Berita Terbaru:
Home » » Makyun: Sumpah Pemuda 1982 Merupakan Bahasa Modern Indonesia

Makyun: Sumpah Pemuda 1982 Merupakan Bahasa Modern Indonesia

Written By angkringanwarta.com on Sunday, November 24, 2013 | 09:58

Sejarah Indonesia mencatat, pada 28 Oktober 1928 merupakan puncak dari kongres para pemuda dengan ditandai lahirnya Sumpah Pemuda. Sebuah sumpah untuk menyatakan kebulatan tekad bersatu tanpa ada lagi perbedaan.
Bukan sekadar sumpah, dalam rumusan yang ditulis Moehammad Yamin ternyata bukan hanya sekadar menghasilkan coretan-coretan, namun juga tersimpan sebuah pesan begitu besar pengaharuhnya dalam memantik semangat juang para pemuda akan persatuan bangsa, yang kemudian bisa dilihat dalam Bhineka Tunggal Ika.   

Lantas apa yang bisa dimaknai terhadap lahirnya Sumpah Pemuda baik dari segi gerakan tersebut hingga pemaknaan terhadap teks yang terkandung dalam ikral tersebut. 

Berikut ini petikkan obrolan santai penulis angkringanwarta.com, Azami dengan dosen PBSI FITK UIN Jakarta, lulusan S2 Linguisitik Univesitas Indonesia (UI), Makyun Subuki.

Hingga kini bangsa Indonesia masih mengenang peristiwa sumpah pemuda, apa yang membuat kita perlu mengenangnya?

Bagi saya, Sumpah Pemuda menandai pentingnya peran pemuda sebagai agen perubahan. Sebagai pemuda, kita harus memperlihatkan kualitas tindakan yang dapat dijadikan acuan untuk membangun bangsa Indonesia ke depan. Sumpah Pemuda yang diikrarkan pada tahun 1928 itu tentu tidak dimaksudkan untuk tahun itu saja. 

Saya yakin para pengikrar Sumpah Pemuda memaksudkan sumpah tersebut untuk Indonesia jauh di masa mendatang, yaitu bahwa Indonesia harus melepaskan diri dari ruang yang berbatas pulau, suku, bahasa, agama, dan lain sebagainya. Indonesia harus dibangun bukan hanya atas solidaritas kawasan geografis atau agama dan suku yang sama saja, melainkan juga atas solidaritas kebangsaan yang sama.

Mengapa Sumpah Pemuda menjadi moment terpenting bagi perjuangan para pemuda?

Pertama, tentu saja, karena peristiwa bersejarah ini dimotori oleh pemuda. Kedua, dengan peristiwa ini, pemuda mampu menunjukkan perannya untuk menumbuhkan solidaritas kebangsaan dalam kerangka yang lebih luas. Ketiga, hal ini selanjutnya menjadi pacuan bagi kaum muda selanjutnya untuk dapat berbuat lebih baik daripada apa yang telah diperbuat pendahulunya. Semua ini menunjukkan bahwa, keberhasilan sebuah bangsa sangat tergantung kepada kemampuan pemuda untuk mengolah potensinya. Tentu saja, kegagalan bangsa kita juga tercermin dari sikap pemuda kita. Kita dapat meramalkan apakah negara ini akan bangkrut atau akan jaya hanya dengan melihat bagaimana pemuda negara ini.

Dari peristiwa Sumpah Pemuda sendiri, menurut Anda apa yang membuat menarik perhatian?

Sebagai sebuah peristiwa sejarah, Sumpah Pemuda menandai kesadaran masyarakat Indonesia, khususnya pemuda, dalam memaknai Indonesia dalam konteks kebangsaan yang lebih luas. Hal yang menarik dari peristiwa ini, saya rasa, salah satunya terletak pada kesadaran masyarakat Indonesia akan kepentingan untuk mengikat masyarakat Indonesia yang beragam dalam sebuah ikatan sakral yang diakui bersama.

Ikatan sakral ini diwujudkan dalam bentuk pengakuan terhadap bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu. Melalui bahasa Indonesia, Pemuda Indonesia ketika itu menginginkan sejenis nasionalisme yang ikatannya berterima secara meluas dan mampu mengatasi perbedaan suku, agama, dan ras.

Selain itu, mengingat bahwa hampir segala pengetahuan kita selalu dimediasi oleh bahasa untuk dapat dijadikan pengetahuan yang sistematis dalam pikiran kita, dengan bahasa Indonesia ini, pemuda Indonesia ketika itu berharap dapat menumbuhkan sebuah world-view kebangsaan yang sama di seluruh kawasan Indonesia bagi generasi mendatang. Tentu saja, pembangunan world-view ini akan menjadi gagal apabila kita gagal menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang dipakai untuk memahami dan menafsirkan nasionalisme oleh masyarakat kita. Jadi, menurut saya, perjuangan Pemuda Indonesia yang dicetuskan pada tahun 1928 itu tidak pernah mengenal kata selesai. Sebab, tantangan untuk menumbuhkan world-view ini pada dasarnya tidak pernah mengenal kata selesai.

Adakah bisa dikaji dari teks Sumpah Pemuda?

