Berita Terbaru:
Home » » Sajak-Sajak Toto Sudarto Bachtiar

Sajak-Sajak Toto Sudarto Bachtiar

Written By angkringanwarta.com on Sunday, August 05, 2012 | 01:11

Kereta Mati

Seorang pengendar kereta Beroda tiga, manis

Menjauh hingga pelabuhan penghabisan

Mendaki dan menurun.


Jari-jari berjarak kaku

Menjauhkan mimpi dalam rongga malam

Kalung bintang dan bulan berombak awan ungu

O, semua jauh manis.


Selingan cuma senyampang di telinga

Mobil lalu dan trem lalu

Dan perempuan berlagu pilu

Bagi manusia berjiwa kuda.


Di mana jiwa di atas roda dihela waktu!

Batuk hampa mengamuk dan berkuasa

Dalam dada luka terbuka,

Kemauan terpendam di dalam beku.


Seorang pengendara kereta

Beroda tiga, manis

Mengayuh mendaki pelabuhan penghabisan

Bertebing curam, menunggu dan menganga.

O, semua jauh manis

Tiada karangan bunga tersilang

Tiada kepedihan enggan hampir

Manusia menangis di pelukan penghabisan.


Ibukota Senja

Penghidupan sehari, kehidupan sehari-hari

Anatar kuli-kuli berdaki dan perempuan telanjang mandi

Di sungai kesayangan, o, kota kekasih

Klakson oto dan lonceng trem saing-menyaingi

Udara menekan berat di atas jalan panjang berkelokan.


Gedung-gedung dan kepala mengabur dalam senja

Mengurai dan layung-layung membara di langit barat daya

O, kota kekasih

Tekankan aku pada pusat hatimu

Di tengah-tengah kesibukanmu dan penderitaanmu.


Aku seperti mimpi, bulan putih di lautan awan belia

Sumber-sumber yang murni terpendam

Senantiasa diselaputi bumi keabuan

Dan tangan serta kata menahan napas lepas bebas

Menunggu waktu mengangkat maut.


Aku tiada tahu apa-apa, di luar yang sederhana
Nyanyian kesenduan yang bercanda kesedihan
Menunggu waktu keteduhan terlanggar di pintu dinihari
Serta di keabadian mimpi-mimpi manusia.

Klakson dan lonceng bunyi bergiliran
Dalam penghidupan sehari-hari, kehidupan sehari-hari
Antara kuli yang kembali

Dan perempuan mendaki tepi sungai kesayangan.


Setta anak-anak berenang tertawa tak berdosa
Di bawah bayangan istana samar kejang

Layung-layung senja melambung hilang

Dalam hitam malam membujur tergesa.


Sumber-sumber menetap terpendam

Senantiasa diselaputi bumi keabuan

Serta senjata dan tangan menahan napas lepas bebas

O, kota kekasih setelah senja

Kota kediamanku, kota kerinduanku.


(Sajak di atas diambil dari majalah Pujangga Baru, thn xiv vol 1 hal 12-13 1952 dan 15-16 tahun 1952)



Share this post :

Masukkan email untuk berlangganan:

Delivered by Angkringanwarta

 
Ayo kirim tulisanmu ke : angkringan123@gmail.com
Copyright © 2012. AngkringanWarta - All Rights Reserved
Powered by Angkringanwarta