Berita Terbaru:
Home » » Tak Ada Penyewa, Kami Hanya Berjualan

Tak Ada Penyewa, Kami Hanya Berjualan

Written By angkringanwarta.com on Wednesday, August 24, 2011 | 22:11

Kamis (5/6) dini hari, kira-kira waktu telah menunjukan pukul 03.00 WIB, secara tiba-tiba terdengar ketukan pintu terdengar begitu keras, dan sepertinya sedang tergesa-gesa. Saya pun terpaksa membukanya, sebab berharap pemilik rumah untuk membuka pintu tak kian kunjung. Setelah pintu terbuka dengan cepat ia berujar “ mana ibu?” pernyataanya terasa begitu tergesa-gesa, dan diikuti dengan reaksiku yang secepat kilat aku membangunkan seorang sehabat yang merpukan pemilik dari rumah tersebut, ia masih tergelatak nyaman tak jauh dari keberadaan saya. .

Saat terbangun, ia secepat kilat memasuki sebuah ruangan, dan tak lama kemudian akhirnya keluar seorang perempuan dengan umur mencapai 39 tahun, kedua tangannya mengucek mata, matanya memerah. Lalu perempuan itu bertanya, apakah tidak ada orang di warung? “tidak ada,” jawab laki-laki itu, sambil beriap untuk bergegas pergi. .

Perempuaan itu sendiri, melangkah dengan langkah gontainya ke belakang, tak lama berselang akhirnya telah siap untuk meninggalkan rumah. Perlahan-lahan daun pintu ia buka, lalu berdiam sejenak, dan pada akhirnya ia dengan matapnya melangkahkan kakinya ditemani serorang laki-laki. Laki-laki yang telah menemaninya hingga dikarunia empat orang anak, dan anak yang tertua sedang kuliah di Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta semester VI. .

Suara sepada motor yang semenjak tadi terdengar nyaring, dan sesekali suara tersebut bertambah keras perlahan sauara tersebut terdengar semakin lirih hingga tak terdengar. Dan suara dilanjutkana dengan ucapan yang enggan “ke pasar,” lalu di lanjutkan di “dekat stasiun Depok.” Lalu mata itu pun kembali terkantup. “Berjualan sembako,” suara yang terdengar seperti orang mengigau dan ia pun sang anak ini kembali melanjutkan mimpinya. .

Profesi sebagai penjual sembakau semakin ia seriuskan, oleh pasangan Tabrani, sebab sudah tak ada lagi pemasukan dari yang lain. Awalnya, mereka masih bisa berharap dari sewa kamar yang berjumlah delapan kamar, dan sebuah warung yang disewakan. Namun, semuanya penghuni dari penyewa pergi meninggalkan begitu saja, sampai sekarang belum ada alasan penyebab dari kepergian para penyewa tersebut. Kepergian mereka serempak masih merupakan tanda tanya. Terakhirn terdengar kabar, bahwa mereka mengalami sebuah ancaman, dan seandai bukan ancaman yang jelas para penyewa merasa terusik dengan sebuah penggusuran. .

Penggusuran bangunan penduduk lokal, dari para penduduk ada yan menerima rumahnya untuk digusur, dan ada yang juga yang menolak. Salah satu yang menolak adalah keluarga Tabrani. Sebuah rumah yang berdiri memotong sebuh jalan, jalan yang terletak di samping Stasiun Depok Baru, dan tepatnya Jln Rahman Hakim, Gang Kemuning I, RT09/19. .

Dan jika rumah tersebut digusur, "Maka kami tinggal di mana? Dan kenapa saya harus pindah, ini tanah milik saya, dan saya punya sertivikatnya,” ungkap yang biasa dipanggil Melupuh seorang pemuda yang sedang menuntut ilmu di UIN Jakarta, dan juga aktiv di salah satu UKM KMPLHK RANITA. Ucapanya pun kembali ia lanjutkan, sebuah kata-kata yang membuat dia bingung terhadap pemerintah, atas tindak penggusuran. Untuk saat ini, kami merasa belum aman, sebab rumah kami salah satu yang belum digusur dan posinya seperti jembatan penghalang jalan tersebut, jika rumah kami digusur maka sudah tak ada lagi penghalang. .

Atas kepegian para penyewa kosan, maka untuk saat ini, tak ada yang bisa diharapkan selain berjualan, dari penghasilan penjualan sendiri dalam satu bulannya mendapatkan uang sekitar Rp 2 juta, uang tersebut digunakan untuk biaya sehari-hari, biaya belanja kembali, pendidikan, dan hal-hal yang datang secara tiba-tiba seperti berobat, dan yang lain-lain. .

Waktu telah menunjukan pukul 09.00 WIB pagi, ibu Komariah telah kembali ke tempat bernaung dengan pakaian basah kuyup, yang semenjak Shubuh hujan belum juga reda, dan ia langsung bergegas masuk ke dalam. Dari dalam terdengar suara minyak goreng panas beradu dengan air, seketika aroma bumbu menyerbak, lalu hidangan pun telah tersaji, dengan penuh senyum ia suapi anak yang semenjak tadi bertengkar dengan kakaknya. (Dede Supriyatna)


Share this post :

Masukkan email untuk berlangganan:

Delivered by Angkringanwarta

 
Ayo kirim tulisanmu ke : angkringan123@gmail.com
Copyright © 2012. AngkringanWarta - All Rights Reserved
Powered by Angkringanwarta