Berita Terbaru:
Home » » Lelaki dan Perempuan Kamar Sebelah

Lelaki dan Perempuan Kamar Sebelah

Written By angkringanwarta.com on Wednesday, April 11, 2012 | 13:12

Oleh Ayu Welirang*

Lelaki itu tak pernah tahu apakah hakikat cinta, sampai ia bertemu dengan seorang wanita, yang tinggal di kamar sebelah, di rumah susun tempatnya singgah. Perempuan bermata sayu, berambut lurus sebahu, dan berpakaian serba kelabu. Lelaki itu penasaran, karena dia pikir, perempuan itu jelmaan setan.

Sampai pada suatu malam, mendung mulai menggelayut. Hari hujan sampai larut. Langkah lemah perempuan itu mengalun di koridor rumah susun. Lelaki itu asyik mengepulkan asap dan bermain gitar di rumah susun yang senyap. Lelaki itu menghentikan alunan gitar, dan mematikan rokok dengan gentar. Matanya beradu dengan mata si perempuan, mengisyaratkan cinta-cinta yang tak pernah punya tuan.

Desah nafas perempuan itu menggema di sudut maya si lelaki yang tak pernah mencinta. Lelaki yang tak pernah mencinta itu hendak mengutarakan bagaimana perasaan pertama pada wanita penggenggam langkah lelah. Meski kata sempat menggantung di sudut lidah, namun kelu meraba jiwa lelaki seketika.

“Ah, aku tak bisa berkata-kata. Perempuan itu terlalu sempurna,” kata si lelaki yang tak pernah mencinta.

***

Suatu ketika, perempuan itu tak seperti biasa. Dia tak keluar malam dan pulang pagi. Dia tak bermata sayu seperti hari lalu, tapi lebih berwarna seperti matari hari. Dan perempuan itu tersenyum, sehingga membuat si lelaki terkesiap tak bisa berkata apa.

Perlahan, keinginan mencintai si perempuan itu semakin membatin. Lelaki yang tak pernah mencinta sebelumnya itu berusaha mencari titik hati dari si perempuan. Bagaimana menaklukan perempuan sesempurna malaikat itu? Dan si lelaki, mulai mencari tahu.

Lelaki yang sudah mulai belajar mencintai pun mencari tahu. Dia ikuti si perempuan pada suatu hari, ketika malam mulai mengelam. Ketika senja telah berganti gulita, si lelaki mengikuti arah kaki perempuan pemecah lelah.

Perempuan kamar sebelah yang telah berdandan mewah, menyusuri gang kecil lokasi rumah susun kumuhnya.

“Apakah malaikat sesempurna dia bisa hidup di rumah susun kumuh?” pikir si lelaki.

Dengan hati-hati, lelaki yang belajar itu mulai mengejar dengan perlahan. Mengikuti si perempuan menyusuri jalanan, dengan siluet cahaya bulan. Perempuan itu pun berhenti perlahan, pada temaram lampu di perempatan jalan. Mengeluarkan kotak kaca dan bercermin. Menghela nafas—entah dengusan—tak tahu pasti. Perempuan itu memejamkan mata sejenak dan berlalu dari temaram lampu.

Lelaki yang mengikuti dalam diam, kembali membungkam. Sambil berjalan perlahan, dia mulai menyulut rokoknya pelan. Teman. Begitulah rokok baginya.

Di ujung sebuah gerbang menuju ruko tua, perempuan itu berhenti. Sambil menyibak rambut kemilaunya, dia menunggu—entah apa yang ditunggu. Si lelaki yang baru belajar mencinta pun menunggu dalam risau kaku.

“Dia sedang apa,” gumam si lelaki.

Tak dia sangka, perempuan malaikat yang mulai bosan itu menyulut sebatang rokok dari saku tas di genggaman.

“Oh malaikat! Jangan bakar paru-paru sejukmu!” pekik si lelaki dalam hati.

Perempuan itu tersenyum, ketika beberapa perempuan serupa mulai menghampiri. Dan mobil-mobil mewah berkaca tebal anti peluru, mulai mendatangi. Jual diri. Itulah rupa malaikat malam hari.

