“Kecerundungannya respek dan dukungan publik lebih mengarah kepada jokowi karena publik memiliki ekspektasi untuk melihat jakarta yang lebih baik,” ujarnya, di UIN Jakarta, (28/5).
Dia juga menilai upaya DPRD melakukan interpelasi terhadap Jokowi lebih disebabkan unsur politis. Sedari awal Jokowi memenangkan Pemilukada DKI Jakarta, pihak-pihak yang kini mengupayakan hak interpelasi adalah lawan-lawan politiknya. “Ini (hak interpelasi) didesaind orang-orang yang sejak awal tidak nyaman dengan posisi Jokowi,” jelasnya.
Apalagi kebijakan-kebijakan Jokowi yang lebih populis, lanjutnya, membuat kaget birokrasi DKI Jakarta, yang pada awalnya terbiasa dengan kebijakan-kebijakan elitis pemerintah. Jika pada pemerintahan sebelumnya kebijakan yang dibuat lebih memihak golongan menengah keatas, kini kebijakan yang diambil Jokowi lebih mengarah pada masyarakat kelas bawah, sebagaimana program Program Kartu Jakarta Sehat (KJS).
Menurutnya, KJS adalah bentuk perhatian Jokowi untuk membagi distribusi kesehatan yang lebih merata bagi masyarakat Jakarta, maka jika ada permasalahan kecil dalam program ini, harusnya dilakukan pembenahan program, bukan dihapuskan.
“Permasalahan KJS hanyalah permasalahan kordinasi pembayaran dan ini hanya riak-riak kecil. Maka DPRD tak perlu melakukan hak interpelasi. Jika DPRD benar melakukannya, itu terlalu membesar-besarkan persoalan kecil,” imbuhnya.
Namun, jika usulan interpelasi ini kemudian tetap dilanjutkan, bahkan hingga melakukan inpeachment, maka bisa terjadi penentangan publik. “Karena, kepercayaan publik terhadap Jokowi-Ahok begitu tinggi,” tegasanya.
(Adit)
