Berita Terbaru:
Home » » Ia Mengenalkan Wiji Thukul

Ia Mengenalkan Wiji Thukul

Written By angkringanwarta.com on Monday, September 03, 2012 | 23:59


Darinya, saya mengenal sesosok Wiji Thukul. Saat itu, kami asik bercakap, sambil menikmati secangkir kopi hitam dan tak luput rokok kretek.

Tiba-tiba dalam seketika itu, tampangnya langsung berubah, dunia tawa yang begitu melekat dalam hidupnya telah lenyap.

Ia pun berusaha menjelaskan siapa sastrawan Indonesia yang paling dikaguminya. Menurutnya, banyak hal yang dikaguminya dan yang yang paling dikagumi dari sosok pria kurus bernama langkap Wiji Widodo, yakni keyakinannya.

Sebuah kenyakinan dalam memperjuangkan apa yang dianggap benar, tanpa harus mengorbankan hati nurani.

Dalam memperjuangakan kenyakinannya itu, katanya, Thukul merelakan dirinya, keluarga terancam dari tindakan sikap reprensif pemerintah waktu itu, bahkan tak jarang ia mengalami tindak kekerasan.

Meski demikian, Thukul terlahir dari keluarga tukang becak tak merelakan dirinya untuk dikuasai penguasa. Ia tetap semangat menulis puisi yang telah digeluti sejak SD untuk mengajak orang berjuang bersamanya.

Thukul, katanya, hanya ingin orang-orang mengetahui bagaimana keadaan yang sebenarnya dan melawan sikap penguasa. Dalam kehidupnya, selain terus menulis puisi Thukul menjalani kehidupan terkadang berjualan koran, jadi calo karcis bioskop, dan menjadi tukang pelitur di sebuah perusahaan mebel.

Thukul percaya, bunga yang tak diharpak untuk tumbuh suatu saat akan tumbuh di tembok-tembok dan dapat mengahancurkannya. Hal itu, yang membuat orang tiap hari tertawa begitu mengagumi sesosok Thukul.

Dan sekarang, katanya lagi, Thukul telah hilang entah kemana, dengan membawa mimpi agar bunga-bunga tumbuh menjadi peluru untuk berjuang melawan segala bentuk penindasan dan ketidak adilan.

Iya, Thukul telah dihilangkan secara paksa dengan cara diculik, hingga kini keberadaan belum juga diketahui.

salah satu puisinya,

BUNGA DAN TEMBOK

Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang tak
Kau hendaki tumbuh
Engkau lebih suka membangun
Rumah dan merampas tanah

Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang tak
Kau kehendaki adanya
Engkau lebih suka membangun
Jalan raya dan pagar besi

Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang
Dirontokkan di bumi kami sendiri

Jika kami bunga
Engkau adalah tembok itu
Tapi di tubuh tembok itu
Telah kami sebar biji-biji
Suatu saat kami akan tumbuh bersama
Dengan keyakinan: engkau harus hancur!

Dalam keyakinan kami
Di manapun – tirani harus tumbang!

(Dede)


Share this post :

Masukkan email untuk berlangganan:

Delivered by Angkringanwarta

 
Ayo kirim tulisanmu ke : angkringan123@gmail.com
Copyright © 2012. AngkringanWarta - All Rights Reserved
Powered by Angkringanwarta