Berita Terbaru:
Home » » Pengamat Hanyalah Pengamat

Pengamat Hanyalah Pengamat

Written By angkringanwarta.com on Thursday, March 08, 2012 | 16:16

Oleh Dede Supriyatna*

Sebagaimana hendak menyaksikan sebuah pertandingan, para pengamat memberikan gambaran bagaimana jalannya pertandingan, melakukan sebuah prediksi siapa yang akan menang, dan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan pertandingan yang akan berlangsung.

Tak jarang para pengamat menggunakan data sebagai argumentasi, mereka akan bertingkah layaknya seorang ahli dalam memberikan sebuah gambaran. Tak hanya para pengamat, komentar akan datang dari para penggemar, para penggemar akan mengulas pertandingan dengan data-data dari para pemain sebuah klub.

Dan apabila pertandingan telah berjalan tak sesuai dengan apa yang diperkirakan, maka komentar kira-kira akan berbunyi, pelatih salah menggunakan taktik, terlambat menggantikan pemain, pemain bintang sedang kecapaian, dan bla, bla, bla lainnya.

Pengamat atau para komentar tak hanya terjadi pada sebuah pertandingan sepak bola saja, pengamat-pengamat lainnya akan bermunculan, sebut saja pengamat yang sering terlihat di TV ada pengamat politik, pengamat sosial, pengamat budaya, dan pengamat lainnya.

Namanya juga pengamat, maka ia akan melakukan apa yang selayaknya pengamat, mencari data, mengolah data, lalu menyimpulkan. Sebuah hal yang sangat wajar dilakukan para pengamat. Dalam penyimpulan bisa jadi, apa yang disimpulkan bukan hal yang sesuai atas apa yang sebenarnya.

Agar lebih mudahnya, marilah kita memberikan sebuah contoh pada studi kasus perihal kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi. Untuk saat ini, perihal kenaikan BBM sedang ramai diperbincangkan.

Para pengamat politik, sosial, budaya memberikan sebuah gambaran dari hal yang sedang terjadi. Dari data-data yang didapat, berbagai pengamat memberikan sebuah gambaran dengan keyakinan penuh, bahwa argumen yang diungkapkannya merupakan sebuah pengamatan dari hasil objektif, hal yang lain pun demikian, bahwa menganggap apa yang diungkapkan merupakan sebuah asumsi yang objektif dan benar-benar adanya di lapangan.

Dan sebagai pendengar bisa jadi akan kebingungan mendengarkan para pengamat yang saling bertentang, saling mengagap apa yang diamatinya benar adanya. Terutama lagi, saat pengamat mencoba meyakini dengan sedikit memaksa, bahwa pengamatan yang dilakukan adalah hal sungguh-sungguh hal yang benar.

Hingga dengan segala macam argumentnya hingga melupakan, bahwa mereka adalah para pengamat, pengamat hanyalah pengamat bukan yang merasakan. Jadi, apa yang diungkapkan bisa benar, bisa juga salah.

Lalu siapa yang benar, yang benar tentunya orang yang merasakan, orang dijadikan sebagai objek dalam pengamatan.

Share this post :

Masukkan email untuk berlangganan:

Delivered by Angkringanwarta

 
Ayo kirim tulisanmu ke : angkringan123@gmail.com
Copyright © 2012. AngkringanWarta - All Rights Reserved
Powered by Angkringanwarta