Berita Terbaru:
Home » » Sosiolog UIN Jadi Tersangka

Sosiolog UIN Jadi Tersangka

Written By angkringanwarta.com on Monday, July 02, 2012 | 16:27


Apa yang salah dengan sosiolog UIN Syarif Hidayatulla Jakarta, Musni Umar, dengan lantangnya menulis di sebuah blog tentang ‘Teladani Kejujuran Rasulullah SAW Dalam Memimpin Sekolah’ ternyata merupakan sebuah informasi dugaan korupsi di salah satu sekolah elit di Jakarta yaitu SMA 70.

Akibat tulisannya tersebut, ternyata pihak sekolah menganggap tulisan tersebut merupakan bentuk pencemaran nama baik dan ditetapkan sebagai tersangka.

Terkait tulisannya Musni yang juga sebagai Ketua Komite Sekolah tersebut beralasan bahwa tulisan tersebut hanya ingin membongkar dugaan korupsi.

Berikut tulisan Musni Umar di sebuah blog pribadinya musniumar.wordpress.com

Dr. Musni Umar: Teladani Kejujuran Rasulullah SAW Dalam Memimpin Sekolah

Hari ini 12 Rabiul Awal 1432 H bertepatan 15 Februari 2011 adalah Maulid Nabi Besar Muhammad SAW. Setiap memeringati hari kelahirannya, umat Islam dimanapun berada, wajib berintrospeksi apakah sudah meneladani atau mencontohi sifat-sifat beliau yang jujur dan amanah?

Dalam rangka mendorong seluruh umat Islam menyontoh dan meneladani Rasulullah SAW, penulis menurunkan tulisan ini, dengan studi kasus SMAN 70, yang berlokasi dikawasan elit Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Indonesia yang mayoritas siswanya dari kalangan menengah atas (middle class-high class).

Kewajiban menyontoh dan meneladani Muhammad SAW semakin penting saat ini, karena salah satu persoalan yang dihadapi umat Islam diseluruh dunia khususnya di Indonesia adalah terjadinya defisit kejujuran dan amanah, diantaranya kepala sekolah yang diamanati untuk membimbing, dan mendidik dalam rangka mempersiapkan kader dimasa depan, terdapat dugaan tidak jujur dan tidak amanah.

Tidak pernah terbayangkan kalau di sekolah yang mendidik anak-anak dan mempersiapkan generasi calon pemimpin di masa mendatang, diduga sarat dengan praktik korupsi yang dilakukan kepala sekolah. Dugaan itu diyakini, bermula dari pemilihan ketua komite SMAN 70. Sebanyak tiga kali musyawarah wakil orang tua kelas SMAN 70, tidak berhasil memilih Ketua Komite SMAN 70 periode 2009-2011. Pada hal komite SMAN 70, sejatinya mengelola belanja sekolah yang terangkum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (APBS) yang berjumlah sekitar 15 milyar rupiah.

Akan tetapi, pengelolaannya tidak dilandasi transparansi dan akuntabilitas, sehingga sulit dikatakan ada kejujuran dan amanah dalam pengelolaan dana sekolah. Pada hal dana SMAN 70 yang berasal dari pemerintah hanya sekitar 4,7 milyar, selebihnya bersumber dari orang tua siswa.

Keputusan hasil musyawarah yang memberi kesempatan kepada ketua dan pengurus lama komite SMAN 70, juga tidak mampu dilaksanakan. Alasan yang dikemukakan bahwa laporan keuangan tidak berhasil dibuat karena datanya terserang virus. Setelah diselidiki, ternyata bukan karena terserang virus, tetapi laporan keuangan tidak boleh dipublikasikan lantaran khawatir dipermasalahkan.

Alasan itu mengundang kecurigaan, sehingga pengurus komite yang baru mengadakan rapat dan salah satu keputusannya ialah perlu melakukan audit investigasi terhadap penerimaan dan pengeluaran keuangan SMAN 70.

