UIN Jakarta, Rabu (29/2), menjelang Maghrib, kami berjalan menuju sebuah warung kopi yang terletak di belakang kampus I UIN Jakarta. Sesampainya, hanya beberapa detik menanti, kepulan asap dari kopi hitam telah tersaji di hadapan kami.
Kami duduk santai dengan memandang tepat mengarah pada sebuah TV. Sorotan TV memaksa untuk ditonton. Sambil sesekali menyuruput cairan hitam dan rokok. Sela-sela kenikmatan keduanya obralan ngalor-ngidul tersaji. Ternyata si punya warung sedang asik menikmati hal yang serupa.
Penjual kopi itu, duduk santai dengan begitu menikmati setiap isapan rokok. Pada tangannya tak hanya sebuah rokok, ia juga memegang alat pemindah channel, ia terus memindahkan channel, entah apa yang dicarinya. Dan pada akhirnya, ia berhenti pada salah satu stasiun TV.
Pada penanyangannya, tersiar berita tentang pembacokan yang terjadi di pengadilan. Aksi pembacokan dilakukan oleh salah satu pengunjung terhadap Sistoyo, seorang Jaksa nonaktif dari Kejaksaan Negeri Cibinong yang menjadi terdakwa kasus suap di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung.
Akibat luka bacok dengan menggunakan golok, Sistoyo mengalami luka pada keningnya dan langsung dilarikan ke Rumah Sakit Halmahera Bandung. Pembacokan sendiri terjadi selepas acara persidangan
Melihat berita yang terjadi, langsung saja disambar seorang teman yang bereaksi terhadap pemberitaan, "Sudah tidak ada penghargaan terhadap pengadilan. Pengadilan yang merupakan sebuah lembaga hukum, maka apabila sudah terjadi yang demikian, ada yang perlu dipertanyakan?
Lain dia, lain pula dengan penjual kopi, ia mengungkapkan "Hukum mati saja, Kalau disini sudah dibuat mati." ia kembali melanjutkannya "Akibat hukum enggak pernah adil, masa korupsi mencuri begitu banyaknya hanya di jatuhi hukuman beberapa tahun, sedangkan pencuri sandal bisa babak belur dan dihukum lebih lama. " ungkapnya dengan suara dan raut wajah memedam kesal. (DS)
