Berita Terbaru:
Home » » ACAN UPIL

ACAN UPIL

Written By angkringanwarta.com on Saturday, March 31, 2012 | 13:22

Oleh A. Zakky Zulhazmi*

Kalaupun ada seseorang yang ingin saya ceritakan kepada Anda, wahai pembaca yang budiman, ialah cerita tentang Acan Upil. Siapa Acan Upil tentu akan saya ceritakan di sini. Tapi nanti jika terasa tidak lengkap dan terasa ganjil saya minta maaf. Sebab, sebagai manusia, Acan Upil memang susah untuk diceritakan secara utuh. Pun begitu, saya tetap akan menceritakan kisah Acan Upil, sebisa saya bercerita. Semoga Anda telah siap untuk mengikuti cerita ini.

Ia punya nama lengkap Hasan Al-Bana. Nama yang bagus, terdengar religius. Kenapa kemudian bisa dipanggil Acan Upil alasannya cukup sederhana. Sebagaimana nama-nama lain yang disingkat untuk mudah dilafalkan (atau mungkin supaya kelihatan lebih imut) nama Hasan berubah menjadi Acan. Ini sudah lumrah. Sebagaimana nama Hasyim jadi Acim, nama Nisa jadi Ica dan seterusnya, dan sebagainya. Nah, berkenaan dengan ‘lebel’ Upil ini ada cerita tersendiri. Jadi, sebagai seorang lelaki dewasa, Acan belum terlalu bijak memperlakukan (maaf) upilnya, alias kotoran hidungnya. Acan, sehabis ngupil, dengan tenang menjilat upilnya lalu mengoleskannya di tembok. Saya mohon maaf kepada Anda jika cerita ini mulai menjijikkan, tapi begitulah kenyataannya.

Baiklah, cerita akan saya lanjutkan. Menurut sumber yang belum bisa dipercaya, Acan menjilat upilnya adalah karena sejak kecil ia penasaran dengan sesuatu yang bersembunyi di hidunya dan terasa lembek. Maka ia spontan menjilat dan merasainya. Menurutnya, rasa upil itu tidak buruk-buruk amat. Asin, lembek dan kadang berlendir. Meski begitu, ia pun tahu jika upil bukan untuk dikonsumsi. Oleh sebab itu ia oleskan upil yang habis dijilat itu ke tembok. Dan olesan itu bukan sembarang olesan. Ia mengolesnya dengan penuh penghayatan. Seolah ia sedang meninggalkan suatu jejak di suatu tempat yang kelak akan jadi sejarah yang pantas dikenang.

Adapun mengenai teknik mengupil yang digunakan, Acan Upil masih menggunakan teknik standar. Ia akan memasukkan jari telunjuk ke lubang hidung, memutar perlahan, terus beputar, terus mencari dan saat apa yang ia cari telah berhasil ditemukan, rona mukanya begitu bahagia. Parahnya, Acan Upil bisa lupa segala-galanya jika sudah mengupil. Pernah ketika sama-sama menghadiri rapat jelang demonstrasi penolakan senat di kampus, Acan Upil ngupil dengan asyik dan khusyuk. Sampai-sampai ia harus ditegur pimpinan rapat karena asyik sendiri dan lupa tugasnya sebagai divisi konsumsi ketika demonstrasi nanti.

Jadi, Anda, pembaca yang baik, sekarang setidaknya sudah tahu asal muasal pemberian nama Acan Upil. Teman-teman lebih sering memanggilnya dengan panggilan yang komplit: Acan Upil. Namun tak jarang ada yang memanggil Upil saja. Sedang yang memanggil hanya dengan panggilan Acan saja jauh lebih sedikit.

