Berita Terbaru:
Home » » S.K Trimurti Langganan Penjara

S.K Trimurti Langganan Penjara

Written By angkringanwarta.com on Monday, February 20, 2012 | 10:20

Oleh Dede Supriyatna*

"Tulis saja," "Saya, enggak bisa nulis," jawabnya. "Nyakin, pasti bisa." Sebuah percakapan yang mungkin sudah tak asing lagi terdengar. Dan ternyata dialog itu pernah ada, sebuah dialog yang terjadi antara Soekarno dengan S.K. Trimurti. kata Trimurti merupakan nama tambahan pada Sulastri Karma.

Dan tambahan nama Trimurti ini yang membuat dia populer dengan sebutan S.K. Trimurti, memang tak sepopuler Soekarno, wajar saja. Sebab ia bukan presiden. Begitupula dalam dunia wartawan, namanya masih kalah dengan Goenawan Muhammad. Atau baru tahu, bahwa perempuan kelahiran Boyolali, Surakarta, 11 Mei 1912 merupakan seorang wartawan.

Awal mulanya bergelut di dunia pres, yakni sebuah dialognya dengan Soekarno. Persiden Indonesia pertama menantang Trimurti untuk menulis pada surat kabar Fikiran Raj'at. "Kau bisa," lanjut Soekarno.

Dari sana, istri Sayuti Melik meninggalkan karir sebagai guru sekolah (pegawai pemerintahan Hindia Belanda). Memang sebelum menanggalkan profesinya sebagai guru, telah ada kebijakan pemerintah Belanda pada bulan Juli 1933, berupa pelarangan pegawai pemerintahan untuk ikut Partindo dan PNI-Pendidikan.

Namun, sepertinya Trimurti nekat untuk tak menghiraukan kebijakan pemerintah Belanda, ia tetap datang ke Purwokerto dari Banyumas menaiki dokar hanya untuk mendengarkan ceramah Soekarno. Dan keaktifnya dalam organisasi Partindo yang dibuat Soekarno, membuat dirinya resmi menjadi orang yang diawasi Polisi Rahasia Kolonial.

S.K. Trimurti beralih kembali menjadi guru di "Perguruan Rakjat" setelah surat kabar yang digelutinya tak lagi terbit, dikarenakan Soekarno selaku pendiri ditangkap. Prsoses menjadi guru di perguruan Rakjat yang terletak di Bandung tak berjalan lama, sebab Trimurti yang dituduh menghasut murid-muridnya.

Pelarangan itu, membuat Trimurti kembali ke kota kelahirany di Klaten, Jawa Tengah. Merasa tak nyaman dengan keadaan di rumahnya, Trimurti menjejakan kakinya ke Solo, di sana ia membuat membuat sebuah terbitan bahasa Jawa bernama Bedug, lalu menggantinya dengan terbitan Terompet. Pada terbitan itu, Ia mempunyai misi untuk membangun kesadaran rakyat bahwa mereka adalah bangsa terjajah.

Dan tahun 1936 ia harus mendekam di penjara karena perbuatannya membuat sebuah pamflet yang bertulisankan anti penjajahan. Selama 9 bulan mendekam di penjara, ia merasakan perbedaan perlakuan terhadapnya.

Selepas dari penjara ia masih melanjutkan kepenulisanya dengan membuat Suara Marhaeni yang ditujukan pada kaum perempuan. Sebuah terbitan yang diterbitkan Jogjakarta. Dan sebelumnya, ia aktif di surat kabar Sinar Selatan yang dimiliki Jepang.

Salah satu artikel membuatnya harus masuk penjara, sebuah artikel yang ditulis Sayuti Melik, namun S.K Trimukti tak memberikan nama siapa pembuat artikel tersebut. Dan Trimurti selaku Pemimpin Rekdaksi harus bertanggungjawab dengan mendekam di penjara.

Ia dijebloskan ke penjara kala anak pertamanya berumur 5 bulan, seorang anak yang lahir pada tahun 11 April 1939, hasil pernikahannya dengan Sayuti Melik di Solo 19 Juli 1938. Dalam penjara ia harus menyusui anak pertamanya. Kehidupan yang sedemikian rupa di dalam penjara, tak membuat menghentikan perjuangan dalam dunia wartawan, sikapnya membuatnya kembali mendekam di penjara.

Pada penjara selanjutnya, S.K. Trimurti membawa seorang anak yang masih berada dalam kandunganya, dengan kondisi sendang mengandung anak keduanya. Pada akhirnya anak keduanya lahir tahun 1941.

Kehidupan dipenjara sepertinya sudah menjadai sarapan, sebab ia kembali mendekan di penjara. Kali ini, ia mendekam di penjara bersama suaminya, keduanya dimasukan ke dalam penjara dan merasakan siksaan yang diberikan Jepang.

Saat Jepang kalah, ia merupakan saksi dalam proklamasi kemerdekaan. Dan semasa awal Orde Baru (Orba) S.K. Trimuti kembali menerbitkan sebuah terbitan berupa majalah Mawas Diri, dalam terbitan tersebut, perempuan yang mengagumi sosok kakak R.A. Kartini, yakni RM Sastrokartono yang memiliki ajaran "Kantong bolong" sebuah ajaran berupa ke iklasan.

Pada tahun 20 Mei 2008 S.K. Trimukti meninggalkan kita semua, dalam usianya 96 tahun.

*Tulisan ini mengambil sumber dari Buku terbitan kompas karya Asvi Warman Adam

Share this post :

Masukkan email untuk berlangganan:

Delivered by Angkringanwarta

 
Ayo kirim tulisanmu ke : angkringan123@gmail.com
Copyright © 2012. AngkringanWarta - All Rights Reserved
Powered by Angkringanwarta