BPKP Turun Tangan
Keputusan pengurus komite untuk melakukan audit, sulit dilakukan. Pertama, biaya audit tidak ada sebab dalam anggaran pendapatan dan belanja sekolah (APBS) SMAN 70, tidak ada pos pembiayaan untuk audit. Kedua, SMAN 70 adalah sekolah negeri yang mempunyai aturan tersendiri, sehingga sulit dilakukan audit oleh pihak swasta.

Di dalam keadaan sulit itu, salah seorang tua siswa kelas X yang juga dosen Universitas Atmajaya Jakarta, meminta bertemu. Dalam pertemuan itu, dia menceritakan penyiksaan yang dialami puteranya, dan ingin pindah sekolah. Akan tetapi, tidak mau membayar iuran pendaftaran peserta didik baru (IPDB) sebesar Rp 11,200,000.00 yang sudah disepakati karena juga harus membayar IPDB di sekolah yang baru, dimana anaknya mau pindah. Dalam perbincangan itu, dia bercerita bahwa suaminya bekerja di BPKP DKI Jakarta. Atas informasi itu, penulis menyampaikan tawaran bahwa tidak usah membayar IPDB, tetapi diminta kesediaan suaminya menfasilitasi supaya BPKP DKI Jakarta melakukan audit investigasi keuangan SMAN 70.

Ibu yang bergelar Doktor itu, akhirnya menyetujui tawaran komite dan langsung mengontak suaminya. Ternyata suami-isteri itu berasal dari Sumatera Utara. Keduanya amat terbuka dan bersedia membantu komite yang baru seumur jangung. Pada waktu yang disepakati, KS (nama inisial) dari orang tua siswa datang bertandang ke kantor komite SMAN 70 sebelum kantornya dipindahkan kepala sekolah ke lantai dua gedung lain. Dalam pertemuan sambil minum kopi di kantor komite, KS menceritakan prosedur yang harus ditempuh untuk bisa diaudit keuangan komite SMAN 70 oleh BPKP, yaitu harus membuat surat kepada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta tembusan ke BPKP DKI Jakarta untuk dilakukan audit investigasi sehubungan adanya dugaan korupsi. Menurut beliau, ini prosedur baku yang harus dilakukan komite, sebab BPKP dan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta telah melakukan kerjasama untuk melakukan pemberantasan korupsi .

Dengan surat itu, maka BPKP melakukan audit investigasi penerimaan dan pengeluaran keuangan SMAN 70. Pada mulanya tim audit investigasi bekerja profesional. Namun lama-kelamaan ketiga auditor BPKP mulai didekati oleh kepala sekolah dengan menyediakan ruangannya untuk tempat pemeriksaan. Maka, semua hasil pemeriksaan langsung diketahui kepala sekolah dan dilaporkan kepada atasannya yaitu kepala dinas pendidikan.

Atas laporan masyarakat, komite memprotes prilaku auditor BPKP dan dilaporkan kepada atasannya. Akan tetapi, upaya berkolusi dengan para auditor BPKP terus berlangsung. Pada bulan Juni 2010, pihak sekolah melaksanakan Rapat Kerja Sekolah di Bandung. Komite sekolah menyetujui pengeluaran dana untuk membiayai pelaksanaan Raker tidak diundang, justeru auditor BPKP yang tidak ada kepentingannya diundang dan hadir dua orang. Komite yang mendapat laporan, kembali memprotes ketika bertemu Kepala BPKP dan jajarannya. Protes itu dilanjutkan dengan surat tertulis, yang mendapat respon positif dari Kepala BPKP DKI Jakarta dengan mengeluarkan surat teguran tertulis kepada dua orang auditor BPKP.

