Berita Terbaru:
Home » , » Ray Rangkuti: LS-ADI Belajar Menjadi Manusia

Ray Rangkuti: LS-ADI Belajar Menjadi Manusia

Written By angkringanwarta.com on Tuesday, October 23, 2012 | 21:06


Ketika struktur perbudakan yang banyak sekali dan hampir setiap waktu dihadapkan dengan stuktur-struktur yang membuat kemanusiaan kita hilang, membuat makna manusia itu tidak berguna. Dimulai dari yang kecil. Dimulai dari rumah, struktur keluarga kita dirumah menjadikan kemanusiaan kita hilang, jodoh ditentuakan orang tua, sekolah saja ditentukan orangtua, contoh anak yang sebenarnya ingin menjadi pelukis tapi orang tua menjadikan anak itu sebagai sarjana hukum.

Struktur-struktur yang secaraa sosial sudah muncul. Keluar dari rumah anda sudah ditindas yang lain seperti RT, RW, Camat, dll, keluar dari itu struktur puncak dari itu semua adalah kekuasaan. Disamping kekuasaan itu ada kapital. Itulah struktur paling tinggi dari penindasan.

Karena semua orang mencari cara untuk keluar dari struktur penindasan itu, munculah para filosof, seperti Aristoteles, Plato, dsb yang pada intinya mereka mencari sedalam mungkin agar struktur-struktur yang menindas ini bisa diminimalisir agar manusia kembali ke jatidirinya. Kembali mengusai dirinnya menjadi manusia. Itulah yang disampaikan Ray Rangkuti saat mengisi pelatihan Lingkar Studi Aksi untuk Demokrasi Indonesia (LS-ADI) yang dinamakan Pekademokrasi di Bogor, Sabtu (20/10).

Pada sesi ini Ray (panggilan akrab), menjelaskan sejarah bagaiman LS-ADI dibentuk. Baginya, jaman sekarang ini struktur penindasan kita jauh lebih kompleks, jauh lebih besar, memang yang anda pikir HP yang anda pakai ini jauh dari struktur penindasan itu, disekolahpun kita merasakan penindasan, seperti harus memakai topi, memakai seragam, harus jam 7 masuk, jam 1 siang keluar, kemudian seperti minuman, makanan, juga menindas kita, kalau masuk ke KFC disebut masyarakat kota, simbol kota itu, makan di KFC, McDonal, itu simbol. Dan sebaliknya, simbol orang kampung makan singkong. Masyarakat modern itu dihadapkan pada situasi dimana ia dihadapkan pada struktur-struktur yang semakin banyak menindasnya. Teknologi itu bukan meringankan orang tapi membunuh kemanusiaan orang. Contoh, seseorang rela menjual diri hanya untuk membeli HP.

Dalam rangka itulah harus ada sekolah atau kelompok-kelompok yang terus menginstrospeksi dirinya. Mempertanyakan kita ini apa, mau kemana, bagaiman? Sampai kita selalu tidak kehilangan kemanusiaan kita sebagai manusia. Nah, LS-ADI ini dibuat dalam rangka itu, dalam rangka dimana orang saling mengoreksi saling mendiskusikan, saling mempertanyakan, karena kalau kita tidak pernah berdialog dengan komunitas atau siapapun, seringkali kita menganggap kebenaran yang kita usung itu dianggap sebagai kebenaran, sebetulnya palsu karena tidak pernah dihadapkan dengan orang-orang. Jadi komunitas ini adalah komunitas yang saling mengoreksi. Diskusi-diskusi itu atau refleksi-refleksi itu setelah anda mulai mempertanyakain stuktur itu, anda menjawabkannya, anda ditarik lebih maju lagi kesimpulannya bahwa, hidup bukan untuk kita tapi kita hidup untuk masyarakt atau komunitas. Dari situlah kata aksi itu bermula. Makanya, kenapa kita sebut lingkar studi aksi, studi itu artinya anda terus mempertanyakan dirinya, belajar terus, saya ini siapa, mau bagaimana? Untuk siapa? Mengapa ini, mengapa itu.

Sebagai salah satu pendiri LS-ADI, bagi Ray, belajar itu bukan mengambil keputusan atau menarik kesimpulan akan tetapi, belajar itu justru petanyaan-pertanyaan, menunjukkan sekian banyak pertanyaan. Itulah yang dinamakan belajar. Mengapa makan, mengapa tidur, mengapa minum kopi dll. Itu yang disebut belajar, jadi belajaar itu bukan di kesimpulannya, tapi pada proses-proses pertanyaan-pertanyaan. Kalau disebut dalam filsafat, sebagai dialektika, mengapa-kenapa, knapa-mengapa itu terus dipertentangkan sehingga mengapa dan kenapa itu terus dipertanyakan, karena semakin menggiring kita secara tidak sadar pada proses-proses yang mestinya menurut kadar alamiah.

Nah, studi itu diujungnya bukan untuk melahirkan kalian pintar dalam artian 2x2=4 itu mekanik, melainkan mengapa 2x2=4 bukan 5 hasilnya. Itulah pentingnya studi itu. Makanya Studi itu kalau dalam islam proses yang tidak pernah selesai.

Pentingnya dialektika itu anda tidak hanya sendiri, anda harus punya kawan. Komunitas dalam bentuk itulah kami bentuk LS-ADI dan setelah itu sama-sama belajar, sama-sama mengoreksi, tapi tujuannya tidak berinti pada itu saja, akan tetapi kita tarik bahwa kita adalah bagian penting dari komunitas yang disebut masyarakat. Itulah fungsi utama dari berpengetahuan. Jadi berpengetahuan itu mencari hakekat diri yang berimplikasi terhadap komunitas dilingkungan kita.

LS-ADI ini menginginkan agar anda berada di tengah dengan kesadaran kenabian untuk menyeimbangkan posisi ini, karena berkuasa-dikuasai merupakan 2 hukam alam yang tidak bisa dibantah dan yang bisa kita lakukan adalah penyeimbangan. Anda tidak boleh terlalu kaya, misalnya anda mempunyai ribuan hektar tanah, yang dipakai cuma puluhan hektar, itu tidak boleh, anda harus menyeimbangkan, inilah fungsi-fungsi LS-ADI, dalam rangka itulah pelatihan ini dibuat dengan suasana sederhana dan berharap berguna bagi anda dimasa akan datang.

LS-ADI yang berdiri sejak 1998 dan mempunyai 500 lebih alumni, Alhamdulillah cukup efektif dan berguna bagi mereka, justru setelah selesai jadi mahasiswa. Mereka sadar ketika balik ke daerahnya masing-masing. Disini tidak ada perbedaan agama, suku, kelas sosial, tidak kaya, tidak miskin, kita semua sama. Kita belajar bagaimana menjadi manusia yang ditindas oleh struktur-struktur yang membuat kejatidirian kita hilang dan berbuat sesuatu kepada masyarakat, apapun yang disumbangkan masyarakat itu sekecil apapun, pasti mempunyai implikasi bagi pertumbuhan masyarakat, itulah tujuan LS-ADI melakukan pelatihan ini.

(Jong)





Share this post :

Masukkan email untuk berlangganan:

Delivered by Angkringanwarta

 
Ayo kirim tulisanmu ke : angkringan123@gmail.com
Copyright © 2012. AngkringanWarta - All Rights Reserved
Powered by Angkringanwarta