Lelaki itu serasa terbang sesaat, namun terhempas cepat. Seperti remuk hati dan pikiran, tak tahu kemana jalan. Lelaki itu ingin pulang, tapi tak kuasa ketika melihat sang malaikat memasuki salah satu mobil berkaca hitam.

“Malaikatku…”

Tak sadar, mata lelaki itu berkilau di ujung pangkal, bagai bola kaca bertumpah cairan. Sedih, tentu terasa olehnya.

***

Lelaki yang sekarang hancur hatinya itu tak pulang. Dia menunggu di seberang gang. Menunggu malaikat pulang, mencari tenang. Tenang dan terang, bagi diri dan hatinya yang hancur lebur.

“Malaikat yang pertama kali kulihat, cuma kau…” kata lelaki itu, meluncur deras dari pangkal lidahnya yang semula kelu, ketika sang perempuan di kamar sebelah mulai melewatinya.

Perempuan yang tak menyangka ada lelaki yang sempat dia ketahui tinggal di sebelah kamarnya, tertegun. Entah malu atau terkejut. Semuanya mungkin campur aduk jadi satu. Perempuan kamar sebelah itu menatap lelaki, nanar. Pandangan mengiris hati sekaligus memohon iba. Pikirannya mungkin macam-macam. Antara takut dan kalut.

“Kau…” kata-kata perempuan itu tercekat.

“Aku tak kenal dirimu sampai aku cari tahu,” kata si lelaki yang kemudian melanjutkan perkataannya, “Ikutlah.”

Perempuan itu terhipnotis dan mengikuti si lelaki. Lelaki yang hancur hatinya, duduk di pinggiran sungai bersama si perempuan kamar sebelah.

“Kau kenapa? Kau membuntutiku? Untuk apa?” tanya si perempuan.

“Untukmu.”

“Untuk kecewa?” Perempuan itu melanjutkan perkataannya dan tertawa.

Dia terbahak dan mulai berkata lagi, “Semua pernah bilang tentang aku, sebagai malaikat. Mereka tak tahu, mereka hanya mencintaiku secara semu.”

“Maksudmu?” tanya si lelaki pura-pura tak tahu.

“Perempuan tak pernah punya pilihan. Kalau ada pilihan lebih baik dari ini, tentu akan aku ambil tanpa pikir lagi. Tapi, nyatanya aku tak punya. Ha… Ha… Ha.”

Tawa perempuan itu membahana seperti hantu wanita penunggu pohon besar. Perlahan, tawanya mereda menjadi isak tangis yang menggema. Tak pernah punya pilihan, memang begitulah perempuan. Baginya, sulit mencari yang lebih baik.

“Kau tak perlu cinta padaku. Aku tak seperti yang kau pikirkan sore itu, ketika aku menjemur bajuku di depan pintu kamarmu,” kata perempuan itu sambil menahan tangisnya.

“Aku pun tak punya pilihan. Apa salah bila aku menyelamatkan?” tanya lelaki itu tiba-tiba. Seolah ada yang memaksa bibirnya untuk berkata.

Dan perempuan itu tak kuasa menangis sejadi-jadinya. Mencoba menerima kenyataan bahwa dirinya, seorang kupu-kupu malam yang bersayap rapuh, telah merontokkan sabda buruk atas dirinya, pada seorang lelaki.

Lelaki di kamar sebelah.

*sebuah catatan dari penulis blogger http://www.ayuwelirang.com/ untuk sahabat yang terjerumus dalam duka. ingatlah dirimu yang mungkin masih lebih beruntung dari mereka, perempuan di tepi jalan maya…



Share this post :

+ komentar + 3 komentar

April 11, 2012 at 1:35 PM

thanks udah dimuat. tapi... kok jadi typo gini? perasaan, saya kirimnya rapi banget babarblas.. XD

April 11, 2012 at 1:41 PM

tapi.. terima kasih banyak.. :)

Anonymous
April 11, 2012 at 7:19 PM

"Aku pun tak punya pilihan", teringat lirik lagu Iwan Fals...

Post a Comment

Masukkan email untuk berlangganan:

Delivered by Angkringanwarta

 
Ayo kirim tulisanmu ke : angkringan123@gmail.com
Copyright © 2012. AngkringanWarta - All Rights Reserved
Powered by Angkringanwarta