Dugaan Korupsi Kepala Sekolah
Setelah berlangsung lama dan tidak ada kabar beritanya tentang pelaksanaan audit investigasi, akhirnya kepala BPKP mengundang pengurus komite untuk mendengarkan hasil sementara laporan pemerikasaan keuangan SMAN 70. Dalam laporan tim auditor BPKP yang dikemukkan dalam pertemuan terbatas yang dihadiri dari komite SMAN 70 yaitu Musni Umar, Yolanda Masnita, dan Ourida Ibrahim, dan dari BPKP DKI Jakarta dihadiri kepala BPKP, ketua tim dan para auditor, ditegaskan bahwa pemeriksaan keuangan SMAN 70 telah dilakukan secara terbatas-hanya pada hal-hal yang dipertanyakan oleh komite sekolah.

Pernyataan tersebut sekali lagi mengundang pertanyaan penulis, karena namanya audit investigasi haruslah menyeluruh dan mendalam. Komite yang pada saat itu baru memegang jabatan, masih belum banyak mengetahui kebobrokan dalam pengelolaan keuangan sekolah.
Misalnya pengelolaan keuangan kelas internasional yang sama sekali tidak diketahui oleh komite karena bersifat tertutup dan tidak transparan. Begitu juga, kelas CIBI yang sebelumnya disebut kelas akselerasi. Kedua bagian itu, sama sekali tidak dipertanyakan oleh komite dalam laporan kepada BPKP dan kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Hanya meminta untuk dilakukan pemeriksaan (audit) yang menyeluruh.

Walaupun tidak puas terhadap hasil pemeriksaan BPKP., tetapi ada temuan menggembirakan yang dilaporkan dalam pertemuan terbatas itu, yaitu adanya dana komite yang disimpan di rekening pribadi kepala sekolah sebesar Rp 1,2 milyar. Akan tetapi, menurut BPKP hanya kesalahan administratif. Namun menurut komite, tindakan itu merupakan indikasi perbuatan korupsi, karena dana itu tidak dicatat dalam buku keuangan sekolah maupun komite dan tidak pernah ada laporan sewaktu serah terima.

Dalam pertemuan itu, laporan singkat dibagikan oleh tim BPKP kepada peserta, selain yang ditayangkan dengan power point dihadapan peserta pertemuan. Namun menjelang akhir pertemuan diambil kembali lapoarn itu. Hal lain yang aneh, auditor BPKP menghendaki sebagai ketua komite menandatangai hasil pemeriksaan mereka di SMAN 70 sebagai tanda persetujuan. Akan tetapi, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, komite menolak untuk menandatangai hasil pemeriksaan BPKP. Mungkin karena menolak menandatangani hasil pemeriksaan BPKP., maka hasil pemeriksaan resmi BPKP tidak kunjung dikeluarkan oleh BPKP DKI Jakarta sampai saat ini.

Dengan demikian, komite SMAN 70 berkesimpulan bahwa audit investigasi yang dilakukan BPKP terhadap penerimaan dan pengeluaraan keuangan SMAN 70 terasa ditutup-tutupi. Bahkan, berdasarkan laporan sementara BPKP, diduga keras ada skenario dan kolusi antara auditor dengan pihak sekolah, sehingga pemeriksaan atau audit tidak menyeluruh dan tidak mengungkap keadaan sesungguhnya yang diduga terdapat korupsi, dan inefisiensi dalam penggunaan anggaran sekolah. Dugaan korupsi sangat kuat dalam pengelolaan keuangan kelas internasional dan kelas CIBI (kelas Akselerasi) karena uang pembayaran siswa tahun pertama untuk kelas internasional sebesar Rp 31,000,000.00 (tiga puluh satu juta rupiah), tahun kedua Rp 24,000,000.00 (dua puluh empat juta rupiah), dan tahun ketiga Rp 18,000,000,00 (delapan belas juta rupiah). Sementara pembayaran Iuran Peserta Didik Baru (IPDB) untuk kelas CIBI sebesar Rp 15,000,000.00 (lima belas juta rupiah) dan setiap bulan Rp. 1,000,000.00 (satu juta rupiah).

