Berita Terbaru:
Home » » Mengapa André Villas-Boas Kesulitan di Chelsea?

Mengapa André Villas-Boas Kesulitan di Chelsea?

Written By angkringanwarta.com on Saturday, February 18, 2012 | 22:21

Oleh Ahmad Makki*

Sukses di Porto dalam usia muda membuat André Villas-Boas dijuluki The Next Mourinho, bahkan The Special Two. Maka ketika Villas-Boas ditunjuk menangani Chelsea, orang membayangkan berulangnya masa kejayaan Chelsea dengan instan, sebagaimana dilakukan Mou dulu. Dan saat tahun pertama Villas-Boas berjalan tersendat-sendat, semua julukan dan imajinasi kejayaan pelan-pelan dilupakan orang

Sebetulnya membandingkan Andre Villas-Boas dengan Mourinho adalah perbandingan yang malas tanpa dasar observasi taktik. Keduanya mewakili kutub berbeda dalam sepakbola. Jika Mourinho meyakini pragmatisme dan kekokohan, maka Villas-Boas mengusung gaya menyerang yang atraktif. Lalu apa yang membuat Villas-Boas hingga kini kesulitan menerapkan filosofinya di Chelsea? Berikut adalah beberapa faktor penyebabnya.

1.Lini belakang
Mourinho menempatkan para bek tak jauh dari kotak penalti. Sehebat apa pun musuh memancing, mereka disiplin di tempat. Asumsinya, gol tak akan datang kalau lini belakang tak bisa ditembus. Sebaliknya, Villas-Boas agresif menyerang dengan mendorong bek maju sampai ke garis tengah dan kedua full back yang aktif membantu serangan. Taktik ini butuh bek berlari cepat dan mampu membaca permainan.

Saat Villas-Boas datang, bek yang punya kedua syarat itu hanya David Luiz. John Terry tentu pemain yang pintar. Namun selain faktor usia, secara natural ia juga tak punya kecepatan. Saat Chelsea dikalahkan Arsenal 3-5 di paruh pertama musim ini, gol Van Persie yang diawali terpelesetnya Terry menjelaskan hal ini. Nama lain, Alex, ia tak punya keduanya. Transfer Gary Cahill dan dibuangnya Alex adalah langkah yang tepat.

2.Investasi pemain
Kedatangan Villas-Boas ke Chelsea sekaligus membawa kabar perekrutan dua tulang punggung timnya Porto, Falcao dan Joao Moutinho. Tapi berita ini tak kunjung lunas. Masalahnya jelas dana, karena Falcao terbukti bukan pemain yang tak boleh dibeli. Villas-Boas cukup berpuas diri dengan Juan Mata, Oriol Romeu dan Romelu Lukaku. Sadar materi ini belum cukup, ia menengok alternatif yang lebih terjangkau, Raul Meireles.

Sejak ditangani Mourinho, skuad Chelsea tak banyak berubah. Pendekatan berbeda tentu perlu materi berbeda pula. Uang Abramovich jelas masih melimpah, tapi krisis moneter dan aturan financial fair play yang bakal diberlakukan UEFA membuat Si Bos berhati-hati. Karenanya investasi yang diberikan kepada Villas-Boas tak sebesar yang didapat Mourinho. Maka wajar jika hasilnya pun berbeda.

Sejauh ini Mata, Romeu dan Meireles terbukti pembelian bagus. Sementara kiper muda Thibaut Courtois yang dipinjam Atletico Madrid punya potensi mengancam Cech. Lukaku boleh dianggap pemain masa depan.

3.Para pemain senior
Pascakalah 2-0 dari Everton, Villas-Boas menghukum pemainnya dengan sesi latihan di luar jadwal. Hal ini ditentang Petr Cech. Sebelumnya mantan pelatih klub ini, Carlo Ancelotti pernah menyarankan untuk membuang Drogba agar Torres kembali subur. Ini sedikit banyak menggambarkan kondisi yang dihadapi Villas-Boas di ruang ganti.

Mourinho pintar mengenali karakteristik kepribadian pemain dan memanfaatkannya untuk kebutuhan tim. Lihat bagaimana ia mengubah Pepe yang garang menjadi monster. Saat di Chelsea, Mou memanfaatkan kepemimpinan Terry dan Lampard untuk mendikte cara berpikir tim. Kedua pemain ini, bersama Drogba dan Cech, membentuk sebuah rezim senioritas yang egois.

Villas-Boas yang tahu dapur Chelsea sejak lama berniat mendobrak komplotan ini. Mereka adalah legenda Chelsea. Tapi kini bukan lagi era mereka. Ketika perlawanan mereka telah di luar kendali, seperti ditunjukkan Cech, Villas-Boas tahu, hanya Abramovich yang bisa menundukkan mereka. Karenanya orang Portugal ini meminta pemilik klub ini mendukungnya.

4.Warisan pragmatisme Mourinho
Villas-Boas beberapa kali berhasil mengeluarkan permainan terbaik anak asuhnya di musim ini. Ironisnya, ini terjadi kalau Villas-Boas menerapkan strategi serangan balik, sebagaimana Mourinho dulu. Kala melawan menang 0-3 di kandang Valencia pada fase grup Liga Champion, empat bek Chelsea berdiri statis di depan kotak penalti. Mereka membiarkan lawan menguasai pertandingan. Ketika bola direbut, mereka melakukan serangan balik lewat bola-bola panjang.

Menerapkan strategi begini tentu aman buat Villas-Boas. Namun untuk tujuan jangka panjang, mengembalikan pemain ke zona nyamannya akan membuat perubahan yang diusahakannya bulan-bulan jadi sia-sia.

Kesimpulan
Tahun pertama masa kerja Villas-Boas di Chelsea adalah masa menghadapi ironisme. Ia mesti mengikis pragmatisme yang diwariskan gurunya sendiri. Kekuatan Mourinho, sebagaimana kita kenal, menjadikan pemain demikian taat, bahkan mendominasi pola pikirnya. Mou tak hanya meminta anak didiknya menganggap taktiknya yang terbaik. Lebih dari itu ia membuat pemain menganggap itulah satu-satunya cara memainkan sepakbola. Joe Cole adalah contoh pesepakbola penuh imajinasi harapan Inggris di masa belia, yang berakhir sebagai pemain yang sulit beradaptasi dengan klub barunya.

Jika berharap sukses jangka pendek, Villas-Boas tentu tahu cara memainkan sepakbola ala Mourinho. Tapi perkembangan taktik sepakbola menuntut Chelsea bersabar untuk beradaptasi dengan tradisi yang lebih visioner. Jalan buntu yang dihadapi Mourinho saban menghadapi Barcelona bukan sekadar soal superioritas materi, tapi indikator kemenangan taktik dinamis melawan kecenderungan bertahan yang paranoid. Tren inilah yang akan berkembang, setidaknya dalam satu dekade terakhir.

Jika Abramovich mau berpikir panjang, Villas-Boas harus dikasih waktu lebih lama untuk membuktikan diri.

*Penulis adalah penulis kolom bola


Share this post :

Masukkan email untuk berlangganan:

Delivered by Angkringanwarta

 
Ayo kirim tulisanmu ke : angkringan123@gmail.com
Copyright © 2012. AngkringanWarta - All Rights Reserved
Powered by Angkringanwarta