Berita Terbaru:
Home » » Kisah Abu yang Meninggal Akibat Cermin Tipudaya

Kisah Abu yang Meninggal Akibat Cermin Tipudaya

Written By angkringanwarta.com on Monday, December 12, 2011 | 04:04

"Satu-satunya kesalahanya adalah kelahirnya dan dia bernama manusia."

Ungkapan dilontarkan Yang Kelam kepada Abu, Abu sendiri merupakan seorang kepala rumah tangga, dengan istri bernama Iyem. Dalam kesehariannya Abu mesti berkerja di bawah pengawasan seorang mandor yang begitu kejam, meskipun pekerjaan yang dipikul layaknya robot namun pada akhirnya harapannya telah membunuhnya.

Sebuah harapanya yang membuat dia terpedaya dengan cermin tipudaya, cermin tipudaya yang selalu menyelamatkan pangeran rupawan dalam segala macam bahaya dan sang pengaran rupawan akhirnya hidup bahagia dengan putri, kebahagian pangeran tak terlepas berkat cermin tipudaya.

Kisah tentang pangeran dan cermin daya selalu ia dapatkan dari dongeng Emak, hampir selepas Abu berkerja sosok Emak hadir untuk mendongengkan. Emak yang hadir dalam bentuk layaknya seorang putri dengan dua pengikutnya, yakni Yang Kelam dan Bulan.

Selepas dongeng tersaji , Abu pun dapat terlelap, ia terbuai dengan harapan untuk mendapatkan cermin tipudaya, Abu telah kehilangan pegangan satu-satunya pegangannya adalah harapan untuk mendapatkan cermin tipudaya, dan ternyata agama tak mampu berbuat banyak. Sebuah harapan yang begitu besar menjadikan dirinya perlahan-lahan kehilangan pekerjaannya.

Semenjak itu, kehidupanya keluarga Abu kian miskin, kesedihanya semakin bertambah saat Abu bersama Iyem membunuh benih cinta mereka, sebuah pergulatan batin yang begitu miris digambarkan dengan adegan seorang yang membawa peralatan dari pisau, palu, gergaji, martil, alat pencabut paku.

Sang dokter menyiksa Abu dan Iyem melalui replika boneka, di awali dengan nyanyian "Potong bebek angsa, angsa dikuali......" Selanjutnya sang dokter menggantung replika kedua sosok tersebut, lalu ia mencabut rambut dengan alat penjepit, mematikan sendi-sendi dengan martil, lalu menggorok tubuh-tubuh mereka dengan gergaji, lalu dokter bertanya kepada mereka "Apa yang kau rasakan?"

keduanya hanya meratapi dengan kucuran air mata, mereka sudah tak memiliki apa-apa lagi, anak yang merupakan idaman mereka telah mereka bunuh sendiri waktunya, harapanya, dan impiannya.

Namun tinggal satu yang tersisa dari Abu, yakni keinginan untuk mendapatkan cermin tipudaya, sebuah cermin yang dapat menghilangkan segala macam bala, sebuah cermin yang dapat membawa kepada kebahagiaan.

Dengan keinginan yang besar, keduanya akhirnya berjalan sesuai pentunjuk Emak, bahwa keberadaan cermin tipudaya berada jauh di sana, yakni di ujung dunia. Sepanjang perjalanan akhirnya Abu kehilangan Iyem.

Abu seorang diri dengan tubuh yang mulai tua, tak kunjung menemukan keberadaan cermin tipudaya, hingga ia merasakan kelalahan dan ia pun akhirnya meninggal.

Sekilas kisah gambaran pertunjukan teater el-Na'ma dengan membawakan sebuah judul "kapai-kapai," karangan Arifin C Noer. Dalam pementasan yang dimulai pukul, 20.30 WIB, Sabtu malam (10/12), bertempatkan di Hall Sutudent Center (SC), teater el-Na'ma menampilkan sebuah adegan dengan beberapa alam, alam yang tak terjangkau, yakni saat Abu berdialog dengan Emak tanpa Abu dapat melihat keberadaan Emak, lalu adegan realitas.

Antara dunia tak nampak dan realitas ditandai lecutan cambuk yang datang secara tiba-tiba, sehingga membunyarkan Abu dari lamunan, maka dengan secepat kilat, Abu akan kembali kepada alam realitas, di mana ia harus banting tulang diiringi makian kasar yang harus diterimanya dari sang mandor.

Dan sepertinya suara cambuk memang sengaja dijadikan sebagai tanda peralihan antar dunia mimpi Abu dan dunia realitas yang dijalani Abu. Dalam pertunjukan ini, Echo Chotib selaku sutradara seperti tetap ingin mempertahankan ciri khas dari el-Na'ma, yakni sebuah lenongan, lenongan yang hadir menyelip diantara perjalanan Abu yang memilukan menjadikan sebuah hiburan tersendiri bagi penonton.

Tak hanya itu saja, tarian-tarian seperti tetap dipertahan, dengan nyanyian khas suatu daerah tertentu, seperti halnya sosok Emak yang muncul pertama kali, lalu ia berujar layaknya sinden, lalu nyanyian Cirebonan, tak terlepas juga tarian burung-burung, meskipun demikian Eko yang merupakan nama sapaan akrabnya tetap tak melepaskan unsur modern, yakni saat manusia layaknya robot.

Hal ini terlihat kala Abu didatangi seorang dengan berpenampilan layaknya bos, lalu bos tersebut memberikan nama Abu titik titik strip, lalu sang bos itu pergi meninggalkan Abu dan sekitak orang-orang baris dengan membentuk zig-zag, tiap-tiap dari mereka berjalan layaknya robot. (Dede)

Share this post :

Masukkan email untuk berlangganan:

Delivered by Angkringanwarta

 
Ayo kirim tulisanmu ke : angkringan123@gmail.com
Copyright © 2012. AngkringanWarta - All Rights Reserved
Powered by Angkringanwarta