Penerimaan dan pengeluaran uang di kelas internasional dan kelas CIBI, tidak dimasukkan ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (APBS). Akibatnya tidak ada yang mengetahui kecuali kepala sekolah dan pengelola kelas internasional dan kelas CIBI. Komite sekolah tidak bisa mengontrol penggunaan uang yang dipungut dari orang tua para siswa, sehingga diduga keras merupakan sumber korupsi di sekolah, yang terus-menerus ditutupi oleh kepala sekolah.

Kejaksaan Tinggi Lakukan Pemeriksaan
Sebagaimana dikemukakan diatas bahwa surat permohonan komite SMAN 70 kepada Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, tembusan kepada BPKP DKI Jakarta untuk melakukan audit investigasi terhadap dugaan korupsi di SMAN 70 mendapat respon positif. Berdasarkan surat komite tersebut, BPKP DKI Jakarta membentuk tim audit dan langsung melakukan audit investigasi keuangan SMAN 70 Jakarta. Pada saat yang sama, Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta juga membentuk tim dan mulai melakukan penyelidikan terhadap dugaan korupsi di SMAN 70.

Pada mulanya penyelidikan berlangsung lancar dan memberi harapan terbongkarnya dugaan praktik korupsi di SMAN 70. Oleh karena, tim kejaksaan yang melakukan penyelidikan itu bekerja profesional, sehingga pengurus komite optimis dugaan korupsi di SMAN 70 bisa dibongkar. Akan tetapi, yang dipercaya melakukan penyelidikan itu, dimutasi ke daerah lain. Pemutasian itu menimbulkan tanda tanya dan kecurigaan yang diduga sebagai skenario untuk menutup kelanjutan pemeriksaan dugaan korupsi tersebut, karena kalau sampai dugaan korupsi terbongkar, maka akan menjadi bola salju yang bisa merembet ke bebagai sekolah yang berlabel Rintisan Sekolah Berskala Internasional (RSBI) atau sekolah biasa yang selama ini pengelolaan keuangannya tidak transparan dan tidak akuntabel, yang terindikasi kuat sarat dengan korupsi.

Para Guru Marah
Di kalangang guru, kalau ada masalah mudah muncul solidaritas diantara mereka. Begitulah yang terjadi dengan para guru SMAN 70, ketika beberapa guru dan mantan kepala sekolah dipanggil untuk diperiksa oleh auditor BPKP dan jaksa, mereka marah kepada kemite sekolah yang telah menyulitkan mereka dan beberapa orang mengeluh tidak bisa hidup tenang karena dipanggil untuk diperiksa oleh BPKP dan Jaksa.

Perasaan marah itu, mendapatkan simpati dan solidaritas dari para guru lainnya, dan yang dipersalahkan adalah ketua komite SMAN 70. Pernon Akbar, Kepala SMAN 70 memannfaatkan kemarahan para guru untuk mendiskreditkan komite, dengan menyebarkan fitnah yang menjelak-jelekkan komite SMAN 70. Tujuannya untuk mengalihkan perhatian dari dugaan korupsi yang terus dilanjutkan dari sebelumnya dengan tidak mau dilakukan transparansi dan akuntabilitas dalam penerimaan dan pengelolaan keuangan SMAN 70 seperti dikemukakan di atas.

Membentuk Komite Tandingan
Pernon Akbar, kepala SMAN 70, patut diduga dalam rangka melanggengkan praktik korupsi di SMAN 70 untuk tujuan memperkaya diri sendiri, telah berusaha menghilangkan hambatan yang dianggap mengganggu pencapaian tujuannya, dengan merekayasa dan mendalangi pembentukan komite tandingan SMAN 70.

