Berita Terbaru:
Home » » Resensi: Perempuan Berbicara Kretek

Resensi: Perempuan Berbicara Kretek

Written By angkringanwarta.com on Saturday, September 22, 2012 | 16:19



Judul           :   Perempuan Berbicara Kretek
Pengarang : Abmi Handayani dkk
Penerbit     : Indonesia Berdikari
Tahun         : 2012
Tebal          : 320 hal



Saat ini kampanye anti rokok gencar dilakukan. Tidak hanya sebatas industri rokok, tetapi juga industri pendukungnya seperti iklan rokok termasuk perokok didalamnya. Tidak ketinggalan juga Mejelis Ulama Indonesia (MUI) yang telah mengeluarkan fatwa haram merokok di kalangan anak-anak dan perempuan hamil. Belum lagi ditambah dengan akan disyahkannya Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pengamanan Bahan yang mengandung Zat Adiktif berupa produk tembakau yang diusulkan oleh kementerian kesehatan.

Kampanye anti merokok dengan alasan kesehatan sudah menjadi hal sehari-hari, dan kini perokok, apalagi perokok kretek, telah menjadi kaum paria. Apalagi jika yang merokok adalah perempuan, maka semakin lengkaplah pandangan rendah itu. Tapi benarkah merokok sedemikian buruknya? Adakah sesuatu dibalik kampanye anti rokok yang demikian gencar? Diluar semua itu, mengapa masih ada diskrimasi terhadap perempuan? yang terlihat jelas kala perempuan merokok di tempat umum.

Sebagai negeri dengan sistem patriarkhal yang melekat dalam keseharian masyarakatnya, tidak mudah bagi perempuan untuk mendapatkan haknya dalam mengekspresikan diri . Ada banyak hal yang kemudian menjadi tidak pantas dilakukan perempuan. Pandangan masyarakat terhadap keretek (rokok) merupakan salah satunya. Apabila seorang perempuan terlihat sedang mengkretek, maka akan dilabeli sebagai seorang yang entah itu “tidak baik”, “nakal”, atau bahkan “jalang”. 

Selain mengarahkan pada pencitraan negatif, perempuan kerap dimasukan dalam kelompok yang paling rentan terhadap asap rokok. Pada beberapa kampanye anti rokok, baik perempuan perokok maupun yang tidak merokok, selalu dimasukan dalam kategori korban. Dalam realitasnya begitu stigma diberikan maka selesailah sudah. Mereka tidak pernah diberikan kesempatan menjawab atau setidaknya memberikan alasan

Ada dimensi feminisme, pembelaan terhadap budaya, ekonomi dan kemandirian bangsa disini.
Bagian pertama berisi argumen bahwa bahaya rokok terlalu dibesar-besarkan. Memang, merokok satu pak atau lebih setiap hari tidak baik. Namun apakah orang juga harus dilarang jika hanya merokok sedikit-sedikit atau sesekali? misalnya ketika bertemu teman-teman di tempat umum sehingga semua tempat umum harus dibebaskan dari rokok? Hal ini tengah diupayakan oleh banyak pihak pendukung anti rokok untuk menjadi kenyataan dalam waktu dekat.

Bagian kedua membahas tentang pandangan rendah terhadap perempuan perokok. Mungkin kedengarannya seperti pembelaan. Namun saya setuju dengan para penulis dalam buku ini bahwa perempuan perokok adalah perempuan pemberani atau pemberontak, karena ia harus mengatasi stigma buruk yang melekat pada perempuan perokok, yaitu perempuan nakal dan sejenisnya. 

Bagian ketiga, dan ke empat tentang budaya dan kemandirian bangsa. Kretek adalah ciptaan asli bangsa Indonesia, ia telah menjadi bagian dari budaya. Kretek juga menjadi penopang hidup jutaan pekerja perempuan dan petani tembakau serta cengkeh dan penyumbang pajak yang sangat berarti. 

Di buku “Perempuan Bicara Kretek” para perempuan mencoba memberikan penjelasan terkait penilaian yang serta-merta pada kaumnya. Dan itu merupakan jawaban dari kaum perempuan atas penilaian masyarakat. 



Share this post :

Masukkan email untuk berlangganan:

Delivered by Angkringanwarta

 
Ayo kirim tulisanmu ke : angkringan123@gmail.com
Copyright © 2012. AngkringanWarta - All Rights Reserved
Powered by Angkringanwarta