Nah, sekarang saya ingin bercerita sisi lain dari Acan Upil. Saya pikir, hal yang satu ini tak kalah menarik untuk Anda ketahui. Harus saya katakan, saya salut dengan Acan Upil. Ia bisa hidup mandiri tanpa harus menadah pada orang tuanya. Biaya kuliah dan uang jajan ia usahakan sendiri. Saban selesai sholat maghrib ia segera menggeber motor ke rumah orang-orang yang sudah masuk dalam daftarnya: mengajar ngaji secara privat. Satu minggu penuh ia mengajar. Tanpa jeda. Dari sanalah ia bertahan secara finansial.

Perkataan pepatah tak ada gading yang tak retak dan sepandai-pandai tupai melompat pasti akan jatuh juga, malam ini berlaku pada Acan Upil.

Wahai pembaca, Anda tahu, saat gaji turun, hal yang lazim dilakukan adalah mengadakan traktiran. Itulah yang dilakukan Acan Upil malam ini. Ia mentraktir saya dan teman-teman satu kos saya, yang berjumlah lima orang, makan sate Madura. Tapi, sesungguhnya bukan itu tujuan utamanya, Acan Upil datang ke kos ingin menunjukkan laptop barunya.

“Anggap saja traktiran sate ini syukuran laptop baru ane,” ujar Acan Upil dengan senyum menyeringai.

Kami, anak kos, tak terlalu peduli dengan motif apa dibalik traktiran sate Madura ini. Ada barang gratisan sudah jadi kegembiraan tersendiri bagi anak kos. Meski begitu, kami tetap mengucapkan selamat kepada Acan Upil yang sudah bisa membeli laptop dengan uang hasil kerjanya selama ini.

Petaka muncul saat teman kos saya, Ipung Kentut namanya, mengotak-atik laptop Acan Upil setelah makan sate. Perihal sejarah nama Ipung Kentut akan saya ceritakan kepada Anda di lain kesempatan. Yang jelas, Ipung Kentut ini tak bisa tidur tanpa nyala kipas angin di dekatnya. Karena mungkin kabanyakan angin, maka kentut si Ipung terdengar menggelegar.

Ipung Kentut, mahasiswa saintek, tentu jago urusan komputer. Saat asyik bermain laptop Acan Upil, ia memekik nyaring.

“Astaga! Ternyata… Pak Ustadz kita satu ini koleksi juga! Hehehe.” Pembaca yang baik, tak perlu saya beri tahu pasti sudah bisa menebak ‘koleksi’ apa yang dimaksud oleh Ipung Kentut.

“Wah, parah ente, parah banget, buka-buka privasi orang!” sergah Acan Upil dengan wajah memerah. Kontan kami segera mengerumuni laptopnya.

“Bisa banget lu nyimpennya, Pil. Di folder C:\Intel\Logs/ushul fiqih/tugas kuliah/titipan latif. Kamuflase yang baik, tapi sayangnya terbongkar, hahaha. Mana banyak banget lagi. Ini impor semua apa ada yang lokal?”

“Bagi dong, total berapa giga ni? Haha.”

“Ustadz juga manusia kali,” kata Acan Upil sambil membereskan laptop dan pamit pulang ke rumah. Tak lupa, sebelum berlalu, ia mengoleskan upil di tembok kos kami.

“Manusia ya manusia, tapi nggak pakai meper upil kali!”

Semenjak terbongkarnya ‘aib’ Acan Upil itu, ia jadi jarang main ke kos kami lagi. Padahal dulu ia sering betul datang ke kos. Hampir tiap hari.

Waktu berlalu tanpa terasa. Siang ini, Acan Upil tiba-tiba datang ke kos. Teriak-teriak. Heboh.

“Sob, sob, ane habis download video bagus ni!”

“Ah, pasti yang begituan, kayak kemarin.”

“Bukan, ini jauh lebih menarik. Coba deh tonton.”

Acan Upil membuka laptop. Mengklik sebuah video. Segera setelah video diputar muncul sosok berkepala plontos dan berjubah hitam. Ya, itu adalah acara uka-uka!

“Di sini sob, coba dengar suaranya,” Acan Upil antusias.

