Berita Terbaru:
Home » , » Lanjutan:Festival Lampion, Mie Ongklok, dan Festival Potong Gimbal

Lanjutan:Festival Lampion, Mie Ongklok, dan Festival Potong Gimbal

Written By angkringanwarta.com on Monday, September 09, 2013 | 18:05

 Oleh Tia Agnes

Pukul tiga subuh, saya sudah bangun. Rencana awal adalah menikmati matahari terbit di Bukit Sikunir. Usai dari sana, ribuan manusia sudah tampak memadati kompleks Candi Arjuna. Kami pun bergegas.

Sebelum mencapai Candi Arjuna, ritual sudah diawali dengan kirab di halaman rumah pemangku adat Dieng yakni Mbah Naryono. Kemudian, prosesi dilanjutkan keliling desa hingga menuju halaman candi.

Tujuh anak berambut gimbal yang akan diruwat yakni Lista dari Wonosobo, Argifari Yulianto dari Banjarnegara, Mazaya Filza Labibah dari Bekasi, Alira dari Wonosobo, Sri Nuria dari Banjarnegara, Sasabila dari Wonosobo dan Tita dari kota yang sama.

Mereka dibawa ke Sendang Maerokotjo atau Sendang Sedayu guna penjamasan atau pencucian rambut sebelum dipotong. Sedangkan airnya menggunakan air jamasan dan kembang tujuh rupa dari Tuk (mata air) Bimalukar, Tuk Sendang Buana (Kali Bana), Tuk Kencen, Tuk Goa Sumur, Kali Pepek, dan Tuk Sibido.

Wisatawan lokal dan dalam negeri serta penduduk bercampur. Bagi saya, lokasi ini tiba-tiba seperti pasar tumpah. Lebih ramai dari festival lampion semalam. Banyak tukang jajanan yang berseliweran.

Sampailah di inti prosesi yakni pencukuran rambut gimbal di Candi Puntadewa, kompleks Candi Arjuna. Di depan candi, Mbah Naryono berdoa terlebih dahulu ke Tuhan Yang Maha Kuasa. Kala itu, cuaca cerah.

Para pengunjung melihat dengan seksama sesuai dengan urutan ID Card yang mereka bayar. Untuk kelas VIP yang hanya berjarak 20 meter dihargai Rp 75 ribu. Posisi kedua yakni Rp 30 ribu dengan jarak 50 meter. Selanjutnya adalah posisi gratis.

Para permintaan ruwat pun dibacakan, ada yang minta sepeda mini berwarna merah, baju pesta, kambing, beragam makanan hingga tempe rebus. Selain para pejabat setempat yang hadir, di sana juga ada Duta Besar Slovakia Stefan Rozkopal yang ikut memotong rambut Argifari Yulianto. Serta Duta Besar Republik Seychelles Nico Barito yang memotong rambut gimbal Mazaya Filza Labibah.

Prosesi terakhir adalah Larung yakni rambut yang sudah dicukur dihanyutkan di telaga Balekambang. Prosesi festival inti sudah selesai. Hati kami pun lega sudah melihatnya dan membawa foto sebagai kenang-kenangan. Pada malam harinya, masih akan ada pertunjukan musik Jazz Awan. Sayangnya tak bisa menonton.

Sebelum kembali ke kerasnya ibukota, kami menyempatkan makan mie ongklok yang sempat tertunda. Ada sebuah rumah makan di depan Candi Arjuna yang menjualnya. Antrian mengular, perut lapar, dan penasaran dengan rasanya. Dengan terburu-buru, kami memesannya dibungkus.

“Oh, gini toh rasanya. Manis-manis gurih kayak Bakmi Jawa, ha..ha..ha..,” kata Mimi. Kami pun tertawa dengan rasanya. Mie ongklok yang kami icip adalah perpaduan mie, sayuran hijau, dan kuah kental yang berasa asam manis. Petualangan selesai, sampai jumpa tanah Dihyang tahun depan..



Share this post :

Masukkan email untuk berlangganan:

Delivered by Angkringanwarta

 
Ayo kirim tulisanmu ke : angkringan123@gmail.com
Copyright © 2012. AngkringanWarta - All Rights Reserved
Powered by Angkringanwarta