Berita Terbaru:
Home » » Penyergapan Teroris di Solo Terasa Janggal

Penyergapan Teroris di Solo Terasa Janggal

Written By angkringanwarta.com on Sunday, September 02, 2012 | 10:18

Peristiwa penyergapan terhadap kelompok teroris di Solo yang dilakukan Densus 88, Jumat (31/8/2012) malam menyimpan kejanggalan. Dikatakan Ketua Presidium Indonesian Police Watch (IPW), Neta S Pane, sekuranganya ada tiga hal yang membuat janggal kejadian tersebut.

Untuk kejanggalan pertama, jelas Neta, penyitaan pistol dari tertuduh teroris yang terbunuh adalah jenis Bareta dengan tulisan 'Property Philipines National Police'. Namun Kapolresta Solo Kombes Asdjima'in sebelumnya menyebutkan senjata yang digunakan menembak polisi di pospam Lebaran jenis FN kaliber 99 mm.

"Apakah orang yang ditembak polisi itu benar-benar orang yang menembak polisi di Pospam Lebaran kota Solo atau ada pihak lain sebagai pelakunya?" kata Neta di Jakarta, Minggu (2/9).

Kedua, tambah dia, dari tewas anggota Densus 88, Bripda Suherman akibat tertembak di bagian perut.Hal ini, menurutnya, menunjukkan anggota Densus dalam bertugas tidak sesuai dengan Standart Operating Procedure (SOP) yang harus memakai rompi anti peluru.

"Apakah benar pada malam 31 Agustus itu ada operasi Densus. Jika ada kenapa anggota Densus bisa teledor, bertugas tidak sesuai SOP?" ujarnya.

Untuk yang terakhir, lanjut Neta, baru saja perisitiwa itu terjadi, Presiden SBY langsung memerintahkan Kapolri Jenderal Timur Pradopo segera meninjau tempat kejadian perkara (TKP). "Padahal dalam peristiwa-peristiwa sebelumnya, hal itu tidak pernah terjadi, bahkan saat tiga kali penyerangan terhadap Pospam Lebaran itu, Presiden tidak bersikap seperti itu.

Pertanyaannya, tambah dia, apakah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ingin membangun citra dan menarik simpati publik dari peristiwa Solo sebelumnya yang sempat memojokkan Joko Widodo, Wali Kota Solo yang saat ini menjadi Calon Gubernur DKI Jakarta.

Neta menyampaikan, hasil analisa IPW, meski Densus 88 sudah melakukan penyergapan di Solo tapi teror dan penembahkan terhadap polisi tetap menjadi ancaman. "Sebab rasa kesal sebagai masyarakat terhadap polisi kian memuncak," tuturnya.

Selama lima bulan pertama pada 2012, terdapat 11 polisi yang dikeroyok masyarakat."Untuk itu, IPW mengimbau Polri agar mengubah sikap, perilaku dan kinerjanya. Jangan arogan, represif, memeras dan memungli masyarakat," ujarnya. (Yatna)

Share this post :

Masukkan email untuk berlangganan:

Delivered by Angkringanwarta

 
Ayo kirim tulisanmu ke : angkringan123@gmail.com
Copyright © 2012. AngkringanWarta - All Rights Reserved
Powered by Angkringanwarta