“Busyet, cahaya putih itu apa coba? Ngeri cuy!” Acan Upil makin merajalela.

Saya dan teman-teman satu kos memandang dengan malas video itu. Seorang teman aktivis Lembaga Dakwah Kampus yang kebetulan main ke kos tak ayal segera berkomentar.

“Masya Allah, syirik ente ya akhi! Mahasiswa tak pantas nonton acara seperti itu. Syirik ente! Tak diampuni dosa syirik ya akhi!”

“Ente yang sirik, sirik sama kesenangan orang lain,” Acan Upil tak mau kalah.

Pembaca yang budiman, lantaran tak mau berdebat dengan Acan Upil, aktivis Lembaga Dakwah Kampus itu memilih diam dan menyingkir. Sementara itu Acan Upil masih asyik memutar satu persatu video koleksinya. Ada pula video tentang acara di televisi yang dari awal sampai akhir berisi wawancara presenter dengan orang-orang kesurupan. Presenter menanyakan kepada ‘sosok’ yang merasuki narasumber seputar penyebab kecelakaan di daerah tersebut, dan hal-hal lain yang kadang terdengar menggelikan. Sang presenter tentu didampingi seorang ustadz yang bertugas mengeluarkan ‘roh-roh’ yang sebelumnya merasuki narasumber.

Keesokan harinya, kami makin bingung dengan ulah Acan Upil. Ia datang lagi ke kos dengan selembar kertas berisi jadwal. Bukan jadwal kuliah tapi jadwal tour. Tapi ini bukan sembarang tour. Ini tour mistik (begitulah Ipung Kentut menyebutnya). Acan Upil pada liburan semester ini bermaksud mengunjungi tempat-tempat yang memiliki aura mistik yang kuat. Saya baca jadwalnya. Pada minggu pertama Acan Upil ingin mengunjugi Cipularang. Ia akan melihat langsung lokasi kecelakaan Saiful Jamil yang merenggut nyawa istrinya. Minggu kedua Acan Upil hendak ke Lawang Sewu, Semarang. Minggu ketiga ke Klampis Ireng, Ponorogo, dan seterusnya. Dan ia ingin melakukan tour itu dengan motor Bajaj kebanggaannya.

“Jangan lupa bawa handycam, Pil. Siapa tahu akan terekam kelebat cahaya putih, benda jatuh atau suara rintihan,” pesan Mardi Beler setengah mengejek.

“Oh, itu sudah pasti. Ane lagi nabung buat beli handycam. Tapi ngomong-ngomong, ada yang mau ikut tour ane gak? Bensin setengah-setengah deh.”

Kami lekas menggelengkan kepala dan berlalu dari hadapannya.

**

Pembaca yang baik, Anda tahu, manusia boleh punya rencana, namun Tuhan yang menentukan. Nyatanya, Acan Upil tidak jadi melaksanakan tour mistik itu. Motor Bajajnya rewel. Minta direparasi. Di situlah tabungannya banyak terkuras. Untuk mengobati kekecewaannya itu, Acan Upil kini punya hobi baru: mengedit foto. Dan, lagi-lagi Ipung Kentut menemukan rahasia baru dari Acan Upil. Begini, saat asyik mengedit foto di photoshop (sambil telunjukknya asyik ngupil), Acan Upil membuka sebuah folder yang membelalakkan mata Ipung Kentut yang diam-diam sudah berada di belakang Acan Upil. Folder itu berisi foto-foto Nikita Willy dan The Virgin!

Demi melihat koleksi foto-foto itu Ipung tertawa tak habis-habis.

“Parah amat ente, bro, hari gini masih koleksi foto cewek-cewek unyu begitu. Ampuun!”

“Ah, sial! Sirik aja ente! Pergi, pergi.”

