GEMPAR (Gerakan Mahasiswa Anti Penggusuran)
Written By angkringanwarta.com on Sunday, November 11, 2012 | 20:38
Salam Perjuangan!
“Kami tidak menginginkan UMI menjadi World Class University, tapi kami menginginkan UMI menjadi lembaga pendidikan yang memanusiakan manusia. Karena kami tahu, bahwa penggusuran pedagang kecil, pungutan liar ala birokrasi, bahkan sampai pada teror Droup Out, adalah imbas dari visi arogan tersebut”
Penggusuran pedagang kecil dengan alasan pembenahan, adalah alibi asal – asalan yang dibuat – buat oleh birokrasi, untuk menjaga lahan bisnisnya dalam kampus. Juga, penggusuran membabi buta terhadap pedagang kecil dengan alasan estetika sangat tidak dapat dibenarkan, karena adanya nilai kemanusiaan yang dimutilasi, nilai kemunusiaan tersebut adalah akses ekonomi terhadap manusia.
UMI yang mempunyai visi menuju World Class University, membuat UMI dengan gencarnya melakukan berbagai pencitraan dimana – mana, salah satu wujud dari pencitraan UMI tersebut adalah pembenahan tata ruang dari perwajahan kampus. Karena itulah, kenapa birokrasi dengan bejatnya menggusur para pedagang kecil secara membabi buta, dengan alasan bahwa pedagang kecil hanya menciptakan sebuah kekumuhan dalam kampus.
Penggusuran yang dilakukan oleh birokrasi, sangatlah bertolak belakang dengan nilai – nilai luhur kenapa Universitas Muslim Indonesia ini didirikan. Menurut sejarah, UMI didirikan atas kesepakatan alim ulama yang resah karena tidak adanya sarana belajar bagi umat muslim yang ada di Indonesia Timur. Karena itulah alim ulama tersebut, mendirikan sebuah perguruan tinggi dalam mewujudkan sarana belajar untuk seluruh ummat muslim di Indonesia. Badan Wakaf UMI, yang menegaskan bahwa UMI adalah milik seluruh ummat muslim dan bukan milik person, hanyalah sebuah isapan jempol belaka (untuk menghiasi brosur – brosur UMI). Penggusuran terhadap pedagang kecil yang kini telah terjadi, sungguh mengubur sejarah luhur itu. Kini UMI tidak lebih dari universitas yang diisi oleh birokrat – birokrat penjilat, yang menjual nama UMI demi sebuah pencitraan, tidak hanya itu bahkan birokrat telah menjadikan UMI sebuah sarana untuk mengeksploitasi mahasiswa dan pedagang kecil didalamnya.
Pedagang kecil memang secara perlahan – lahan dimatikan usahanya oleh birokrasi kampus, itu terbukti dengan berbagai macam pungutan liar yang dikenakan oleh mereka, bahkan pungutan yang dikenakan, sangat tidak sebanding dengan pendapatan mereka. Menurut investigasi teman – teman, bahwa pungutan yang dikenakan berkisar Rp.2.000.000 – Rp.30.000.000/bulan atau tahun. Dan pedagang kaki lima yang masuk ke UMI harus membayar biaya masuk Rp.10.000. Birokrasi UMI memang telah menelanjangi slogan bahwa UMI adalah milik seluruh ummat. bahkan dengan penggusuran yang telah dilakukannya, birokrasi UMI telah menyampaikan sinyal – sinyal bahwa UMI adalah milik beberapa orang.
Kami sadar, bahwa UMI telah bergeser orientasinya, bukan lagi sebagai lembaga pendidikan yang memanusiakan manusia, tapi sebagai lembaga pengejar nilai profit. Kami menolak penggusuran pedagang kecil, karena mereka adalah bagian dari kami. Mereka digusur karena otoritas dan arogansi pihak birokrasi, yang sejak dulu tidak menginginkan mereka ada.
Tidak hanya melakukan penggusuran terhadap pedagang kecil, tapi birokrasi juga melakukan pengusuran terhadap Lapak Baca yang belum lama dibuat oleh mahasiswa, Lapak Baca dibuat sebagai sarana belajar alternatif dari berbagai sistem pembelajaran yang menjenuhkan di fakultas, ditambah lagi dengan malasnya dosen yang masuk dengan metode pembelajaran dosen yang itu – itu saja (monoton). Penggusuran terhadap Lapak Baca oleh birokrasi kampus, mempunyai indikasi bahwa mereka, ingin mengebiri kreatifitas mahasiswa, sekaligus menutup akses ruang demokratis mahasiswa.
Penggusuran pedagang kecil membuat sebagian dari kami melawan, kami tidak sepakat atas tindakan semena – mena tersebut, kami menilai bahwa tindakan para birokrasi sangatlah keterlaluan, mereka menutup akses ekonomi para pedagang kecil, dengan kerakusannya, mereka mengeksploitasi pendapatan halal para pedagang kecil itu, mereka merampas satu - satunya lahan tempat mereka mencari nafkah. Lalu pertanyaan mendasar adalah, pantaskah birokras UMI, masih saja mengampanyekan UMI sebagai kampus islami, ditengah – tengah sifat bejat mereka..? tidak kawan..!!
Kami melakukan berbagai macam resistensi, dalam merespon penggusuran sewenang - wenang birokrasi. Birokrasi yang buta terhadap tulisan – tulisan kami dan tuli akan teriakan – teriakan kami, manjadikan perlawanan yang kami lakukan lebih massif, guna mempreasure aturan diskriminatif yang telah mereka buat. Namun, birokrasi yang masih mempunyai watak kekanak – kanakan yang tak mau di kritik, membuat mereka mengancam akan menurunkan SK Droup Out, terhadap teman kami yang melakukan perlawanan tersebut.
Berangkat dari hal diatas, kami dari Front GEMPAR (Gerakan Mahasiswa Anti Penggusuran), berharap agar kawan – kawan ikut serta dalam menolak aturan diskriminatif birokrasi ini.
"jika hari ini kita tidak bersolidaritas untuk melawan penggusuran, maka hanya menunggu waktu kawan...,kw dan keluargamu yang akan digusur oleh para penindas"
“Tunduk Tertindas atau Bangkit Melawan, karena Diam adalah Sebuah bentuk Pengkhianatan”
Related Posts :
Label:
Info