Berita Terbaru:
Home » » Hama 'kok' Dipilihara?

Hama 'kok' Dipilihara?

Written By angkringanwarta.com on Tuesday, February 21, 2012 | 16:28

Oleh Dede Supriyatna*

Sudah dapat dipastikan jawabannya dari para petani, yakni apa yang selama ini diharapkan dari petani, tentunya jawabannya adalah panen. Musim panen, merupakan musim yang paling membahagiakan. Bahkan kebahagian tersebut, mereka turahkan dalam bentuk hajatan dengan nama-nama yang berbeda-beda. Sebagaimana yang terjadi di Sindang Barang, Bogor, Jawa Barat.

Para petani atau warga akan merayakan sebuah acara sebagai bentuk syukur untuk Pencipta. KerenaNya telah menyediakan alam yang begitu subur. Kesuburan alam menjadikan Indonesia disebut negara Agraria. Mengenai Agraria marilah dihentikan. Dan kembali pada acara syukuran hasil panen.

Dalam acara tersebut, mereka akan berbagi kebahagiaan dengan masyarakat, sebuah kebahagiaan yang dirasakan dan dicerminkan dalam bentuk syukur.

Pada hari penen, rasa bahagai yang dirasakan saat acara, mungkin akan berbeda saat acara usai. Mereka akan kembali menghadapi belbagai deretan serangan dalam keberlangsungan bertani. Bisa jadi serangan itu, sebuah serangan yang terjadi secara bertubi-tubi, dan mereka pun benar-benar siap.

Kenapa saya menyebutnya serangan bertubi-tubi? Coba tengok saja, apa yang mereka lakukan sebelum panen? Tentunya apa yang mereka lakukan, apabila digambarkan secara sederhana dapat terlihat jelas dari keseharian mereka, pergi ke sawah atau ladang, mencakul, menanam, menabur pupuk, menyemprot sebagai antisipasi agar terhindar dari serangan serangga, dan mereka juga harus berjaga dari serangan binatang yang tak mempan dengan semprotan pestisada. Yang jelas mereka harus berjaga dari serangan hama, masa hama dipelihara?

Kata hama dalam pengertiannya, hama dapat diartikan penyakit tanaman, hewan yang merusak. Dan dapat disimpulkan segala sesuatu yang menjadi biang keladi menjadi faktor penyebab kerusakan pada tanaman dan berakibat kelangsungan para petani akan teracam.

Darinya, maka para petani harus berjuang dari gempuran hama, para petani memerlukan sesuatu yang dapat dijadikan tameng, pencegah, atau penusnah hama. Namanya juga hama, maka harus disingkirkan (dimusnahkan). Sebab, apabila dibiarkan dapat mengakibatkan kegagalan panen.

Maka untuk mengatasi serangan hama, para petani berjuang dengan cara membeli senjata, yakni pestisida atau sejenisnya. Untuk membeli Pestisida, agar dapat melangsungkan kehidupan tanamannya. Mereka memerlukan modal, modal yang digunakan untuk memusnakan hama.

Belum lagi biaya perawatan agar tanaman tak hanya terhindar dari hama, tapi bagaimana tanaman tumbuh sehat, sebur, dan dapat menghasilakan yang memuaskan. Maka para petani berkerja untuk mencari modal, sebagaimana Wanto dan bersama teman-temanya harus mencari modal dengan bekerja sebagai penggali lubang (baca: Cari Modal, Baru Bertani Lagi).

Meskipun, sebelumnya mereka telah menjual hasil penennya. Dan mengnai hal itu, sepertinya sudah biasa dan telah masuk dalam sistem pertaniaan. Para petani akan menjual hasil panenya sebagai modal untuk bercocok tanam kembali, meskipun ada sebagaian petani yang hanya menggunakan hasil penennya untuk kebutuhan makan sehari-hari.

Dari penjualan hasil panen, terkadang mereka para petani mengeluhkan harga yang jual. Harga harga hasil panen tak seimbang dengan harga perawatan, sebagaimana dirasakan Wanto, seorang petani asal Brebes. Ia mengeluhkan harga pupuk mahal, terutama harga pupuk Urea. Sebab untuk harga satu kwintal pupuk seharga 300 ribu, sebuah harga yang hampir sama dengan hasil panen.

Sebab selain harga yang tak sebanding, para petani bahkan bisa merugi akibat banting harga. Mereka terpaksa banting harga agar dapat bersaing dengan hasil panen dari negara lain. Para negara lain mengimpor hasil bumi ke Indonesia dengan harga yang jauh lebih murah, hal itu dirasakan para petani kentang.

Buntut dari impor kentang asal China membuat para petani melakukan aksi besar-besaran, bertujuan tak ada lagi pengganggu petani. Dan ternyata bukan hanya kentang, bawang putih ikut-ikut impor. Dan masalah padi, Pemerintah juga mengeluarkan kebijakan berupa impor beras dari Vietnam, (Baca: Impor Lagi, Impor Lagi).

Entalah sebuah kebijakan dari pemerintah dengan mengelurkan harga dasar jual gabah yang tak sebanding dengan harga pupuk, pestisida, dan lain-lainya. Begitupula kebijakan pemerintah berupa impor yang membuat para petani banting harga agar dapat bersaing.

Dari kebijakan pemerintah yang terjadi? Seandainya disimpulkan bagaimana peran pemerintah? Apakah pemerintah cukup membantu keberlangsungan para petani atau bahkan bertindak layaknya hama? Silahkan disimpulakan sendiri. Tapi, yang jelas namanya hama merupakan musuh para petani.

Share this post :

Masukkan email untuk berlangganan:

Delivered by Angkringanwarta

 
Ayo kirim tulisanmu ke : angkringan123@gmail.com
Copyright © 2012. AngkringanWarta - All Rights Reserved
Powered by Angkringanwarta