Secara tekstual, kalimat yang digunakan dalam Sumpah Pemuda mencerminkan kemodernan bahasa Indonesia yang diharapkan kelak. Bahasa Indonesia ketika dicetuskan pada tahun 1928 itu pada dasarnya tidak lebih daripada bahasa Melayu. Akan tetapi, bahasa Indonesia yang kita gunakan sekarang ini sudah termoderasi sedemikian rupa sehingga terdengar sangat berbeda dari bahasa Melayu yang masih banyak digunakan di banyak tempat di pulau Sumatra dan Kalimantan.

Uniknya, kemodernan itu telah tercermin dalam teks Sumpah Pemuda. Ketika kita mendengarkan atau membaca dengan seksama teks Sumpah Pemuda, kita tidak seperti sedang membaca bahasa Melayu yang digunakan di Riau. Kita betul-betul seperti membaca bahasa Indonesia saat ini. Ini menandakan visi para inisiator Sumpah Pemuda yang jauh melampaui zamannya.

Bagaimana pandangan Anda dalam memandang bahasa dari segi linguistik terhadap teks Sumpah Pemuda?

Secara linguistik, kita dapat melihat kecerdasan dan visi brilian Pemuda Indonesia ketika itu. Ketika membicarakan konsep ruang bernama Indonesia yang lazim kita sebut tanah air, kata yang digunakan adalah “Mengakoe Bertoempah Darah Jang Satoe, Tanah Indonesia”. Ini berarti bahwa seluruh elemen bangsa Indonesia mengakui dan tentu saja wajib mempertahankan yang kita sebut “tanah air” itu. Ketika itu masyarakat Indonesia rupanya telah memiliki semacam solidaritas ruang ini, sehingga kata Indonesia lebih disukai daripada kata gabungan dari nama pulau yang ada. Tentu saja ini berarti juga sebagai ikatan satu-satunya bagi seluruh wilayah yang dimaksud dalam kata Indonesia ini.

Ketika membicarakan membicarakan kebangsaan, pemuda Indonesia ketika itu menggunakan kalimat “Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Berbangsa Jang Satoe, Bangsa Indonesia”. Pemilihan frasa bangsa Indonesia sangat tepat, karena ungkapan ini merangkum keragaman latar belakang budaya yang membentuk solidaritas kebangsaan masyarakat Indonesia secara umum. Ungkapan ini juga mengikat siapa saja yang dimaksud dan merasa diri berbangsa Indonesia untuk membesarkan Indonesia ke depan secara bersama-sama.

Uniknya, ketika membicarakan bahasa, ungkapan berbahasa satu tidak digunakan sebagaimana ungkapan bertumpah darah satu dan berbangsa satu digunakan. Ungkapan yang digunakan malahan “Mendjoendjoeng Bahasa Persatoean”. Ini menandakan sebuah penghargaan akan keanekaragaman bahasa di negeri ini. Ini berarti juga penghargaan terhadap kebudayaan local yang membentuk Indonesia secara utuh. Dengan ungkapan ini, tidak ada kewajiban untuk menjadikan bahasa Indonesia sebagai satu-satunya bahasa yang berlaku dan mengesampingkan bahasa daerah, bahkan ketika kita membicarakan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara. Berbeda dengan sikap kebangsaan yang harus bersifat tunggal.

Adakah pesan yang ingin disampaikan terutama untuk para mahasiswa yang mewakili generasi muda dan intelektual?

Sebagai bagian dari pemuda, mahasiswa harus melanjutkan apa yang telah diperjuangkan pemuda ketika itu melalui Sumpah Pemuda. Secara khusus, mungkin mahasiswa merupakan cermin terkuat untuk menggambarkan kondisi bangsa di masa mendatang apabila dibandingkan dengan golongan muda lainnya. 

Mahasiswalah yang kemungkinan besar akan memegang arah kebijakan negara ini di masa mendatang. Suatu saat, mereka inilah yang akan memimpin bangsa ini. Oleh karena itu, mereka harus memiliki tanggung jawab, baik secara moral maupun secara intelektual. Nasib ratusan juta masyarakat Indonesia di masa mendatang ada di tangan mereka. Mereka tidak boleh berpikir kuliah semata-mata untuk bekerja. Indonesia membutuhkan mereka lebih daripada sekadar kuli. Tentu saja, ini juga menjadi tugas pengelola negara untuk tidak memperlakukan kampus sebagai tempat memproduksi tenaga kerja. Kita membutuhkan sarjana yang mampu berperan lebih daripada sekadar menjadi robot industri.

Ini biografi singkat Makyun Subuki

Jakarta, 5 Maret 1980
S1 Tarjamah, FAH, UIN Jakarta
S2 Linguisitik, UI
Dosen PBSI FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2009-sekarang
Koordinator Ciputat Music Space
Ketua MLI (Masyarakat Linguistik Indonesia) Cabang UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2013







Share this post :

Masukkan email untuk berlangganan:

Delivered by Angkringanwarta

 
Ayo kirim tulisanmu ke : angkringan123@gmail.com
Copyright © 2012. AngkringanWarta - All Rights Reserved
Powered by Angkringanwarta