Berita Terbaru:
Home » » Kambing Penemu Kopi

Kambing Penemu Kopi

Written By angkringanwarta.com on Tuesday, March 13, 2012 | 23:23

Dunia tongkrongan memang selalu tak bisa ditebak dan sudah menjadi hal yang wajar saat berbicara ngolor-ngidul, tanpa tema yang jelas. Sebagaimana yang terjadi (14/3) selepas adzan Isya, bertempatkan di jalan Sanggrahan.

Sebuah obralan yang tiba-tiba mengarah pada perihal kopi, pembahasanya meliputi sejarah kopi, peracikan kopi, kenikmatan kopi, jenis kopi, hingga monopoli kopi.

Ngobrol tentang kopi akan menjadi obrolan begitu panjang, berbicara mengenai sejarahnya saja, sudah sangat panjang, sebelum kopi masuk ke Indonesia. Biji kopi ditemukan seorang penggembala kambing di negara Ethiopia.

Kambing itu memakan buah yang berwarna merah kehitaman. Dan secara tiba-tiba kambing itu, begitu aktiv, begitu ceria. Apa yang dilakukan kambing membuat sang gembala menaruh rasa penasaran, ia mengikuti apa yang dilakukan kambing. Sebagaimana halnya kambing, pegembala secara tiba-tiba menjadi aktiv, bahkan bisa dikatakan hiper aktiv.

Dari sanalah, biji kopi yang berasa pahit ternyata dapat munculkan rasa sensasi yang begitu wah (susah diungkapkan dengan kata-kata). Lambat laun, biji kopi mulai menyebar hingga sampai ke Indonesia.

Di Indonesia sendiri, kemunculan biji kopi diawali dengan tanam paksa yang dilakukan para penjajahan Belanda. Secara kebetulan keadaan Indonesia cocok untuk menanm kopi. Maka dengan sendiri menyerbarlah pohon kopi, penyerbaran kopi di Indonesia meliputi pulau Jawa, pulau Sumatera dan sebahagian Indonesia Timur.

Untuk jenis kopi sendiri Indonesia banyak menanam kopi berjenis Arabika berbeda dengan daerah Brazilia yang banyak menaman kopi robusta. Awal mulanya hadiri tanaman kopi, hanya sekitar sekitar Batavia (Jakarta), Sukabumi, Bogor, Mandailing, Sidikalang, dan terus menyebar.

Dan sekarang tiap-tiap daerah telah menamakan sendiri-sendiri, sebagaiamana yang sekarang banyak dinikmati kopi Aceh, kopi Toraja, dan kopi luwak. Pada kopi luwak telah mengalami kemunduran saat banyak orang yang memelihara luwak, rasanya berbeda dengan luwak liar.

Penumaan kopi luwak sendiri, mungkin hampir sama dengan sejarah asal-usul kopi. Sayangnya, kelemahan Indonesia kurangnya budaya tulis. Dengan adanya kopi luwak, seharunya ada kopi kambing. Dan manusia seharusnya berterimakasih kepada kambing, sebab kambinglah yang telah menemukan kopi, celetuk salah seorang yang duduk sambil menyeruput kopi.

Obrolan kopi saling saut-menyahut, ada juga yang menambahkan perihal yang dirasa kurang. Penambahan kopi berujar seputar bagaimana cara menyajian kopi. Pada tahap ini, manusia baru mencoba berekspresi terhadap biji kopi, ada yang menambahkan crim, susu, memasukan pada makanan, dan lain-lainya.

Untuk cara menyeduh sendiri, kopi tak cukup hanya dengan air panas, jadi perlu direbus. Dengan peracikan yang benar akan berpengaruh pada aroma dan rasa. Dan meracik orang-orang mencoba melakuakan improf untuk mendapatkan rasa yang begitu dahsyat dari biji kopi.

Mesikipun demikian. pada rasa dasar kopi memiliki rasa yang berbeda ada yang terasa lebih kecut teruma pada nama kopi luwak. Perkembang selanjutnya, biji kopi kembali dimonopoli sebagaiamana zaman penjajahan, untuk saat ini para pemilik modal dengan menguasai pemasaran kopi. Dan untuk kita, tinggal menikmati kopi tersedia di warkop-warkop dengan harga satu cangkir Rp 2000,-.

Share this post :

Masukkan email untuk berlangganan:

Delivered by Angkringanwarta

 
Ayo kirim tulisanmu ke : angkringan123@gmail.com
Copyright © 2012. AngkringanWarta - All Rights Reserved
Powered by Angkringanwarta