Ipung Kentut makin tertawa berderai ketika berhasil melihat koleksi lain Acan Upil. Ada foto-foto perempuan cantik yang tampaknya dicopy-paste dari facebook. Ipung Kentut juga melihat dengan mata kepala sendiri bahwa Acan Upil sedang mengedit foto teman-teman sekelasnya. Salah satu teman sekelas Acan Upil yang konon juga sekaligus berstatus ‘adik ketemu gede’ Acan Upil diganti wajahnya dengan wajah Nikita Willy. Sambil terus tertawa, Ipung Kentut geleng-geleng kepala. Sementara saya, lebih memilih tertawa dalam hati.

Pembaca yang baik, setelah kejadian itu, Acan Upil tak kelihatan lagi di kos. Mungkin itu sudah jadi watak Acan Upil: mudah ngambek. Tetapi, saya dengar Acan Upil sekarang kerap ikut demonstrasi di kampus. Saya jadi ingat kata-kata yang diucapkan Acan Upil beberapa hari yang lalu saat bertemu saya di kampus.

“Ane mau jadi aktivis bro,” kata Acan Upil, “oleh karena itu ane harus rajin rapat di organisasi, rajin ikut demonstrasi, jago bikin proposal, doyan naik gunung dan rajin cari proyek. Ane ingin dikenang adik-adik kelas sebagai aktivis, minimal seperti Gie.”

Saya manggut-manggut belaka mendengar pernyataan itu. Semoga Acan Upil menemukan jalan yang benar dan tidak labil lagi, batin saya.

Sebulan setelah pertemuan itu, di suatu sore ketika saya dan teman-teman satu kos sedang menikmati mie ayam Mas Joko, datang sebuah kabar cukup mengejutkan. Demonstrasi penolakan senat di depan kantor rektorat berakhir ricuh. Jika kabar hanya sampai di situ kami tidak kaget. Namun, kabarnya Acan Upil jadi korban kericuhan demostrasi itu. Ia dikeroyok satpam dan office boy kantor rektorat. Saat ini ia dirawat di rumah sakit kampus.

Tentu saja kami segera menuju rumah sakit. Karena cuma ada dua motor, maka satu motor dinaiki tiga orang. Sampai rumah sakit kami harus antri untuk bisa menjenguk Acan Upil. Saat saya berhasil masuk ruang perawatan Acan Upil, saya jatuh iba. Tengkuk Acan Upil memar, ada darah kering di ujung bibirnya. Saya lantas membayangkan betapa biadabnya satpam yang memukuli teman saya ini. Namun saya yakin, satpam tak akan menyerang jika tidak ada intruksi dari orang rektorat, instruksi dari purek tiga.

“Bro, sepertinya ane nggak mau jadi aktivis deh kalau akhirnya bonyok begini,” ujar Acan Upil dengan suara lemah sembari asyik mengupil.

“Benar, sepertinya ente memang cocoknya jadi guru ngaji atau ustadz sambil mengembangkan bakat ngedit foto. Itu lebih bermanfaat,” kata saya.

Acan Upil nyengir kuda. Kami tertawa bersama.
Ciputat, 20 Maret 2012

*Penulis adalah mahasiswa KPI UIN Jakarta. Aktif di Tongkrongan Sastra Senjakala dan Forum Studi Media Karpet Merah.

Share this post :

+ komentar + 2 komentar

Anonymous
April 5, 2012 at 10:03 AM

ceritanya lucu,asyik,mahasiswa bgt....

April 7, 2012 at 11:02 PM

Ini realita yang digambarkan secara gamblang, apa adanya, dan tak mengada-ngada atau melebih-lebihkan indah. Saya suka kisah blak-blakan, termasuk kisah ini. Meski ada sedikit penyamaran dalam kemiripan, sepertinya... :)

Salaam.

Post a Comment

Masukkan email untuk berlangganan:

Delivered by Angkringanwarta

 
Ayo kirim tulisanmu ke : angkringan123@gmail.com
Copyright © 2012. AngkringanWarta - All Rights Reserved
Powered by Angkringanwarta