"Dulu sebelum ada motor pemasukan ramai, tapi sekarang sepi,"
Itulah yang diraskan seorang eretan. Eretan akan banyak ditemui sepanjang kali, apalagi kali tersebut jarang didapati jembatan sebagaimana dijumpai di kali Pesing, Jakarta Raya (24/1). Nama Eretan sendiri, karena perahu ini bergerak bukan menggunakan dayung yang dijumpai pada Sampan, melainkan dengan bantuan tali untuk menggerakan perahu.
Perahu dengan penutup interval sebagai pelindung cuaca, dan juga terdapat sebuah bangku yang yang terbuat dari kayu untuk para penumpang. Para penumpang akan menggunakan jasa eretan untuk menyebarang kali.
Kala penumpang telah masuk ke delam eretan, maka sang pengeret akan memegang tali yang melintas di samping perahu dengan panjang tali sesui lebarnya kali. Tali yang terbuat seperti kebel rem dengan ukuran lebih besar dan pada ujung-ujungnya telah diikat pada pohon atau tiang-tiang.
Lulu sang pengeret dengan tangan yang telah beralaskan sandal, ada juga yang menggunakan sarung tangan sebagai pelindung telapak tangan agar tak lecet kala menarik tali, saat tali ditarik perlahan perahu akan bergerak melintas kali.
Untuk berkerja seperti ini, "Saya sudah dari tahun 79," ungkap pria subur asal Bantar Kawung, Brebes, Jawa Tengah. Dulu sebelum berkerja di eretan, saya ikut orang tua ke Jakarta, hidup kita benar-benar blangsak. Waktu itu, kami sering tidur di depan toko-toko dan esok harinya ke pasar untuk jadi kuli panggul."
Dari sana, saya berpikir, kalau gini-gini saja, saya enggak akan berkembang, saya melihat eretan, akhirnya saya ikut orang, biarin mau digajih atau enggka dan setelah cukup lama ikut orang barulah saya membuat perahu. Dari situ, akhirnya dari tahun 79-nan hingga sekarang saya menjadi tukang eratan.
Dari satu perahu saya terus berusah mengembangkan hingga membuat beberap perahu yang tersebar hingga ke Jawa, di jawa beberapa daerah, yakni Solo, Semarang, dan di Banjar Pratoman, Jawa Barat.
Namun, sekarang semuanya sudah sepi, bahkan ada beberapa perahu yang saya serahin ke orang, seperti di Solo, mau gimana lagi, mas. Dia juga susah?" Sebab di daerah Jawa juga sudah banyak motor, belum lagi jembatan.
Dulu, pas awal-awalnya jadi pengeret, saat kali masih bersih, saya juga sering mandi di kali. kalau pas ngeret sering ngelihat perempuan-perempuan beraktivitas, namaya juga masih bujangan. tuturnya sambil tersenyum.
Slamet menambahkan, pendapatan saya bisa Jutaan, tapi kalau sekarang dapat Rp 100.000, -sudah susah. Biasanya jam-jam segini menjelang adzan Asyar ramai, untuk para penumpang akan dikenakan Rp 1000,- dan itu juga terkadang ada yang enggak bayar.
Kalau enggak sore mereka habis pulang kerja atau habis kemana, biasanya jam ramai pada pagi hari, mereka mau melintas lewat mana lagi, apalagi kalau enggak punya motor, mereka mau melintas lewat mana lagi? "Tentunya," jawabnya, Selamet menabahkan "Dulu pernah ada jembatan disini, tapi entah bagaiamana ceritanya jembatan pun hilang, tapi sekarang enggak mungkin mungkin ada jembatan. Sebab malah akan menggangu jalan raya, dan kondisi kalinya juga susah."
Saya sebenarnya berkerja 24 jam, wong, saya tidur di perahu sambil jaga perahu, takut kenapa-kenapa. Kalau malam, pas ada orang yang mau nyebrang kali, mereka tinggal bangunin saya, lalu ya mereka akan banguni saya. (Dede, foto Jose)
Motor, Ganggu Eretan
Written By angkringanwarta.com on Thursday, January 26, 2012 | 02:03
Label:
Warta