Untuk mewujudkan niat jahatnya, dia menyebarkan fitnah untuk mendiskreditkan ketua komite seperti tidak bisa kerjasama, melantik dua staf komite dan memanfaatkan mereka untuk membuat buku, dan sebagainya. Pada hal, komite dijalankan berdasarkan asas kolegial dan kebersamaan. Apa yang dijalankan adalah berdasarkan kesepakatan bersama yang diputuskan dalam rapat pengurus. Misalnya pengangkatan dua staf komite dan pembuatan buku adalah hasil rapat. Mengapa harus buat buku? Di SMAN 70 sudah rutin terjadi bullying (kekerasan) dan tawuran bahkan telah menjadi budaya. Kepala sekolah silih berganti dan belum ada yang bisa menghentikannya. Persoalannya, tidak ada yang tahu persis apa penyebabnya. Semua hanya menduga-duga. Komite SMAN 70 berpendapat, perlu ada penelitian. Hasil penelitian kemudiaan dibukukan, supaya semua stakeholders SMAN 70 mengetahuinya dan bersama-sama mengatasinya.

Akan tetapi, Pernon Akbar, kepala SMAN 70 justeru menjadikan hal itu sebagai salah satu isu untuk menggalang dukungan dari orang tua siswa kelas X SMAN 70 untuk mengganti komite SMAN 70. Daftar hadir untuk membicarakan masalah ujian sekolah SMAN 70, dijadikan sebagai bukti mosi tidak percaya kepada komite yang baru berusia 1 (satu) tahun. Pada hal masa periode kepengurusan komite sekolah adalah dua tahun. Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2010, mentetapkan masa pengurusan komite sekolah adalah 3 (tiga) tahun. Dalam PP itu, ditetapkan syarat untuk bisa mengganti ketua komite dan kepengurusannya. Pertama, mengundurkan diri. Kedua, meninggal dunia. Ketiga, sakit tahunan yang tidak memungkinkan bisa menjalankan tugas. Keempat, melakukan tindak pidana korupsi.

Pertanyaan, mengapa Pernon Akbar, Kepala SMAN 70 nekad merekayasa dan mendalangi penggantian komite SMAN 70? Jawabannya, karena diduga keras tidak ingin terganggu kepentingannya di SMAN 70 supaya bisa mengeruk uang sekolah tanpa pengawasan 9kontrol) untuk memperkaya diri sendiri dan terbongkar dugaan praktik korupsi di SMAN 70. Kepala SMAN 70 yang baru, Sudirman Bur, melanjutkan kebijakan kepala sekolah yang lama, dan mengakui komite gadungan yang didalangi pembentukaannya oleh Pernon Akbar. Diduga merupakan bagian dari skenario untuk menutupi praktik korupsi di SMAN 70.

Penutup
Dalam rangka memeringati Maulid Nabi Muhammad SAW, seluruh umat Islam khususnya kepala sekolah yang berada digarda terdepan untuk lebih jujur dan amanah dalam membimbing dan menyiapkan generasi muda untuk masa depan Islam dan bangsa Indonesia pada khususnya, dan menjauhi praktik korupsi seperti yang diduga diamalkan di SMAN 70.
Umat Islam yang merupakan bahagian terbesar dari bangsa Indonesia dan bangsa-bangsa lain di dunia, hendaknya memanfaatkan momentum peringatan maulid Rasulullah SAW untuk merubah diri menjadi umat yang menjunjung tinggi dan mengamalkan prinsip-prinsip kejujuran dan amanah. Hanya dengan mengamalkan kejujuran dan amanah, kita bisa bangkit dan maju di masa mendatang.

Jakarta, 12 Rabiul Awal 1432 H/15 Februari 2011


(Jong)


Share this post :

Masukkan email untuk berlangganan:

Delivered by Angkringanwarta

 
Ayo kirim tulisanmu ke : angkringan123@gmail.com
Copyright © 2012. AngkringanWarta - All Rights Reserved
Powered by Angkringanwarta