang megah menjadi pusat perbelanjaan dari pakaian, hingga sayuran-sayuran, dan kebutuhan pokok, sebuah bangunan bernama Rama Yana.

Lalu tak henti pada pusat perbenlanjaan Rama Yana, telusuri jalan ke arah Parung dari depan Rama Yana, kira-kira hanya berjaraka 1 kilo, tepat ditikungan akan kembali dijumpai tempat perbelajaan Carrefour yang terletak di depan pembensin. Carrefour dengan bangunan megahnya dengan halaman yang luas, dan tak luput tepat pinggir jalan akan nampak sebuah papan berutuliskan tulisan "Carrefour" pada bawahnya terdapat ungkapan "BBM: Benar-Benar Murah," dilanjukan jenis-jenis sayuran hingga ayam yang dijual.

Sepertinya tak cukup dengan satu pusat perbelanjaan, di samping juga sudah terdapat sebuah supermaket yang lain, Supermaket yang saling berjejeran hanya berjarak beberapa meter. Pada Supermaket tersebut, sebagaimana hanya Carrefour, supermaket itu juga, membuat sebuah papan reklame dengan tulisan "Supermaket, SuperIndo" tepat samping tulisan SuperIndo terdapat sebuah gambar seperti gambar singa yang ada di liga Inggris.

Apabila hal demikian dibiarkan secara terus-terusan tanpa adanya upaya dari pemimpin untuk menentang para kekuatan modal para investor, maka tak ayal bangunan mall menggantikan pasar tradisional.

Apalagi mereka yang membangun tanpa mempedulikakan letak pembangunan. Dan jika ada yang bertanya apakah pasar tradisional masih bisa bertahan, itu kiranya juga yang menjadi bahan pertanyaan yang serupa dengan saya, apakah pasar tradisional masih bisa bertahan mengahadapi para kuasa dan pemilik modal?


Marak bangungan market, membuat para pedagang pasar harus bersaing dengan pemilik modal dari segi citra. Mereka para pedagan pasar tradisional merelakan dihatam melalui iklan yang dikeluarkan para pemilik modal.

Persaingan melalui media iklan tentunya hanya akan dimenangkan para pemilik modal, sebab mereka mempuanyai kekuatan finansial yang tak hanya berfungsi untuk membangun tempat perbelanjaan, mereka juga mencari pangsa pasar dengan cara membangun sebuah citra melalui iklan di layar kaca atau sekedar menerbitkan lembaran-lembaran hingga beribu rim dengan tujuan untuk menghipnotis para pembeli.

*Foto dijepret Iqbal, Salah seorang pengunjung sedang membeli di pasar swalayan

Share this post :

Masukkan email untuk berlangganan:

Delivered by Angkringanwarta

 
Ayo kirim tulisanmu ke : angkringan123@gmail.com
Copyright © 2012. AngkringanWarta - All Rights Reserved
Powered by Angkringanwarta